"Lihat, kan? Aku dapat ikan kakap. Suamiku begitu tampan. Jauh banget dengan mantanku yang pengkhianat itu," Ivy berkata penuh kemenangan seolah tak ada Yuda. Lanjutnya,
"Oh, ya, apa kalian hidup bahagia? Eni, hati-hati. Aku takutnya karma berlaku. Hati-hati ada yang mengambil suamimu."
Eni menyentak napas keras. Ia membalikkan badan lalu melangkah cepat yang segera disusul oleh sang suami.
"Ada apa denganmu?" Yana mengernyit heran. Tatapannya tertuju ke suami sahabatnya yang terus menenggak minuman.
"Aku kesal padanya! Dia dulu yang memulai!" sahut Ivy. Lalu menatap Evan dengan wajah kesal.
"Bagaimana dia bisa mabuk? Perasaan, warung ini tak menjual minuman." Ivy menatap Evan semakin tak suka.
"Siapa yang sangka lelaki itu ternyata punya banyak di mobilnya," sahut Yana santai.
"Sial benar nasibku harus berurusan dengan lelaki pemabuk! Lalu, bagaimana sekarang?"
Eni mengedikkan bahu. "Dia kan suamimu. Bagaimana kalau bawa ke hotel saja? Sebentar lagi giliranku jaga."
Ivy langsung setuju. Karena Yana membawa motor, maka ia segera menutup pintu mobil setelah berhasil mendudukkan Evan di jok belakang. Gadis itu mengemudi sambil sebentar-sebentar menepuk kepala.
Haruskah ia benar-benar membawa Evan yang sedang mabuk berat ke hotel?
Senyum yang tadi terpatri di bibir saat membuat kesal Eni, kini sepenuhnya berganti kekhawatiran. Ia terlihat tak tenang.
"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" umpat Ivy sambil memukuli kepalanya dengan tangan kiri. Berusaha membuang dari benaknya pandangan Evan yang terkejut saat ia menciumnya tadi.
"Bodoh! Kenapa aku harus bermain-main dengan harimau? Tamat. Tamatlah hidupku!"
Ivy memperhatikan ponselnya di dashboard mobil. Haruskah menghubungi Reyhan? Ia menggeleng tegas. Itu tak mungkin mengingat lelaki itu tengah mendiamkannya.
"Sungguh sial nasibkuu!" Ivy memukul kemudi sambil menjerit.
"Baiklah. Aku harus tenang," katanya, satu tangannya menggapai tas di kursi di sebelahnya duduk lalu meletakkannya di atas paha. Sambil mengemudi, ia merogoh tas lalu menghitung uangnya.
"Sial! Malas sekali ke ATM!" Ivy mendengkus sebal. Ia menoleh ke belakang.
"Dia kan orang berada. Mana mungkin tak punya uang!"
Ia lalu menuju hotel di mana Yana bekerja.***
Evan terbangun dengan tubuh pegal dan kepala sakit luar biasa. Keningnya mengernyit saat menyadari ia berada di tempat asing.
"Di mana ini?" ujarnya sambil beranjak bangun. Ia menatap sekeliling sekali lagi hingga tatapannya jatuh pada secarik kertas di atas meja. Ia segera menyambarnya.
Berterimakasih lah padaku karena aku telah bertanggung jawab membawamu kesini. Ivy Swastika Maharani
"Gadis itu!" Evan meremas kuat kertas di tangannya. Mengingat kejadian semalam, ia menggeretakkan gigi. Ia mengernyit mencoba mengingat-ingat. Sepertinya, gadis itu menciumnya. Tetapi ... ah, pasti hanya halusinasinya saja.
"Gadis itu harus diberi pelajaran!"
Ia lekas keluar menuju meja resepsionis kemudian berkata dengan wajah kesal bercampur tak sabar.
"Minta alamat temanmu! Aku akan menemuinya!"
"Jika mau keluar, kamu harus melunasi sisanya dulu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Nikah (TAMAT)
RomanceIvy Swastika Maharani Terlahir dari keluarga berada, cantik, pintar, juga mandiri. Sayangnya, tak pernah berpikir panjang dan begitu ceroboh. Karena kecerobohannya, ia harus terjebak pernikahan dengan Evan, mantan pacar sahabatnya yang selalu jute...