27 :: my magical words

313 34 0
                                    

Rilodai Semuanya, gue tau kalian peduli sama gue, fans number one gue, dan sayang sama gue. Maka, jadikanlah kepedulian dan rasa sayang itu untuk sesuatu yang positif. Jangan sampai kepedulian dan rasa sayang itu terbutakan oleh keirian dan kedengkian di mata kalian. Gue udah memilih @liraanggia sebagai pasangan gue, dan gue harap kalian bisa menghargai pilihan gue. Gua sayang sama dia sebagaimana dia sayang sama gue. Once you get to know her, i'm sure you'll love her too. Jadi semuanya, jangan komen jahat lagi di ig dia ya. Dia sedih, dan gue juga jadi sedih ngeliat dia sedih. Thank you all, love u.

[]

I feel the lump in my throat as i read that caption over and over again. Aku mengambil screenshot untuk mengabadikan caption Rilo di postingan terbarunya, yang likes-nya sudah mencapai 10 ribuan, lalu menyentuh aplikasi pesan warna hijau di ponsel. Aku langsung masuk ke profil Rilo untuk melakukan panggilan.

"Hei," Rilo menyapa dari seberang. I can hear the smile as he greets me.

Aku tersenyum juga. "Hei. Di mana?"

"Masih di Abreeze," katanya, menyebutkan nama salah satu rooftop lounge di Jakarta. "Kamu di mana?"

"Di apart. Nanti pulang ke apart aku dulu, ya?"

"Iya. Mau aku bawain apa?"

Aku ber-"hm" panjang. "Es krim. Sama boba ya?"

"Oke deh, Nyonya. Tungguin ya."

"Oke, dah." Aku menutup panggilan telepon, lalu berbaring di tengah kasur dan menatap langit-langit ruangan.

Masa pacaran beberapa bulan berlalu begitu cepat, begitu membahagiakan. Aku sudah mengakui kalau aku mencintainya, tapi aku belum confess perasaanku ke dia. Nanti saja, kalau ada occasion yang membuat hatiku lumer selumer-lumernya.

Dan walaupun kami lebih banyak menghabiskan waktu di apartemen Rilo saja karena aku tidak ingin diikuti paparazi, kami benar-benar menikmati masa pacaran itu. Rasanya lebih ... sempurna. Lain daripada saat status kami masih sahabat.

Rilo is a wonderful boyfriend, and a supportful best friend, and a charmingful white horse's prince. I won't ask anything or anyone but Rilo.

Lihat saja apa yang dilakukannya saat banyak haters yang mencaci aku lewat komentar di media sosial. Dia langsung mengklarifikasi dan membelaku di media sosialnya. Dia juga tidak menggembar-gemborkan aku yang jadi pacarnya. Dia hanya membagikan momen bahagianya, dan membelaku dari para haters, dan ya sudah. Tidak ada kelanjutannya lagi untuk membuat dirinya terus viral. Nggak kayak pasangan sebelah yang viral terus, tapi nggak tahu apa yang diviralin.

Aku juga tidak lagi terus memikirkan komentar-komentar jahat yang hanya menyakiti hati. Rilo sudah meyakinkan aku kalau akulah pilihannya, dan aku percaya padanya. Aku ingin berbahagia, and no one can get on the way of my happiness.

Aku terbangun dari lamunan saat sebuah tangan melingkari perutku, lalu melesakkan wajahnya di leherku. Rambutnya yang halus menggelitik pipi kananku.

"Mana boba aku?" tagihku.

"Iya siap, Nyonya." Rilo mengeratkan pelukannya. "Ntar dulu ya. Kamu abis mandi, ya?"

"Iya." Aku memeluk kepalanya, mengubur wajahku di rambutnya. "Ayo cepetan, aku udah laper."

"Kamu belum makan?" Rilo mengangkat kepalanya. Mata cokelat hangatnya menatapku sedemikian rupa hingga aku tak bisa menjabarkannya lagi. Aku tenggelam dalam tatapannya. Tak bisa kualihkan ke mana pun lagi pandanganku. Dan tahu-tahu saja, those three magical words come out from my mouth.

"I love you."[]

my story of being rilo's best friendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang