accept

989 152 76
                                    

Flashback.

Minkyu melonggarkan dasinya. Yohan berkepala batu. Dia begitu susah dilunakkan. Jika bukan karena situasi win-win ini, Minkyu tidak pernah mau bertemu dan membuang tenaga berbicara dengan Yohan.

Memang bukan menerima negosiasi ataupun setuju untuk bekerja sama, namun, Yohan menerima map tersebut.

Tapi, siapa sangka lelaki berdarah panas itu langsung melempar map Minkyu ke tong sampah.

Minkyu tertawa pongah.

Yohan bukan orang yang mudah.

Toh, tidak masalah. Ia berhasil memprovokasi Yohan. Itu cukup. Sebentar lagi ia akan melihat Jungha menderita di sekolah ini.

Bruk.

Diikuti suara debuman keras dari buku-buku yang berserakan sukses membuat atensi Minkyu kembali pada tempatnya.

"DUH, JALAN MATANYA DIPAKE GAK, SIH?!" teriak seorang gadis.

Dan, bingo!

Sosok yang Minkyu pikirkan akhirnya muncul juga.

Jungha Dhirani.

Minkyu tersenyum miring. Wajahnya kemudian dengan cepat berekspresi kaget yang dibuat-buat. "Ah, anuㅡmaaf. Eh, saya bantuin beresin, ya?"

Minkyu dapat melihat Jungha berekspresi malas kala dirinya membereskan buku yang berserakan.

"Mau ke perpus pasti, ya? Saya bawain aja sebagai permintaan maaf karena udah nabrak kamu."

Lagi. Jungha bertingkah arogan.

Minkyu ingin sekali melempar tumpukan buku yang ia susun itu kepada Jungha.

Gadis ini tidak berubah. Perangai kasar dan tidak tahu sopan santunnya tak pernah meluntur rupanya.

Minkyu melangkah mengikuti Jungha.

Lo nggak akan bisa seperti ini lagi, Jung.

Tunggu permainan gue dan hidup lo akan tamat setelah itu.

Setelah merespon segala pertanyaan Jungha, Minkyu akhirnya pamit dan hendak memasuki ruangan kepala sekolah.

Ia masih memiliki beberapa urusan dengan kepala sekolah sini.

"Titip salam sama Yohan, ya."

Seketika warna wajah Jungha berubah.

Entah apa yang dipikirkannya.

Minkyu tidak peduli, ia pun melangkah pergi dan enggan untuk menoleh ke belakang lagi.



Jungha membeku begitu melihat wedding card berwarna maroon di letakkan di sisi ranjangnya. Memaksa leher untuk berotasi, menatap bibi Han guna menuntut penjelasan.

"Nyonya akan menikah lagi, Non."

Obsidian Jungha kembali melirik benda itu. Hatinya serasa diiris.

"Setelah bercerai, nyonya bukan membawa Jinwoo untuk tinggal bersama di Shanghai. Untuk apa beliau membawa anak orang sedangkan anaknya sendiri ia telantarkan di sini?" bibi Han meraih tangan Jungha lantas menggenggam dengan hangat. "Nyonya bertengkar hebat dengan tuan malam itu. Tuan menyuruh nyonya agar menyekolahkan Jinwoo. Tapi, nyonya menolak, ia cukup dengan membiayai kebutuhan sehari-hari, tapi tidak dengan kebutuhan pendidikannya karena sejak awal nyonya setuju merawat Jinwoo karena tuan berkata akan mengurus biaya sekolahnya."

[✓] Lacuna • Kim YohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang