"Tahu nggak sih?" Rilo membuka suara.
Aku hanya berdeham menanggapi pertanyaannya.
"Gue sayang banget sama lo," Rilo berkata dengan gemas sambil mengeratkan pelukannya. Aku mengerang sesak. Televisi yang menyala tidak kami hiraukan karena terlalu terlena dengan kedekatan yang menyebabkan kenyamanan ini.
Tidur siang adalah hal wajib yang harus kami lakukan kalau tidak ada kegiatan. Seperti weekend ini, kami seharian tidak beranjak dari kasur kecuali sarapan dan kalau ingin ke kamar mandi. Bahkan aku belum mandi pagi.
Sampai pukul satu siang, tidak ada inisiatif dari kami untuk mengajak makan siang. Kami hanya terus mendekap dan merasakan kehangatan satu sama lain.
"Makan yuk," ajak Rilo akhirnya. "Gue laper nih."
"Delivery aja yuk, gue ada promo online food."
"Ya udah." Rilo menggapai ponselku di atas nakas. Lengannya masih melingkari pinggangku, sebagaimana kakinya masih membelit kakiku. Aku juga masih memeluk kepalanya, dan mengubur wajahku di rambutnya. Rasanya nyaman sekali, aku tidak ingin beranjak dari sini.
"Mau makan apa?"
"Terserah."
"Piza?"
"Boleh."
"Adanya promo cashless," protes Rilo. "Saldo lo aja null."
"Isiin dong."
"Pake cash aja lah."
"Ih, nggak ada promo dong."
"Ya elah, santuy."
"Gue lagi nggak ada duit tau."
"Ada gue."
"Jadi anak kos itu harus hemat tau."
"Ada gue, santuy."
"Eh, tahu nggak sih, Ril?" Aku memulai cerita masih dalam posisi terakhir. "Gue dapet banyak surat cinta dong."
"Oh, ya?" Rilo bergumam sambil masih memelukku erat. "Dari siapa aja emang?"
"Dari Trisha, Shavira, Rania, Kania, Putri Shafa, terus--"
"Kok cewek semua?"
"Ya kan surat cinta buat elo, tuh masih ada di tas gue. Tadinya mau gue bacain, tapi nggak sopan ah."
"Bacain sana, bacain buat gue juga."
"Bener ya?"
"Iya, sana."
Aku bangkit dari ranjang dengan girang. Merogoh tas kuliah, aku mengeluarkan sekitar sepuluh amplop dari sana, lalu kembali duduk di atas kasur.
"Sebenernya udah dari tiga hari yang lalu, tapi gue lupa mulu. Semenjak tahu kita deket, cewek-cewek jadi ada yang nggak suka sama gue, tapi ada juga yang kayak manfaatin gue buat deket sama lo juga. Susah ya, temenan sama lo sekarang."
Rilo menumpukan kepalanya di tangan kanan, dengan badan berbaring miring menghadapku. "Tapi jangan capek dan bosen sama gue, ya."
"Pernah lah," aku mendengus. "Sering, malah."
"Ya udah, boleh deh capek dan bosen sama gue. Tapi jangan tinggalin gue, ya."
Aku mengangkat bahu. "Itu gue nggak janji, tapi gue bakal berusaha."
"Apaan sih, ngomongnya pesimis banget." Rilo mendengus sinis.
"Udah lah, kita buka aja suratnya. Yang pertama dari Lidya Rahma." Aku membuka amplop pink bergambar hand lettering itu dengan perlahan.
Lalu aku mulai membacakan, "Isinya,
Dear Kak Rilo,
Saya kagum sekali dengan Kakak, Kakak selalu terlihat tampan dan menarik, juga smart dan berkharisma. Kakak juga tidak sombong dan peduli pada sekitar. Jadi artis nggak lantas membuat Kakak jadi tinggi hati. I like that.
Dan saya ingin mengenal Kakak lebih jauh.
With warmness,
Lidya Rahma."Surat yang padat, singkat, jelas. Aku memasukkan lagi kertas itu ke dalam amplop. "Kata-katanya tertata banget. Kayaknya dia dari jurusan bahasa dan sastra deh, iya nggak sih?"
Rilo hanya mengedikkan bahu.
"Ah, lo mah nggak seru." Aku ambil lagi amplop kedua. "Baca yang ini aja deh, Putri Shafa. Gue tahu nih cewek, dari jurusan kedokteran. Anaknya pinter, cakep, plus-plus dah pokoknya. Isi suratnya,
Untuk Rilo Daivadakara.
Gue tahu sebenernya nama lo ada Putra nya kan tengahnya, wkwkwk.
Udah lama banget kita nggak hangout lagi, Ril. Lebih tepatnya sih, lo nggak ikut hangout lagi sama kita-kita. Supersibuk sih manusia kayak lo tuh.
Gue kangen deh kita hangout lagi kayak dulu-dulu. Tapi lo jangan bawa-bawa si Lira mulu lah, bosen amat hidup lo di sekitaran Lira mulu. Lira juga gue liat-liat agak nggak nyambung sama obrolan kita-kita ya nggak sih?
Oh ya, lo ditanyain tuh sama Joshua. Joshua dah balik dari Malaysia. Lo baru tahu kan? Gue tadinya mau ngechat lo aja, tapi kayaknya seru ngasih surat kayak gini biar kayak jaman dulu hahaha.
Ditunggu ya kehadiran lo tuan pangeran sok sibuk hahaha!
-Putri Shafa."
Aku menghela napas. "Blakblakan banget nih cewek."
"Dan sotoy. Padahal nama gue nggak ada Putra-Putra nya. Dan padahal gue udah hangout sama Joshua minggu kemarin."
"Dia anak tongkrongan lo pas SMA kan, dari SMA sebelah?"
"Iya kali ya, gue nggak gitu merhatiin. Gue aja udah lupa sama anak tongkrongan."
"Padahal lo masih main sama mereka."
"Yang ceweknya," ralat Rilo. Tangannya membereskan semua surat itu, lalu meletakkannya ke dalam laci nakas. "Udah lah, makan dulu yuk. Pizanya udah nyampe, tuh."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
my story of being rilo's best friend
Short StoryLira pengin banget ngerasain rasanya punya pacar. Tapi entah kenapa setiap sudah dekat dengan cowok, Lira selalu stuck di tahap PDKT. Bahkan tak jarang setelah PDKT, si cowok menjauh seakan tak mengenal nama Lira. [] Rilo sama sekali nggak rela kal...