Tiga

9.5K 530 25
                                    

"Selamat, kalian telah menjadi pasangan menikah. Van, aku bahagia sekali karena bukan Tari yang kamu nikahi," kata Rendi begitu ijab kabul berakhir.

Evan menatap Rendi tak senang. Meskipun begitu, tangannya tetap terulur menyambut tangan lelaki berambut cepak itu. Evan lalu merangkul pundak Ivy, menarik tubuh wanita itu mendekat padanya  kemudian berbisik, "Setelah ini, lihat saja apa yang akan terjadi padamu."

Ivy merasakan tubuhnya menggigil seperti diguyur air es di malam yang dingin.

Ivy menggeleng mencoba menepis ketakutannya. Tidak, tidak. Aku tak boleh takut. Pasti ada jalan untuk kabur, Vy. Katanya dalam hati.

"Suamiku." Ia memberanikan diri memandang Evan yang menatapnya tajam. "Aku mau berkeliling dulu, ingin berkenalan dengan para undangan."

Evan menatap penuh curiga. Namun, ia tak bisa berbuat banyak saat melihat Ivy bergegas meninggalkannya karena Rendi terus mengajaknya mengobrol.

Ivy segera masuk ke dalam kamar di mana ia dirias tadi, menutup pintunya, lalu duduk di ranjang dengan benak berkecamuk. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Ivy memukul-mukul kepalanya, wajahnya terlihat begitu panik.

Bagaimana ini? Bagaimana? Ivy terus memukul-mukul kepalanya dengan wajah semakin panik. Senyumnya tiba-tiba terkembang saat mata beningnya tertuju pada tas ransel yang mengembung. Segera disambarnya cepat, lalu dengan tak sabar mengeluarkan ponsel keluaran terbaru.

"Halo," ucapnya begitu tersambung.

"Ya, Tik. Ada apa?" Seperti biasa, suara sahabatnya terdengar ramah.

"Tolong aku, Li. Evan ... Evan ... mantanmu itu sudah gila. Aku dan dia ... aku ... panjang ceritanya, Li. Kamu bisa ke rumah Evan sekarang, tidak?" tanyanya dengan jantung berdegup kencang.

Ivy berharap sekali Liana mau menyanggupi permintaannya, lalu membawa ia pergi dari tempat ini. Ia terlalu takut untuk keluar sendirian. Bagaimana kalau Evan menghadang langkahnya?

Ivy menarik napas saat mendengar suara tak asing. Huh! Kenapa ada lelaki jutek itu, sih! Rutuknya dalam hati.

"Loadspeaker." ucap suara di seberang sana.

Ivy menyentak napas. Ah, masa bodoh dengan lelaki jutek itu. Putus Ivy lalu kembali berkata. Membayangkan yang telah terjadi, membuat jantungnya semakin cepat bertalu.

"Li, segera datang ke rumah Evan sekarang, ya? Mantanmu itu sudah gila. Dia ...." Ivy langsung menghentikan ucapannya saat kembali mendengar suara si lelaki jutek, Danu, suami sahabatnya yang entah apa alasannya, terlihat begitu tak menyukainya.

"Apa temanmu itu sudah gila?"

Ivy mengernyit. Menyebalkan sekali lelaki itu mengatainya gila. Ivy mendengkus sebal. Ah, sudahlah tak usah dipikir, masa bodoh dengan Danu jutek itu! Tangannya refleks meraba dada saat telinganya mendengar suara tawa Evan dan beberapa temannya.

Ivy menarik napas dalam. "Li ... tolong aku! Aku tidak mau menikah dengan makhluk menyeramkan itu! Ke sini sekarang, Li. Cepat ke sini!" Ivy menggeleng cepat. Bodoh. Ia bahkan sudah menikah dengan Evan si lelaki pemarah.

Ivy menatap ke arah pintu yang tertutup rapat. Pikirannya tak bisa tenang walaupun ia telah mencoba membayangkan yang indah-indah semisal ia berhasil kabur. Wajahnya banjir oleh keringat padahal ruangan ini menggunakan AC.

"Halo."

Mata Ivy membulat saat mendengar suara Danu. Jemari lentiknya sigap menekan simbol telepon warna biru. Ia masih ingat jelas wajah Danu yang menatapnya sinis dan perkataannya yang tak mengenakkan padahal ia sudah meminta maaf karena mengajak istrinya yang baru keguguran keluar. Lebih baik matikan saja.

Terpaksa Nikah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang