Enam Belas

6.4K 404 7
                                    

"Kalau kalian bertanya apa aku kecewa karena tak mendapatkan Tari sebagai istri cucuku, maka jawabannya, ya, aku kecewa. Awalnya, aku sangat kecewa. Tapi mau bagaimana lagi, Evan ternyata lebih mencintai Ivy yang ternyata sangat kaya. Cantik pula. Evan dan Ivy sungguh pasangan yang serasi menurutku. Mereka sangat romantis," kata Nenek panjang lebar pada lima orang temannya.

Sang nenek tersenyum saat membayangkan Ivy tengah memeluk Evan di kamar hotel.

"Dan yang perlu kalian tahu, Ivy ternyata sangat pengalah. Evan-ku pasti sangat beruntung karena istrinya mau meminta maaf duluan."

Lagi-lagi, Nenek membayangkan adegan di kamar hotel. Mungkin, Evan waktu itu tiba-tiba bersikap dingin pada Ivy karena menyadari kehadirannya. Tapi sebelum itu, ia dengan jelas melihat Evan dan Ivy berpelukan.

"Benarkah? Apa kamu yakin?" tanya seorang temannya dengan pandangan tak percaya.

Kayah, apa kamu sungguh ingin membuatku kesal? Kata Nenek dalam hati, berusaha tak menatap Kayah yang terus memandangnya sangsi.

"Tentu saja aku yakin!" Intonasi suara Nenek meninggi.

"Itu kan pada awalnya. Coba nanti setelah dua tahun," sahut Kayah tak mau kalah.

Nenek tak tahan lagi. Dengan wajah kesal ia mengambil potongan cake di meja lalu menjejalkannya ke mulut Kayah sampai mulutnya menjadi belepotan. Beberapa orang langsung berlarian melerai.

"Jangan memprediksi masa depan cucuku baik di masa sekarang maupun masa depat!" Nenek berkata dengan wajah kesal. Ia memandang tangan lelaki sebayanya yang tengah membelenggu tangannya lalu dengan gerakan cepat menggigitnya.

"Nek Anya, apa kamu kucing!"

Nenek menyentak napas. "Aku bukan kucing! Dan kamu, Kayah, dengar, untuk selamanya, cucuku akan tetap mesra dengan pasangannya. Mereka tak akan pernah terpisahkan walau sedetik pun ju--" Nenek berhenti berkata saat melihat Evan berjalan ke arahnya dengan langkah cepat. Beberapa temannya langsung saling berbisik-bisik.

"Mereka tak akan terpisahkan walau sedetik pun." Sindir Kayah, merasa kesal saat menatap sebaruh gaunnya yang mahal menuadi kotor.

Nenek tak menanggapi. "Di mana Ivy, Van?" tanyanya berusaha bersikap lembut. Evan yang segera menyadari situasinya, langsung memeluk Nenek.

"Maaf, Nek," katanya setelah pelukannya terlepas.

"Ivy bertemu temannya di jalan lalu menyuruhku jalan lebih dulu. Dia tak ingin aku menunggunya terlalu lama."

"Ooh, benarkah? Ternyata istrimu sangat pengertiaan!" Nenek sengaja mengeraskan suara agar semua yang hadir mendengarnya.

Teman-teman Nenek selain Kayah langsung mengangguk. Disaat itulah, Ivy melangkah masuk di belakang Andini. Ivy membawa sebuket bunga warna-warni yang tampak indah.

"Ini hadiah dariku karena datang terlambat, Nek," kata Ivy sambil mengulurkan bunganya.

Sang Nenek langsung menerimanya dengan wajah semringah.

"Mana temanmu? Kenapa tak diajak masuk sekalian?" tanya Kayah, menatap wajah Ivy yang tampak begitu cantik.

"Teman?" Ivy menatap sang Nenek tak mengerti. Sang Nenek yang tengah menikmati harum bunga, langsung mengangkat wajah.

"Iya, teman. Bukankah kamu menyuruh suamimu berjalan lebih dulu karena kamu ingin mengobrol dulu dengan temanmu?"

Nenek mengernyit menatap Ivy. Ivy balas menatap, bingung bercampur heran. Saat Ivy akan menjawab, Evan tiba-tiba melangkah ke arahnya lalu melingkarkan tangan ke bahunya.

"Yang tadi kita temui di jalan itu. Masa kamu lupa, Yang," kata Evan, mencoba menirukan cara bicara Ivy.

Terpaksa Nikah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang