TUJUH

749 105 22
                                    

Sekitar pukul delapan malam lebih Kendrick memilih untuk mengerjakan tugas sekolahnya di area living room apartemen dengan ditemani secangkir susu hangat putih buatannya sendiri dan tak lupa satu slice opera cake buatan sang ayah yang sudah sempat dibawanya dari toko.

Garavian sangat merasa heran kenapa anaknya tersebut memilih living room sebagai tempatnya untuk mengerjakan PR? Padahal, selama ini bocah tersebut lebih memilih untuk melakukan banyak aktivitas di dalam kamarnya sendiri.

Dan tak hanya itu, dalam dua minggu terakhir pun intensitas insomnia yang sering dialami Kendrick semakin berkurang. Dia sudah jarang terjaga sepanjang malam. Hal apapun yang telah dilakukan oleh seorang wanita yang baru dikenalnya beberapa minggu yang lalu, Garavian sangat merasa bersyukur atas perkembangan yang telah terjadi terhadap anaknya. Ternyata, butuh tiga tahun lamanya Kendrick bisa merasa tertarik dengan seseorang selain ibu dan adiknya sendiri.

Garavian hanya bisa berdehem beberapa kali untuk mencari perhatian dari Kendrick saat mereka sedang berada di ruangan yang sama saat ini. Jarak mereka memang dekat, tapi hati mereka seolah berada di dua benua yang berbeda. Dan juga, bukan Kendrick namanya jika dia masih tidak menganggap keberadaan konkrit sang ayah yang sedang duduk tepat di belakangnya saat ini.

"Ken.....," sapa Garavian pada akhirnya. Dia sudah merasa bosan untuk menunggu dan memberikan kode ingin diperhatikan dan dianggap ada, namun tak sekalipun dipedulikan oleh anaknya.

"Ya?" sahut Kendrick tanpa menoleh sambil masih fokus menulis sesuatu di buku tugas sekolahnya.

"Daddy mau tanya sesuatu dong."

"To the point saja. Saya sedang tidak ingin bermain kuis atau tebak - tebakan."

Garavian langsung merengutkan wajah saat masih mendengar respon dingin dari anaknya.

"Itu.....Kamu sudah yakin, Ken, kalau sudah menjadikan wanita itu sebagai teman kamu?" tanya Garavian dengan nada hati - hati.

"Memangnya kenapa?"

Nada bicara Kendrick mulai sewot, namun tangannya masih setia untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya. Garavian pun tidak akan mengurungkan niatnya untuk ingin mengetahui tentang sesuatu hal yang mengusik pikirannya, walaupun aura kental sebelum terjadinya perang sudah mulai terasa.

"Wanita itu adalah orang asing yang baru kamu kenal beberapa minggu yang lalu. Dan sekarang kamu sudah mempercayainya begitu saja untuk menjadi seorang teman. Sedangkan saya ini daddymu. Orang yang sudah bertahun - tahun hidup di dalam satu atap bersamamu. Tapi malah kamu perlakukan seperti seorang musuh."

"Sayangnya, kamu memang pantas untuk diperlakukan seperti itu," balas Kendrick yang langsung mampu membuat hati ayahnya seperti tersayat sebilah pisau.

"Come on, Ken, daddy....."

"Berhenti bicara! Saya sedang fokus mengerjakan tugas sekarang!" Kendrick memotong pembicaraan dengan nada yang setengah membentak.

"Oke, fine!" balas Garavian menyerah. Dia akhirnya memilih untuk kembali diam dan menikmati cemilan malamnya. Keheningan kembali tercipta selama beberapa waktu sebelum Kendrick memutuskan untuk kembali berbicara.

"Wanita itu....apa menurutmu, dia cantik?" tanya Kendrick tiba - tiba tanpa masih ingin menoleh ke arah lawan bicaranya. Garavian mengerutkan dahinya sejenak seperti sedang memikirkan sesuatu yang membuatnya heran.

"Zhanita maksud kamu?" kata Garavian membalikkan pertanyaan.

"Memang sejak tadi kita sedang membahas siapa? Grandma ?" jawab Kendrick kembali dengan nada sewot. Garavian hanya mampu memanyunkan bibir di belakang kepala anaknya.

SOUL HEALER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang