Aku sedang berusaha memecahkan soal di hadapanku saat tiba-tiba Naufal yang sedang belajar di sampingku didorong dengan kasar oleh seseorang sampai dia bangkit berdiri. Aku menoleh, siap memuntahkan amarah, saat kulihat Rilo duduk di sana dengan lebih marah. Aku diam saja. Naufal juga sepertinya mengerti karena cowok itu segera membereskan barangnya, lalu pindah ke samping Angel.
Suasana yang tadinya tenang jadi suram gara-gara aura cowok ini yang entah mengapa menekan udara sekitar. Semuanya jadi canggung.
Aku menoleh ke arahnya. Rilo diam saja. Dia menumpukan kepalanya di lipatan lengan, dengan wajah menoleh ke arahku.
Aku menghela napas. Rilo yang badmood sebenarnya adalah hal langka, tapi aku tidak mengharapkan hal itu.
Aku membereskan bukuku, disambut tatapan heran dari semua anggota di sana. Aku hanya memberikan senyuman dan pindah ke meja di sebelah mereka. Walaupun hanya meja sebelah, tapi meja itu tidak ada orangnya dan aku bisa dengan leluasa mencerca Rilo.
Rilo mengikutiku pindah. Dia melakukan hal yang sama, menumpukan kepalanya di lipatan lengan dengan wajah menoleh ke arahku. Kali ini, aku sepenuhnya menaruh perhatian padanya.
"Kenapa lagi?" tanyaku sabar.
Rilo hanya berkedip.
Aku mengerutkan kening. "Aura lo nggak enak dan itu ngeganggu banget."
Rilo mengangkat kepalanya kali ini. Dengan mata tak lepas memandangku, dia menumpukan pelipisnya di kepalan tangan.
"Lo serius nggak, sih?"
"Apanya?" tanyaku bingung.
"Yang semalem."
"Yang mana?"
Rilo menatapku kesal. "Lo yang semalem nembak gue!"
Rilo mengatakannya dengan volume yang tidak kecil sehingga orang-orang di meja sebelah menoleh semua dengan mata melotot, yang aku balas dengan lambaian tangan panik.
Kucubit sekuat tenaga pipi Rilo yang sialnya harus bersusah payah karena pipi dia tirus.
"Nggak usah kenceng-kenceng bisa, kali!" protesku. "Dan yang semalem itu gue nggak serius. Itu cuma frustrasi."
Rilo mencebik. Dia merebahkan kepalanya di meja lagi, tapi kali ini matanya tertutup.
Aku menghela napas. "Lo nggak baper kan, Ril?"
Rilo membuka mata. "Padahal gue mau jawab iya."
Jantungku bertalu. "Kenapa lo mau jawab iya?"
"Karena gue suka sama lo?" jawabnya yang lebih seperti pertanyaan.
Aku menghela napas. "Lo aja nggak yakin begitu."
Rilo tidak menjawab.
Aku mengalihkan pandangan darinya. Mulai fokus membuka buku untuk belajar lagi. "Nggak bisa. Gue semalem cuma kebawa perasaan, dan lo nggak suka beneran sama gue. Hubungan nggak bisa dimulai tanpa kejelasan gini." Aku menggeleng.
"But we're more than best friends."
Aku mengerjap, menatapnya lagi. "Maksudnya?"
"Sahabat nggak ada yang tidur bareng, peluk-pelukan, dan cium-ciuman. We're more than best friends. Why we should avoid this feeling? Actually, I like you, Lira."
Aku terkejut menatapnya sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Apa-apaan itu?
Rilo menegakkan tubuhnya. Menatap serius ke dalam mataku. "Sebenernya, gue nggak pernah mikirin cewek lain selain lo. Waktu pacaran sama cewek lain pun, gue selalu memprioritaskan elo sampai mereka bosen dan minta putus. Gue nggak bisa ngelihat cewek lain lagi. Kita ini sahabat rasa pacaran, Lira. Kenapa kita nggak resmiin aja sekalian hubungan asmara nggak jelas ini?"
Aku masih hanya menatapnya tanpa bisa menemukan kata-kata. What the hell?!
"Lira, jadi pacar gue ya?"
Aku hanya menatapnya. Sampai tawa sumbang keluar dari mulutku.
"Gue selalu maki-maki elo karena gara-gara elo, gue nggak pernah punya pacar. Gue benci sama lo karena elo yang cuma sahabat gue, tapi berani-beraninya ngancem cowok yang lagi deketin gue. Emang lo siapa? Lo aja boleh punya pacar, masa gue nggak. Nggak adil. Dasar berengsek. PHO."
Rilo hanya menatapku datar. "Maaf. Tapi gue nggak bisa lihat lo sama cowok lain. Lihat lo mengandalkan cowok lain selain gue, gue nggak rela."
Aku menggeleng. "Gue nggak bisa bayangin bakal jadi apa hubungan asmara yang ada kejelasannya ini."
Rilo tersenyum. "Jadi, jawabannya?"
"Of course, yes. Asshole."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
my story of being rilo's best friend
Short StoryLira pengin banget ngerasain rasanya punya pacar. Tapi entah kenapa setiap sudah dekat dengan cowok, Lira selalu stuck di tahap PDKT. Bahkan tak jarang setelah PDKT, si cowok menjauh seakan tak mengenal nama Lira. [] Rilo sama sekali nggak rela kal...