-9

84 6 4
                                    

Rei Pov

Gua bener-bener gatau lagi mau ngapain. Satu sisi gua mau ngehajar si tua bangka sialan itu. Tapi gua juga ga mungkin ninggalin si Dubu sendiri, dalam kondisi dia yang kritis.

Argggh, sialan.

Ya, sekarang Dubu lagi di rawat di rumah sakit milik gua. Gua kaget banget saat lihat Dubu pingsan dan berdarah-darah di apartemennya tadi.

Gua yakin, dia bukan cuma dibentak atau dipukul kayak biasa sama ayahnya itu, tapi pasti si tua gila harta itu berusaha merebut semua aset milik Dubu yang memang jauh lebih di atas.

Entahlah, kadang gua kasihan banget sama Dubu. Meskipun dia itu ceria, ramah, murah senyum, tapi gua tahu dia ga ada bedanya dengan gua.

Seakan hidup ini tak pernah berarti buat kami. Selalu tersiksa dengan banyak masalah yang datang tak hentinya. Tak ada kata bahagia di dalam kamus kami, selain bisa membalaskan dendam kepada mereka yang membuat kami berakhir seperti ini.

"Esy....." Gua menoleh ke belakang saat ada yang memanggil nama gua dengan lembut.

"Ava!" Gua berlari menuju dia, lalu segera memeluknya erat.

Demi apapun gua rindu banget sama Ava, biasanya kita berdua selalu pergi kemanapun bareng sama Dubu juga.

Cuma bisa dibilang Ava ini lebih kalem dari kita berdua. Dia lebih pendiam dan anggun seperti cewek yang sesungguhnya. Ga kayak gua sama Dubu:))

"Esy lagi apa? Ko bisa ada disini?" tanya Ava masih memandangnya dengan wajah pucatnya yang tetap terlihat imut.

Seketika wajah gua berubah murung lagi, "Lagi nemenin Dubu, dia kritis," lirih gua.

Ava memasang wajah kagetnya, "Ha? Kamu ga bohongkan?"

Gua cuma menggelengkan kepala sambil menatap sendu ke arah langit.

Tiba-tiba Ava menggenggam lembut tangan gua, dia tersenyum sangat manis, membuat gua semakin ngerasa bahwa gua ini brengsek banget kalo sampai ngerebut Ray dari dia.

Mungkin banyak orang yang bilang bahwa hati itu ga bisa dibohongin. Itu memang benar. Tapi, gua ga bisa. Sejahat apapun gua di luar sana, Sesadis apapun gua saat membunuh para hama itu, gua ga tega ngekhianatin sahabat gua sendiri.

"Esy yang kuat ya, Ava yakin bahwa Dubu pasti bisa sembuh ko. Nah, sekarang Ava mau pamit dulu ya, takut dicari sama kakak," ucapnya

Kakak? Emang Ava punya kakak ya? Au ah bodo amat. Batin gua

"Ah iya, perlu gua anter?" Ava menggeleng lalu segera pergi meninggalkan taman dengan kursi rodanya itu.

Dan sekarang gua sendiri lagi. Gua menatap ke atas sambil tersenyum kecut. Ingin sekali gua menangis saat ini, tapi rasanya sulit. Seakan hati gua udah mati bertahun-tahun yang lalu semenjak kejadian itu.

"Halo nona, saya ingin memberitahu bahwa orang yang anda inginkan sudah berada di ruang bawah." Gua tersenyum sinis saat mengangkat telepon dari anak buah gua.

"Baiklah, tapi ingat jangan lakukan apapun sampai saya ada di sana!" Gua mematikan telepon seraya menghembuskan nafas kasar.

Akhirnya, karena bingung mau ngapain lagi di taman belakang rumah sakit ini. Gua balik ke kamar Dubu untuk cek keadaannya yang kata dokter tadi ditelepon udah sadar.

Author Pov

"Anjir Dubu akhirnya sadar juga lu," teriak Rei ga punya malu saat masuk ke kamar sahabatnya yang sepi banget.

"Anjing ngagetin aja si"

"Maaf guys, oh ya gimana udah sehatan?" Dubu ngangguk kek anak beruk yang begonya malah gua ikutin ngangguk juga.

"Badewe ni bu, si tua bangka itu sekarang ada di ruang bawah markas kita," ucap gua santai yang justru buat Dubu keselek, karena dia lagi makan buburnya.

"EH BEGO ITU TETEP BAPAK GUA MONYET!"

"Terserah deh ya, tapi menurut gua sekali-kali dia itu harus diberi pelajaran biar ga goblok banget." Dubu menghela nafasnya panjang.

"Iya sih tapi gua ga tega gitu." Dubu manyun yang mungkin lu pada bilang imut, tapi gua? Jijik bangsat.

Rei cuma mengedik bahunya lalu kembali keluar meninggalkan Dunia sendiri. Membuat orang yang ditinggalkan itu menghela nafasnya panjang, lalu dengan cepat melepas infus yang terpasang. Dan menyusul Rei keluar.



HALU [Mintzu] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang