14 :: my tiredness

320 45 2
                                    

Aku turun dari motor Bara di depan lobi apartemen. Sambil mengembalikan helm, aku berterima kasih padanya.

Bara nyengir. Tangannya mengacak rambutku seperti biasa.

"Langsung istirahat, ya. Jangan main HP lagi," peringatnya. Bara tahu banget kebiasaanku yang main ponsel sebelum tidur, sampai lupa mau tidur saking asiknya.

Aku terkekeh. "Iya, iya. Makasih sekali lagi. Lo hati-hati baliknya."

Bara mengangguk. Kembali memasang helm, dia mengklakson sekali lalu pergi dari depan lobi.

Aku menghela napas.

Dulu, aku pernah menyukai Bara. Mungkin karena intensitasku pulang bareng dengannya, mungkin karena perhatiannya, mungkin juga karena sikapnya yang berbeda terhadap aku dengan Angel ataupun Putri.

Bara itu cowok humoris. Tidak susah tertawa di dekatnya. Pokoknya, kalau di dekatnya tuh mood rasanya langsung terbang tinggi ke angkasa. Bibirmu pasti minimal senyum melihat tingkahnya.

Aku mengagumi sikapnya yang itu sehingga dengan mudah jatuh dalam pesonanya. Bara memang tidak seganteng selebgram--slash--Rilo, tapi dia punya kharismanya sendiri sehingga sedikit-banyak memiliki penggemar di kampus.

Susah untuk tidak menyukai Bara. Dengan sikapnya yang selalu bisa mencairkan suasana, senyuman tengilnya yang membuat siapa pun tertawa, serta tawa hangatnya yang mampu menggelitik hingga mata berhenti berkelana, Bara itu cowok yang pacar-able.

Apalagi, dia tidak mengenal Rilo. Jadi, aku pikir waktu itu, ini saatku untuk menembus rekor yang berhenti di tahap PDKT.

Tapi itu semua hanya angan-angan. Nyatanya, Bara tidak sesuka itu denganku. Entah aku yang buta atau memang Bara hobi tebar pesona, tapi sikapnya itu banyak menimbulkan salah persepsi di pandangan gadis-gadis. Termasuk aku.

Bara ternyata sudah bertunangan, guys.

Syok? Tentu saja. Aku yang saat itu senang sekali karena bisa bertemu Bara lagi, kali itu hanya bisa terdiam karena Bara ternyata membawa gandengan.

"Guys, ini Laila. Tunangan gue."

Tidak tanggung-tanggung, Naufal bahkan menyemburkan jus yang sedang diminumnya.

"Demi apa lo?"

Bara nyengir. Menarikkan kursi untuk sang tunangan, Bara akhirnya duduk di sebelah cewek itu.

Laila tipikal cewek lemah lembut yang memang istri-able banget. Tatapannya teduh, senyumnya manis, gerakannya ayu sekali sampai aku mengira dia titisan dewi kahyangan. Tingginya semampai dengan rambut hitam bergelombang dan tubuh ramping yang dibalut kulit putih bersih seperti habis mandi susu setiap hari. Tutur katanya kalem dan aku bisa melihat bahwa Laila dan Bara memang saling mencintai.

Tunangan Bara selama ini sedang menempuh pendidikan di Yogyakarta, makanya tidak pernah nongol. Bahkan di media sosial Bara pun tidak ada foto cewek itu. Tapi saat aku melihat galeri ponselnya, banyak sekali fotonya berdua dengan cewek itu, dari yang selfie sampai foto formal saat tunangan.

Aku patah hati. Detik itu juga aku langsung menelepon Rilo dan meluncur ke tempatnya berada.

Memang, mungkin Tuhan hanya mengizinkan aku untuk dekat dengan Rilo saja.

"Lo baru pulang?" Rilo menyapa sambil melongokkan kepala dari sandaran sofa.

Aku membanting tasku di lantai begitu saja, lalu duduk di sampingnya sambil memeluk pinggangnya erat.

Rilo membalas pelukanku. Dikecilkannya volume televisi, dagunya menekan puncak kepalaku sementara tangannya melingkar di sekeliling tubuhku.

"Kenapa nih? Kok tumben?"

Aku hanya menggeleng. Pernah nggak sih merasa capek, tapi nggak tahu karena apa? Rasanya capek aja gitu, tapi bahkan merasa tidak ngapa-ngapain hari ini. Capeknya ini rasanya bikin aku pengin nangis kejer dan teriak-teriak sambil tantrum. Capek hati yang tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata.

"Lo diapain?"

Aku menggeleng.

Rilo menghela napas. "Tadi pulangnya sama siapa?"

"Bara."

"Diapain sama Bara?"

Aku menggeleng.

Rilo tidak berkata-kata lagi. Hanya semakin memelukku erat dengan dilatarbelakangi suara televisi yang mengalun pelan.

Perlahan, entah sudah berapa lama, aku melepaskan pelukanku. Menatapnya tepat di mata.

"Pacaran, yuk?"[]

my story of being rilo's best friendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang