DUA BELAS

648 82 25
                                    


Wanita bermata sayu itu sedang duduk melamun di atas kursi meja kerjanya. Pandangannya lurus menerawang jauh ke arah luar jendela taman belakang rumahnya. Sesekali dia menerbitkan sebuah senyuman kecil saat salah satu tangannya mulai menyentuh bagian bibir tipis merahnya.

Berciuman dengan seorang Garavian bukanlah sesuatu hal yang pernah terlintas di dalam bayangannya selama ini. Namun, kejadian itu telah berlangsung begitu saja. Tanpa adanya rencana atau pun sebuah aba - aba.

Zhanita sempat merasa malu saat harus mengingat kembali ketika pria bertato itu mulai menyingkap bagian bawah kaosnya sampai naik ke atas dada. Jari - jari tangan pria tersebut terus bergerak sangat lihat dalam memberikan sentuhan - sentuhal sensual di beberapa bagian titik kelemahan tubuhnya yang secara otomatis membuat dirinya tidak mampu untuk menahan sebuah lenguhan. Jujur saja, tubuh wanita cantik itu pun tidak bisa menolak setiap gerakan dan sentuhan yang dilancarkan oleh seorang pastry chef yang memiliki kharisma kuat tersebut.

Garavian. Pria itu benar - benar telah membuatnya menggila sejak beberapa puluh jam yang lalu. Bahkan, saat momen penting ciuman pertamanya yang dulu sempat dicuri oleh Aksal pun dampak yang ditimbulkan tidak sampai sedahsyat ini.

Lalu, kenapa kesannya kali ini lebih terasa pada saat dia sedang diperawani untuk pertama kali dalam hidupnya?

Ini benar - benar gila!
Dan lebih gila lagi, perasaannya sudah lama terbuai hingga hari berganti sampai sesore ini.

Namun, sejemang kemudian dia teringat sesuatu hal yang cukup membuat hatinya merasa kecewa. Sebuah ingatan yang memaksanya untuk menarik nafas panjang dan mengembuskannya lewat mulut.

Perkataan terakhir malam tadi yang keluar dari mulut seorang pria yang telah membuatnya mabuk kepayang, walaupun hanya sebatas berciuman dan bersentuhan saja, kini telah berhasil membuat moodnya tiba - tiba turun drastis. Membuat harapan kecilnya sirna begitu saja, seperti sesuatu yang diterjang oleh sebuah gelombang ombak yang besar tanpa bisa muncul kembali ke permukaan.

Sebuah percakapan pahit yang dilakukan beberapa saat sebelum dia memasuki mobil untuk pulang, masih sangat terekam jelas di dalam benaknya.

"Zhanita, kenapa kamu diam saja?" tanya Garavian sewaktu mereka berdua sudah tiba di basement. Sesaat setelah berpamitan pada Kendrick, pria tersebut mengantarnya turun dan memastikannya sampai menaiki mobil.

"Oh....i-itu saya sedang......."

"Kamu terlihat gugup sejak tadi. Tepatnya, setelah kita selesai berciuman. Apa kamu marah kepada saya?" tanya Garavian memotong.

Gerakan tangannya menahan salah satu tangan wanita itu saat dia hendak membuka pintu mobilnya. Dan kedua manik berwarna hitam legam itu hanya bisa menatapnya dengan sendu. Garavian pun merasa bingung terhadap ekspresi yang telah ditunjukkan oleh wanita cantik itu.

"Lupakan saja. Oke?" kata Garavian membuyarkan lamunan Zhanita yang hanya sesaat.

"Hah? Apa?" jawab Zhanita setengah tertegun. Dia agak hilang fokus selama beberapa saat setelah memandangi pria tampan yang berada di hadapannya.

"Lupakan saja tentang ciuman kita yang tadi, Zhanita. Dan ke depannya kita bersikap seperti biasa lagi. Oke?" kata Garavian kembali masih sambil menatap dalam kedua mata sayu wanita yang sedang berdiri tepat di hadapannya itu.

Zhanita tidak mampu membalas langsung perkataan lawan bicaranya saat itu. Dia hanya bisa menganggukkan kepalanya secara perlahan. Dan akhirnya, dia pun memutuskan untuk memasuki mobil dan melajukannya tanpa ingin berkata sepatah katapun.

Di balik kaca depan mobilnya, Garavian sedang melambaikan tangan kanannya sambil tersenyum. Dan Zhanita pun terpaksa harus membalas senyuman tersebut. Pada akhirnya, dia pun pergi meninggalkan tempat itu dengan sebuah pertanyaan besar yang diliputi oleh rasa kekecewaan.

SOUL HEALER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang