"Minkyu Ardhana. Bener ya?"
Pemuda berwajah rupawan itu tersentak kecil lantas buru-buru tersenyum simpul.
Sebuah suara dari dalam rumah mengalihkan atensi Minkyu sejenak. Atensinya pun kembali pada seorang kurir yang tengah berdiri di balik pagar besi.
"Ya, Pak. Ini barangnya, ya?" Minkyu menerima uluran sebuah map coklat kertas yang diulurkan oleh si kurir.
"Tanda tangan di sini, ya, Dek."
"What do you mean? Jinwoo is our son, too."
Minkyu menatap kurir itu dengan tatapan seksama, menelisik raut wajah kurir di seberang sana. Barangkali, dia mendengar apa yang tidak seharusnya didengar.
Lalu, Minkyu mendapati sebuah earphone tengah bertengger di salah satu sisi telinga si kurir.
Berarti, kemungkinan dia gak denger suara tadi.
Beberapa saat kemudian, kurir itu pergi dengan motornya, berlalu begitu saja.
Tungkai kaki Minkyu pun berbalik lantas berjalan kembali menuju rumah.
"He's fuckin useless, you know!"
"Sebentar, Ma. Tenang dulu."
"Cut him off. I don't wanna see Jinwoo in this house anymore, get it?"
"Ma!"
Sedetik kemudian pintu rumah terbuka lebar. Mamanya tengah berjalan dengan langkah terburu-buru. Di belakang punggungnya, terlihat ayah Minkyu sedang berusaha menyajarkan langkah dengan istrinya.
Netra Minkyu bertubrukan dengan mamanya.
"Kyu, uang yang mama kasi masih?" tanya mamanya kala Minkyu berjalan mendekat.
Lelaki itu mengangguk.
Kemudian, mama Minkyu memberikan pelukan singkat lantas melenggang ke arah garasi.
Pun Minkyu melihat upaya sia-sia ayahnya yang berniat menghentikan mama untuk menjelaskan suatu hal.
Bertengkar lagi.
Dan masih pada topik yang sama.
Minkyu menghembuskan napas kasar. Leher lelaki itu beralih mendongak ke lantai atas.
Tatapannya berubah sengit.
Jinwoo is gazing.
As usual, with those dark eyes.
"Kak Jung?"
Lamunan Jungha menguap begitu saja kala Yena menepuk pundaknya. Gadis itu turut menarik kursi dan duduk di depan Jungha.
Supermarket di pagi hari begitu lengang. Terhitung, baru tiga orang yang masuk-keluar sejak Jungha duduk di sana.
Semilir angin berembus pelan, kulit wajah pucat Jungha meremang.
"Kak Jung ngapain di sini? Nggak sekolah?" tanya Yena sembari mendorong satu bungkus roti di meja kepada Jungha.
"Nggak, sekolah lagi sibuk ngurus festival. Sedangkan gue udah dipecat dari acara itu." Gigi Jungha berhasil merobek bungkus roti selai coklat tersebut dan mulai melahapnya.
"Ohiya, Kak. Setelah siuman, Kak Yohan ngomong apa sama kakak?"
Jungha menghentikan kunyahan di mulut sejenak. "Emang kenapa, Yen?"
Sadar kalimat yang baru saja dilontarkannya lumayan ambigu, Jungha buru-buru menambahkan, "Maksudnya, kenapa tiba-tiba nanya begituan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Lacuna • Kim Yohan
FanfictionHanya tentang Yohan yang rela menyuruk terlalu dalam guna membaca gadis itu. Dan tentang Jungha yang cukup sering mengecapi kepedihan hingga sukses menyulap diri menjadi manekin ceria yang begitu apik bersembunyi. Pada akhirnya, salah satu dari mere...