Jungha's side.
Hari ini festival dibuka dan aku harus menelan kenyataan jika Esa tidak pernah datang.
Dia mengingkari janjinya.
Aku terdiam tepat di seberang jalan, di depan gerbang sekolah yang telah dipadati oleh siswa-siswi SMP itu.
Menghela napas untuk yang kesekian kalinya, aku bergumam, "Gue kenapa, sih? Gak ada tenaga banget mau ke sekolah."
Langit tengah mendung kala angin berembus cukup kencang, menerbangkan beberapa daun yang telah menguning menjauh.
Aku tetap tergeming sembari menatap kosong ke arah sekolah.
"Jungha," panggil seseorang.
Segala lamunanku terpaksa buyar, aku menoleh dan mendapati sosok Yohan yang tengah bergerak turun dari mobilnya.
Aku kembali menghela napas frustasi, sedangkan Yohan terkekeh.
"Nggak masuk, Jung?" tanya Yohan.
"Gak tahu." Aku menjawab asal.
Yohan kini memposisikan diri di depanku. Aku merotasikan bola mata. Sangat berterimakasih karena badan tingginya itu sukses memblokir pandanganku.
"Mood lo baik-baik aja?" tanya Yohan hati-hati.
"Gak tahu."
Aku memejamkan mata. Serius, aku tidak berniat bersikap apatis. Hanya saja kehadiran Yohan membuatku semakin kesal, mengingat apa yang ia bicarakan kepada Minkyu tempo hari di rumah sakit.
Ayolah, Jungha.
Kamu tidak bisa menyalahkan Yohan karena tidak bisa memenuhi ekspetasimu. Kamu terlalu berharap tinggi, sedangkan kamu tahu sendiri harapan tinggi begitu rentan dijatuhkan atau dihancurkan.
Namun tetap saja. Aku tetap tidak bisa menerima hal itu. Entah kenapa.
Tungkai kakiku berderap menyingkir dari hadapan Yohan. Bukannya melangkah lurus dan memasuki gerbang sekolah, aku malah membelok dan berjalan pulang.
Apa aku perlu menenggak beberapa pil lagi? Rasanya suasana hatiku kian memburuk.
Aku merogoh kantong hoodie kemudian meraih botol kecil yang berisi beberapa pil yang sudah sering kukonsumsi. Tanganku menggoncang botol kecil itu dan tiga pil berwarna putih keluar dari bibir botol.
Tanganku lantas membuang botol plastik yang telah kosong itu ke sembarang arah.
Kala tanganku siap mengantarkan butiran pil ke dalam mulut, Yohan tiba-tiba menepis. Pil itu terlempar mengenaskan di tanah dan dihadiahin injakan sepatu oleh Yohan.
"Lo ngapain nginjek obat gue?" geramku pada Yohan yang masih menghentakkan kaki. Seakan belum puas jika pil itu belum hancur sepenuhnya.
Yohan beralih menatapku. "Obat? Gue udah lihat lo menenggak beberapa pil setelah turun dari taksi tadi. Dan sekarang lo mau nambah tiga pil lagi? Bukan khasiat yang lo dapet, overdosis iya."
"Urusan lo apa? Gue gak bisa hidup tanpa obat itu dan lo gak tahu apa-apa!" Aku semakin meninggikan suara.
Suasana hatiku sudah buruk dan ditambah dengan ini? Dipancing amarah oleh Yohan membuatku kian terbakar.
"Obat itu bukan segalanya, Jung." Yohan mendekap kedua sisi pundakku. "Jung, jangan gini, ya?"
Aku memejamkan mata dan mengusap rambutku ke belakang. "Terus? Gue mesti apa? Gue gak sanggup, Han. Gue juga udah capek sedih. Gue capek jadi diri gue. Gak ada banyak hal baik di sekitar gue. Gue .. gue cuma butuh pelarian." Aku memegang kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Lacuna • Kim Yohan
FanfictionHanya tentang Yohan yang rela menyuruk terlalu dalam guna membaca gadis itu. Dan tentang Jungha yang cukup sering mengecapi kepedihan hingga sukses menyulap diri menjadi manekin ceria yang begitu apik bersembunyi. Pada akhirnya, salah satu dari mere...