Ucapan Sergum sedikit-banyak memengaruhiku beberapa hari ini. Aku kepikiran banget betapa tidak kepikirannya aku sebelum menerima ajakan berpacaran dari Rilo. Aku tidak sanggup kehilangannya kalau sampai hubungan ini tidak berhasil.
Tapi, aku pun akan kehilangannya kalau kami tidak berjodoh, kan? Hanya saja, mungkin aku akan kehilangannya lebih cepat dari perkiraan. Lagipula, memangnya hubungan ini akan sampai jenjang pernikahan? Jujur saja, pernikahan tidak ada sama sekali dalam benakku selagi masih terhalang skripsi.
Rilo pun sepertinya menyadari ganjalan pikiranku ini karena dia berkata, "Udah jangan dipikirin, yang penting kita usaha dulu buat ngelanggengin hubungan ini. Putus atau nggaknya, itu urusan nanti."
Aku setuju dengan ucapannya, maka aku berusaha untuk tidak memikirkannya lagi. Walaupun kekhawatiran itu masih ada dalam dasar benakku.
Hari ini aku ada jadwal untuk ketemu dosenku. Dan aku ditemani Hasan beberapa menit sebelum pertemuan itu dimulai. Hasan memang tidak masuk ke dalam "kelompok belajar"-ku karena dia punya circle-nya sendiri. Namun, kami cukup dekat karena seringkali satu kelas dan waktu kami OSPEK, kami satu kelompok.
"Jadi sekarang lo pacaran sama Rilo?" tanyanya sambil menyesap minumannya.
Aku mengangguk sambil menyesap minumanku. "Iya. Rasanya canggung banget karena udah berubah status. Kayaknya waktu belum pacaran merasa bebas banget. Kalau mau peluk ya peluk aja, gandeng ya gandengan aja. Tapi pas udah pacaran malah canggung gitu. Untungnya Rilo nggak ikutan canggung. Gue nggak bisa bayangin hubungan ini bakal kayak gimana kalo kita sama-sama canggung."
Hasan terkekeh. "Kadang kalo dari sahabat naik pangkat ke pacar emang gitu sih, makanya beberapa orang rela stuck di status sahabat aja biar nggak canggung. Eh, tapi tiba-tiba ditinggal nikah."
Aku memberengut. "Mendingan pacaran dong kalau kayak gitu!"
Hasan mengangguk. "Terus si Rilo udah nggak syuting-syuting lagi?"
Aku menggeleng. "Nggak sama sekali. Dia nggak ngambil apa-apa lagi, mau fokus sama skripsinya. Tinggal nunggu premier film terakhirnya aja tahun depan."
Hasan manggut-manggut. "Terus reaksi fans gimana?"
Aku membeku. Aku tidak kepikiran soal itu sama sekali. Sumpah.
Rasa-rasanya tidak ada yang aku pikirkan saat menerima ajakan Rilo. Aku hanya kepikiran untuk punya pacar, makanya aku iyakan ajakannya. Tapi ternyata sifat impulsifku ini mengundang akan banyak kekacauan di masa depan.
Benar juga. Bagaimana reaksi fans? Bukannya itu yang aku takutkan saat jalan dengannya, makanya aku tidak mau jika diajak ke mana-mana olehnya? Kenapa aku bisa melupakan hal krusial macam itu? Shit.
Hasan sepertinya tahu kekalutanku karena dia mengelus punggung tanganku pelan, menenangkan. "Ya udah, jangan dipikirin dulu. Rilo pasti bela lo, kok. Pasti dia udah mikirin semuanya, makanya dia berani ngambil keputusan ini. Lagian dia sahabat lo kan, pasti dia tahu kalau lo kadang suka impulsif dan nggak mikirin ke depannya bakal gimana."
Aku hanya bisa berdoa jika itu benar. Karena yang aku tahu, Rilo memang memikirkan semuanya dahulu sebelum memutuskan.
Aku tersenyum berterima kasih kepadanya.
"Terus Rilo ke mana? Ada kelas?" tanyanya lagi.
"Oh, hari ini syuting terakhirnya dan sekalian ada perayaan gitu-gitu karena ini film terakhirnya," jawabku.
"Berarti lo udah nggak perlu gue lagi dong kalau mau ketemu dosen?" tanya Hasan menggoda.
"Ah, nggak juga. Kalau nggak ada Rilo ya gue larinya ke lo, lah."
"Sedih amat gue dijadiin pelarian doang," jawabnya datar. "Tapi Rilo gitu-gitu pinter, kan? Setahu gue IPK-nya nggak pernah di bawah 3,5?"
Aku mengangguk dengan kesal. "Emang. Otaknya encer banget tuh anak, gue juga kesel. Padahal dia jarang masuk kelas. Gue curiga dia nyuap dosen-dosen, tapi nggak mungkin lah ya, dosen di sini kan berkompeten semua. Dan dia terlalu high class buat ngelakuin hal serendah itu."
Hasan mengangguk setuju. "Eh, mending lo ketemu dosen sekarang."
Aku melirik jam di tangan, lalu mengangguk. "Oke, deh. Makasih ya, San. Jangan bosen-bosen nemenin gue, ya."
"Loh, bukannya lo yang bosen, makanya pindah ke Rilo?"
Aku hanya tertawa.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
my story of being rilo's best friend
Short StoryLira pengin banget ngerasain rasanya punya pacar. Tapi entah kenapa setiap sudah dekat dengan cowok, Lira selalu stuck di tahap PDKT. Bahkan tak jarang setelah PDKT, si cowok menjauh seakan tak mengenal nama Lira. [] Rilo sama sekali nggak rela kal...