31

7.2K 1.2K 262
                                    



Senyum yang lama tak nampak kini hardir menyenangkan siapapun yang melihatnya. Senandung pun tak luput dari pendengaran pertanda jika Renjun benar-benar bahagia.

Masih dengan si kecil dalam dekapan, Renjun menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Meredakan nyeri yang mendera punggung akibat terlalu lama membungkuk setelah menyusui sang buah hati yang kini terlelap nyaman dengan tangan mungil yang terus menggenggam erat jari telunjuk, tak mau melepaskan sang ibu barang sedetik pun.

Renjun hanya bersama Jisung dalam suit room yang dipesan Wendy. Semua orang memilih pergi, membiarkan sepasang ibu dan anak itu menghabiskan waktu bersama setelah sekian lama terpisah.

Lara pun terkikis perlahan. Jati diri yang memudar kini kembali meski tak sepenuhnya utuh. Renjun harus berterimakasih pada teman mama-nya karena telah merawat Jisung selama jauh darinya.

Yah, terlalu larut dalam uforia kebahagiaan membuat Renjun tak perduli sekitar. Ia pun tak ingat pasti rupa seorang yang menggendong bayinya.. memberitau Renjun jika dia membawa Jisung kembali kepadanya.

Renjun menunduk, jemarinya yang bebas mengelus pipi bulat si kecil lembut. "andai ayah mu disini, nak" meski mustahil, lanjutnya dalam hati. Tak berani mengutarakan karena dipastikan ia akan langsung menangis.

Bahkan untuk mengucapkan nama sang Raja dalam benak pun Renjun takut. 

Takut jika rindu datang dan bergelayut, ia tak akan bisa lepas. 

Khawatir kalau rindu datang, hati akan memperkarakan waktu yang tak pernah bisa berulang. 

Takut.. jika rindu terlalu dalam ia tak bisa kepermukaan, sekarat sendirian.

.

Klang!

Linggis berlumur darah itu jatuh menghantam aspal. Nafas Jeno memburu, orang-orang yang di utus tuk mencelakainya telah dibabat habis, sudah tak bernyawa lagi padahal Jeno hanya sendiri.

Jeno meludah kesamping, menghilangkan cita rasa darah yang bersarang di mulut. Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Jeno melangkah menghampiri mobilnya. Ia harus bergegas atau tidak sama sekali.

"tunggu aku, Junjeon"

.

Plakk!

"hentikan dendam bodoh mu, Huang Canlie!" ucap Wendy datar, telapak tangannya panas namun tak sepanas hati yang mengetahui sang suami berupaya melukai puteranya sendiri.

Chanyeol tertegun, tak pernah ia mendapati istrinya semarah dan sekecewa ini sampai memanggilnya menggunakan nama lahir. Puluhan atau malah ratusan kali ia berlaku semuanya, bahkan sering kali melukai hati sang istri dengan berselingkuh pun Wendy tak pernah menunjukkan amarah kepadanya.

"tak masalah kau menyakitiku, berselingkuh atau hatimu yang masih di huni oleh Yoona oenni. Nan gwencha... Tapi-" Wendy yang menunduk usai menampar Chanyeol mengangkat wajahnya, mendongak, menatap sang suami tepat dimana dengan air mata terbendung di kelopaknya.

"-aku tak akan diam saat kau menyakiti puteraku. Apalagi berusaha memisahkan Renjun dari anak dan pria yang dicintainya. aku– tak akan membiarkan ada 'Wendy' kedua, yang tidak pernah mendapatkan cintanya"

.

"Donghae oppa!" seru Yoona tak habis fikir dengan suaminya. Kenapa disaat seperti ini, Donghae –Tn. Lee- mencetuskan sesuatu yang memuakkan macam pertunangan. Bukakankah sang suami berkata kalau Jeno bebas memilih pasangan hidupnya, lalu sekarang-

Magical Gate (Noren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang