58

2.4K 108 23
                                    

Dering HP membuat Ivy membuka matanya perlahan. Dijangkaunya benda yang berkedip-kedip itu kemudian mengangkatnya, ia berkata sambil menguap.

"Halo?"

"Vy, kamu ada di mana? Aku ada di rumahmu sekarang ini."

Ivy terperanjat saat mendengar suara Reyhan yang begitu antusias. Cepat ia beranjak bangun dalam dekapan Evan dan menghela napas teringat apa yang baru saja terjadi.

Di layar HP terlihat, meminta panggilan vidio. Jantung Ivy berdegup tak beraturan saat tiba-tiba Evan dengan mata masih begitu mengantuk menariknya kembali merebah di pelukannya lalu mengecup pipinya beberapa kali. "Di sini dulu, Vy, aku masih ingin memelukmu lebih lama."

Ivy membelalak. Tatapannya tertuju pada HP di tangan yang kini tanpa suara. Reyhan pasti mendengarnya. Ivy meletakkan ibu jari ke bibirnya saat Evan menatapnya.

"Halo, Yang?" ucap Ivy pelan.

Panggilan belum terputus. Tapi tak ada suara apa pun.

"Yang?"

Hening cukup lama.

Lalu terdengar helaan napas panjang dari dalam HP. "Halo, Vy."

"Yang." Ivy mendadak begitu gugup juga takut. Semoga kamu tak dengar suara Evan tadi. Bisa berprasangka yang bukan-bukan kalau Reyhan sampai mendengarnya.

"Aku segera ke sana, ya?" ucapnya pelan.

"Iya." Datar ucapan Reyhan terdengar.

Ivy meremas selimut yang masih menutupi tubuhnya dengan lelaki di sebelahnya saat melihat panggilan terputus. Maafkan aku, Kak Reyhan. Tak seharusnya aku begini bermain di belakangmu. Ini kesalahan, maafkan aku. Tak akan kuulangi lagi.

Ia bergegas meraih selimut untuk membungkus tubuhnya lantas melangkah cepat menuju kamar mandi tanpa mempedulikan teriakan Evan, segera mengguyur tubuh di bawah shower sambil beberapa kali menghela napas panjang merasa begitu menyesal. Kenapa bisa-bisanya ia terbuai pada kata-kata lembut Evan saat hendak memadu kasih dengannya tadi? Membuat dadanya berdebar dan lupa bahwa ia tengah merancang masa depan bersama lelaki tercinta.

Begitu selesai, ia langsung mengganti baju dan kembali ke kamar, menyisir rambut di depan cermin, menunduk saat bersitatap dengan Evan melalui cermin. Ia terlonjak saat tiba-tiba saja Evan memeluknya dari belakang.

"Mau ke mana, Vy?"

"Aku mau temui Kak Reyhan, Van," sahutnya tak enak hati.

Evan menatap Ivy dengan pandangan tak percaya. Bagaimana bisa setelah tidur dengannya kini menemui laki-laki lain? Evan mengepalkan tangan merasakan panas yang merayap di dadanya. Jantungnya mengentak kuat ingin rasanya memaki tapi ditahannya.

"Kamu tak boleh pergi dari sini." Evan mencoba meredam emosinya, berkata selembut mungkin walau sebenarnya sangat kesal. Reyhan. Selalu Reyhan.

"Kenapa aku tak boleh pergi? Kamu bahkan tau aku akan menikah dengan Reyhan."

Rahan Evan mengeras. Tangannya terkepal semakin kuat lalu mencengkeram lengan Ivy saat perempuan di sampingnya itu berdiri hendak melangkah pergi.

"Kamu tak boleh pergi karena kamu istriku."

"Kita menikah karena kesalahan, Van. Lepaskan aku!" Ivy menepis tangan Evan kuat. Evan benar-benar tak habis pikir Ivy begitu keras kepala.

"Lalu yang tadi kita lakukan juga yang semalam itu kamu anggap apa?" Tatapan Evan melembut.

"Kesalahan. Kamu memaksaku, Van. Lupakan saja kejadian itu. Anggap itu hanya kesalahan. Aku pergi dulu!" Ivy menyambar tas tangannya dan bergegas keluar kamar. Ia berpapasan dengan nenek di ruang tamu yang tengah membaca buku dan memutuskan berhenti.

Terpaksa Nikah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang