Tidak ada yang berubah dari rutinitasku sehari-hari kecuali statusku yang sudah berubah dari single menjadi taken. Luar biasa perubahan status itu mengefek pada hari-hariku. Rasanya semua yang ada di sekitarku jadi warna-warni dan riang gembira.
Padahal aku pacaran dengan sahabatku sendiri.
Dan walaupun aku belum tahu perasaan apa ini yang bersemayam di hatiku, tapi aku tahu bahwa aku senang bisa berpacaran dengannya. Lebih tepatnya, aku senang bisa merasakan punya pacar dan pacaran.
Aku seperti sedang memanfaatkan Rilo untuk memuaskan rasa penasaranku, tapi masa bodoh. Dia sendiri yang mengajakku pacaran dengan serius.
Rasanya aku bingung. Aku tahu Rilo masih mencari perasaan itu di hatinya. Aku pun sama. Kami tidak mencintai satu sama lain, pun tidak pernah menyangka akan memiliki hubungan asmara. Tapi kurasa Rilo benar. Walaupun status kami sahabat, tapi kami lebih dari itu tanpa kami sadari.
Mungkin tanpa kami sadari, perasaan kami telah terpaut dan telah nyaman pada kehadiran masing-masing sampai rasanya jadi ketergantungan.
Rilo
Lo dmnBaru keluar
Rilo
Gue di kantinSama siapa
Rilo
Temen2Hmmm.......
Rilo
Ayolah gabung
Gue mau ngenalin lo nihKan udh kenal
Rilo
Sebagai pacar dongAku mau tak mau merona.
Cewek. Pasti senang nggak sih, kalau digituin?
Aku ke kantin dan langsung menemukan lingkaran Rilo di pojokan kantin karena suara tawa mereka mendominasi sebagian tempat ini. Teman-teman yang Rilo dapatkan karena lingkaran jetsetnya itu sekarang menjadi pusat perhatian karena empat dari lima orang itu adalah selebriti dan selebgram. Satunya lagi juga dari kalangan jetset, keluarganya pemilik perusahaan batu bara terbesar di negeri ini yang otomatis menjadikannya selebriti tak langsung.
Aku menghampiri mereka, lalu menepuk bahu Rilo.
"Hai!" sapa Rilo sambil menepuk puncak kepalaku dua kali. Satu kebiasaan Rilo yang berubah. Biasanya dia tidak pernah menyapa dengan Hai! lembut sambil menepuk atau mengusap puncak kepalaku. Tapi saat status kami berubah beberapa hari lalu, Rilo mengganti sapaannya dan aku tidak bisa untuk tidak meleleh dengan sikapnya dalam mode boyfriend-able.
Sekarang aku mengerti kenapa banyak cewek yang suka sama Rilo.
Tapi yang aku tidak mengerti, kenapa mantan Rilo sebelumnya selalu minta putus? Padahal Rilo dalam mode boyfriend-able itu sangat sayang kalau dilepaskan.
"Hai!" Aku membalas sapaannya sambil tersenyum, lalu mengambil tempat di sebelahnya.
"Hai, Ra!" sapa seorang kribo yang aku tahu bernama Tomi. Dia ini adalah selebgram karena foto-fotonya yang aesthetic.
"Hai, Tom," balasku.
"Lo udah tahu belum kalau si Rilo udah punya pacar?" tanya seorang nerd yang kenyataannya nggak nerd-nerd amat bernama Reno. Cowok itu adalah selebgram ganteng di dunia maya, dan playboy cap buaya kalau di dunia malam. Kacamata yang dipakainya mengesankan kalau dia adalah nerd yang polos, tapi kenyataannya, dia lebih liar dari buaya.
Aku mengangkat alisku sambil melempar pandangan sekilas pada Rilo yang sedang menyesap minumannya sambil mengulum senyum geli.
"Oh, ya?" tanyaku.
"Iya, tuh!" jawab Sergum. Nama sebenarnya adalah Sergio Gunawan. Sergum hanyalah panggilan main-main karena dia anak botani. Dia juga selebgram karena wajah gantengnya, tapi terutama adalah dia suka travelling dan mengambil foto-foto bagus. "Dia ngumpulin kita di sini katanya mau ngenalin ke pacarnya."
Kulirik Rilo sambil mengulum senyum geli. "Oh, ya? Kenalin ke gue juga, dong."
Kudengar satu orang yang dari tadi tidak bersuara, Ian, terbatuk. Ian ini yang tadi kusebut selebriti tak langsung karena keluarganya pemilik perusahaan batu bara besar.
"Eh, kenapa lo, Yan?" tanya Sergum, tapi tak ada inisiatif untuk membantu mengambilkan minum atau apa pun.
Ian masih terbatuk sebelum menatap kami serius. Cowok itu memang selalu serius dan yang paling pendiam di antara mereka berlima.
"Serius, Ril?" tanyanya.
Aku mengerutkan kening. Tapi sepertinya Rilo mengerti karena dia tertawa sambil merangkulku.
"Serius, lah! Ini pacar gue. Namanya Lira. Baik-baik ya lo pada sama dia."
"What the f--k!" umpat Sergum.
"Hah?!" pekik Reno.
Sementara Tomi hanya menganga di tempatnya.
Aku tertawa melihat mereka semua seperti tidak percaya. "Hai, salam kenal. Gue pacarnya Rilo, Lira," kataku sambil menjulurkan tangan kepada mereka satu-persatu. Hanya Tomi, Reno, dan Ian yang membalas jabatan tanganku. Sementara Sergum menggeplak tanganku pelan.
"Dari kapan?" tanya Tomi.
"Beberapa hari lalu," jawabku.
"Tanggal?"
"Em," aku mengingat-ingat. Sebenarnya aku lupa tanggal berapa itu karena tidak ada catatan penting yang harus aku tanggalkan di hari itu.
Tapi Rilo mengingatnya.
"17 Maret, Sayang," katanya menekan kata-katanya sambil menekan hidungku pelan. Aku menepis tangannya sambil nyengir.
Teman-teman Rilo hanya menggeleng tak percaya sambil pamit satu-persatu.
"Yah, semoga langgeng deh lo berdua. Dari sahabat jadi pacar terus putus kan nggak enak. Lo bakal kehilangan pacar dan sahabat sekaligus."
Aku dan Rilo hanya bisa bertukar pandang mendengar kata-kata Sergum.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
my story of being rilo's best friend
Historia CortaLira pengin banget ngerasain rasanya punya pacar. Tapi entah kenapa setiap sudah dekat dengan cowok, Lira selalu stuck di tahap PDKT. Bahkan tak jarang setelah PDKT, si cowok menjauh seakan tak mengenal nama Lira. [] Rilo sama sekali nggak rela kal...