Sebelas

7.4K 610 50
                                    

Kamu!" Evan mengepalkan tangan, ia nyaris melayangkannya ke wajah Ivy yang terlihat begitu ketakutan. Tubuh gadis itu gemetaran. Ivy tiba-tiba membalikkan badan lalu berlari menuju pintu.

Ivy menghentikan langkah lalu membalikkan badan. "Aku harus bekerja. Aku akan ke sini lagi nanti." Dustanya.

Evan menyentak napas. Dasar gadis bodoh. Apa dipikirnya ia mudah ditipu?

"Kerja dengan mengenakan baju tidur lusuh, apa pekerjaanmu adalah melayani lelaki hidung belang?"

Ivy memandang penampilannya. Aku memang bodoh, katanya dalam hati.

Ivy menghela napas. Baru saja Ivy akan melangkah pergi, Evan tiba-tiba berteriak lantang. Suaranya menggelegar memenuhi ruangan.

"Memangnya siapa kamu berani menghancurkan hidupku?! " Ia melempar bantal ke arah Ivy.
Gadis itu sigap bergerak menghindar. Ia menggigit bibirnya lalu kembali melangkah.

"beraninya kamu .... " Evan melangkah mengejar Ivy, menyambar tangan Ivy hingga gadis itu berhenti lalu mengitarinya sambil menggeleng-geleng. Tatapan lelaki itu memancar penuh kebencian.

Ivy menatap penuh ketakutan. Keringat yang menetes dari keningnya, ia usap cepat. "Aku minta maaf. Yang tadi kulakukan sebenarnya hanya ... sungguh hanya salah paham. "Ivy mencoba menjelaskan. Ia menghirup napas dalam. Saat ia akan kembali berkata, HP Evan berdering.

"Ya, Nek?"

"Datanglah ke pesta bersama istrimu nanti malam. Meskipun aku belum bisa menerimanya, tapi dia tetap istrimu. Dia tengah mengandung cucuku, kan?"

"Nek, aku kan sudah bilang bahwa aku tidak mengha--"

Klik.

Sambungan diputus sepihak. Sial! Evan mengumpat. Matanya menatap Ivy tak bersahabat.

"Karena kamu yang mengakibatkan semua kekacauan ini, maka bertanggung jawablah."

"Apa?" Ivy terlihat tak mengerti.

"Bertanggung jawablah. " Ulang Evan sambil mengontrol emosinya yang meletup-letup di puncak kepala.

"Apa yang harus kulakukan?" tanya Ivy takut-takut.

Evan merogoh saku lalu mengeluarkan kartu nama, menjatuhkan di hadapan Ivy. Lelaki itu kemudian melangkah pergi dengan langkah panjang. Ivy setengah membungkuk meraih kartu nama lalu mendesah frustrasi.

"Hal mengerikan ini bisa terjadi ... sepenuhnya karena ketololanku. Bodoh. Bodoh!" ujarnya sambil menepuk jidat.

Sementara Ivy terus menyalahkan diri sendiri, Evan segera menghentikan mikrolet. Terpaksa ia harus naik angkot.

"karena aku sedang sangat terburu-buru, maka mengemudi lah dengan cepat. "

Sang supir tersenyum masam, lalu segera melajukan mobil. Evan menyandarkan tubuh kemudian memejamkan mata, membukanya lalu menggebrak jendela kaca di sebelahnya dengan kesal. Hal itu membuat sang sopir menoleh dan menatapnya jengkel.

"Kamu harus menggantinya jika pecah!"

Evan menyentak napas. Bukannya menanggapi ucapan sang supir, ia malah bicara pada diri sendiri.

"Karena aku tidak bersalah, maka dia harus mempercayaiku, seperti aku yang yang terus mempercayainya bahwa ia telah mencintaiku," gumamnya dengan wajah murung.

"Percayalah, Tari, aku akan membereskan semuanya, lalu kita akan menikah."

Evan menghela napas saat teringat gadis berlinang air mata berlari meninggalkannya.

"Sampai!" teriak Evan, segera melompat turun lalu mengulurkan selembar uang berwarna merah. "Ambil saja kembaliannya."

Lalu tanpa membuang waktu lagi, ia segera berlari ke arah gerbang yang menjulang tinggi.

Terpaksa Nikah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang