28 :: my best midnight kiss of all time

564 36 2
                                    

Kata sebagian orang, sesuatu yang spontanitas niscaya akan melahirkan penyesalan belakangan. Tapi rasa-rasanya, aku tidak menyesali apa yang telah aku lakukan under my spontaneously.

Itulah yang aku rasakan, setelah pencarian yang lama, hati yang terombang-ambing, dan perasaan yang menggantung, maka aku akan menyatakannya. Aku menyatakannya dengan kebahagiaan penuh, harapan besar, dan perasaan yang sebenar-benarnya. Dan aku rasa, Rilo pantas mendapatkan semua cinta di dunia ini setelah apa yang diberikannya padaku. Rilo gives everything that he could, and he is worth the world.

Rilo mengerjapkan matanya. Bisa kulihat keterkejutan yang tidak lama diganti dengan kebahagiaan. Aku juga bahagia melihatnya bahagia.

Rilo bangkit, menumpu tubuhnya dengan satu sikunya sementara tangan yang lain meremas lengan atasku dengan penuh excitement.

"Sejak kapan?" tanyanya dengan amusement yang tercetak jelas di kedua matanya.

"Apanya?" Aku balik bertanya, menaikkan kedua alisku. Tanganku menyusuri lengannya yang keras bergelombang.

"Since when you do love me?" tanyanya lagi, matanya berbinar penuh semangat. "Kayaknya beberapa bulan lalu waktu kita baru jadian kamu belum cinta, deh? Waktu itu aja kamu sempet mau putus, kan," sindirnya.

Aku tertawa mendengar sindirannya. Waktu itu aku bodoh banget, bisa-bisanya minta putus karena aku kehilangannya sebagai cuddle buddy. Padahal dengan dia sebagai pacarku, aku bisa mendapatkan everything that i want in one package. Akhirnya aku menyesal telah minta putus. Itu baru kespontanan yang aku sesali di kemudian hari. Tapi nggak juga sih, karena akhirnya aku bisa mendapatkan my amazingly first kiss of all time.

Aku ber-"hm" panjang. "Sejak kapan, ya?" godaku sambil tertawa.

Rilo melotot main-main. "Serius, sejak kapan? Jawab, nggak?" balasnya seraya memindahkan tangannya dari lenganku ke pinggangku.

Aku menahan tangannya sambil tertawa. "Aduh, ampun!"

"Jawab dulu sejak kapan?"

Aku terkikik tak terkendali. "Males ah mainnya curang!"

"Ini namanya trick, Sayang, dan trick diperbolehkan asalkan nggak ngebunuh orang," balasnya ngeles.

"Rilo, ah!" pekikku sambil terkikik, masih berusaha menahan pergerakan tangannya di pinggangku.

Rilo akhirnya melepaskanku. "Jawab dong, sejak kapan?" Nadanya merajuk. Dia berbaring lagi, memelukku erat. "Kamu mah rahasia-rahasiaan mulu."

Aku ber-"hm" panjang. "Mungkin sejak ... awal? Awal yang awal banget?"

"Awal yang awal banget tuh gimana? Sejak awal kamu sahabatan sama aku?"

"Nggak gitu, Sayang." Aku tersenyum geli melihat matanya melebar penuh excitement saat mendengarku memanggilnya sayang. "Maksud aku, sejak awal perasaan itu udah ada, dia cuma nunggu seseorang yang tepat untuk menyiraminya terus. Dan mungkin, dengan kamu yang boyfriend-able begini, ngebuat aku lama-lama luluh."

Rilo menatapku dengan amusement nan geli. "Baru kali ini denger kamu ngomong cheesy gini, geli juga ya ternyata."

"Ya karena ini kan kerjaan kamu!" omelku sambil memukul dadanya. "Kamu sih maksa-maksa terus!"

Rilo terkekeh. "Apa yang ngebuat kamu akhirnya mengakui that feeling?"

"Entahlah," jawabku jujur sambil menyugar rambutnya perlahan. "Mungkin karena kamu nggak setengah-setengah menyampaikan perasaan kamu. Mungkin emang aku udah sayang sama kamu in a romantic way, tapi nggak berani ngakuin karena, you know, ego and pride. Mungkin juga karena kamu nggak janji-janji manis, tapi action speaks louder than promises. And i can feel your feelings, too."

Rilo tersenyum menatapku.

Aku balas tersenyum menatap matanya. "I love you."

Rilo tersenyum lebar, matanya berbinar menatapku sebelum menjawab, "I love you more."

And that was the best midnight kiss of all time.[]

my story of being rilo's best friendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang