feeling

1.8K 396 154
                                    

"Mom?"

"Are you home?"



Gema suara itu menghilang. Selalu begitu ketika Jungha mencapai kesadaran.

Jungha perlahan membuka kelopak mata ketika suara derekan pagar rumah mengusik telinga.

Ia mencoba bangkit dan duduk di ranjang begitu menyadari ia telah tertidur dengan posisi tidur menyimpang.

Ketiduran.

Ah, benar.

Kemarin ia dan Esa membuat kesepakatan. Menuntut perihal kemarin yang sukses membuat Jungha terkejut setengah mati.

Gadis itu meraih ponselㅡtampaknya tak sengaja terlepas dari genggaman kemarinㅡmelempar benda itu ke ranjang, lalu meregangkan sendi-sendi yang terasa kaku sebelum berjalan ke luar untuk mengecek alasan penyebab suara derekan itu terdengar setelah sekian lama.

"Bik, ada kiriman, ya? Tumben," ucap Jungha, meniti turun dari tangga dengan langkah cepat.

Bibi Han yang baru saja menutup pintu rumah terkesiap. Tersenyum kaku dan melipat amplop putih di tangan dengan tergesa sebelum menjawab, "Ah, ini? Cuma tagihan listrik, Non. Belum dibayar. Saya lupa."

Mata Jungha masih tertuju pada lipatan amplop di tangan lawan bicaranya. "Bukannya udah ditanggung dia, ya?"

Ya, dia. Ayah Jungha.

"O-oh, Tuan Jack ngasih cek uang. Saya yang disuruh bayarin," jawab bibi Han terbata-bata.

Jungha mengangguk mengerti kemudian berjalan ke dapur, mengikuti bibi Han.

"Bik."

Bibi Han menoleh, masih terbata. "I-iya, Non?"

"Jinwoo ... masih di Shanghai, kan?" Jungha membelakangi wanita itu. Ia meraih gelas yang di telungkupkan di meja makan dan mengisinya dengan air dari dispenser.

Bibi Han terkekeh hambar. "Masih atuh, Non. Tenang aja, pendidikannya masih terjamin."

Jungha mengeratkan pegangan pada badan gelas di genggaman. "Oh."

Gadis itu berbalik, menatap bibi Han dengan pandangan yang sulit diarti.

Sedangkan, bibi Han merasa kerongkongannya seolah tercekat sesuatu. Ia hanya bisa berharap Jungha tidak melanjutkan topik ini lebih jauh.

Jungha tersenyum. "Jungha percaya bibi."

Seketika wanita paruh baya itu merasa jantungnya berhenti berdetak untuk satu sekon.

Senyuman tak mencapai kedua mata itu ... bertanda apa?

Jungha memindahkan gelas dan menumpuk piring, lalu ditaruhnya di atas nampan kayu.

Tangannya gesit mengeluarkan lap bersih dari saku kanan apron kemudian mengusap noda makanan dan tumpahan minuman di meja.

Ponsel Jungha bergetar. Gadis itu sejenak mengambil ponselnya di sebelah saku apron dengan tangan kiri.

Yohan?

Dengan kilat, Jungha menggeser tombol hijau. "Gue masih kerja."

"Gak nanya, dih."

Jungha merotasikan bola mata sebal. Ia kembali mengelap meja dengan sebelah tangan yang bebas. "Ya, ngapain telepon, anjir."

[✓] Lacuna • Kim YohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang