13 :: my feeling that i used to have

296 42 0
                                    

Rilo baru pulang pukul 7 malam. Cowok itu langsung membanting tubuhnya di atas sofa apartemenku. Aku meliriknya kesal. Seharusnya dia beristirahat di kasurnya sendiri, bukan di apartemen orang yang jelas-jelas cuma punya satu tempat tidur.

"Rilo, sana pulang." Aku menyenggol kakinya.

Rilo hanya bergumam sambil menutup wajahnya dengan bantal.

Aku menghela napas. Terserahlah.

Berlalu menuju dapur, aku membiarkan Rilo istirahat dulu sebelum membangunkannya untuk makan malam. Sambil menggoreng tempe yang sudah dibekukan, aku iseng membuka grup Teman Belajar. Omong-omong Rilo belum dimasukkan ke dalam grup ini karena Bara dan Naufal masih belum setuju.

Naufal
Gile capek bgtt

Angel
Lah lo capek msh sempet buka grup gini?

Putri
Tauk lo
Tidur atuh

Angel
Bara aja kayaknya udh teler tuh

Iya rilo jg udh teler tuh

Naufal
Kok lo tau sih dia udh teler
Emg lo serumah sm dia?

Dia ke apart gue dulu

Naufal
Tuh teler apanya
Masa ke apart lira dulu gak langsung ke rmhnya

Kan mau makan

Naufal
Kapan gue punya pacar kayak gt :(
Lira pacaran yuk

Yuk

Angel
Heh!
Lira itu jatahnya rilo! Lo nggak boleh ngembat

Apasih
Kayak yg gue bakalan sama dia aja

Putri
Lah?

Angel
Hah?

Bara
Woy plislah gue mau tdr

Angel
Ya silent lah hp lu gblk

Bara
Aduh marah2 aja lo neklampir
Suka2 gue lah hp gue jg

Aku meletakkan ponsel di meja. Mengangkat tempe yang sudah matang, lalu meniriskannya sebelum meletakannya di piring.

Dalam diam, aku berpikir. Gimana caranya supaya bisa lepas dari Rilo? Jujur, rasanya aneh kala status persahabatan terbentang di antara kami tapi kelakuan kami lebih seperti teman tapi mesra. Mana ada sahabatan tapi tidur bersama? Sahabatan tapi posesif? Sahabatan tapi peluk-pelukan?

Maksudku, sahabatan memang selengket itu. Tapi nggak seintim hubunganku dengan Rilo.

Kadang aku berpikir dia ada rasa denganku. Maksudku, dengan perhatiannya, sikap posesifnya, clingy-nya, siapa cewek yang bakal bertahan dari serangan bertubi-tubi itu? Termasuk aku. Aku juga tidak bisa bertahan.

Aku pernah menyukainya. Lebih dari sekadar sahabat. Waktu itu kami masih SMP. Sikapnya benar-benar membuatku merasa dia punya perasaan yang sama denganku.

Tapi tak lama, dia bercerita kalau lagi suka sama seseorang. Dan seminggu kemudian, dia jadian dengan Ratu. Cewek yang disukainya. Lalu hal sama terulang lagi, beberapa kali hingga aku tak bisa mengingatnya lagi.

Semenjak itu, aku kubur dalam-dalam perasaanku. Aku tidak mau terbawa perasaan lagi. Sudah cukup sikapnya membuatku meleleh.

Tapi dengan dia yang terus memberiku sikap manis seperti itu setiap hari, bagaimana aku bisa mengelak?

Aku pernah berpikir untuk punya pacar. Tapi tidak pernah sampai ada yang menembak aku. Semuanya berakhir di tahap PDKT.

Apakah ada yang salah dengan fisikku? Menurutku tidak. Kepribadianku? Tidak. Aku punya banyak teman. Lantas, apa yang membuat mereka tidak ingin menjadikanku pacar?

Aku menemukan jawabannya pada pria terakhir yang mendekatiku. Waktu itu aku sedang diantar pulang olehnya. Dan dalam perjalanan, dia bilang begini.

"Ra, gue bukannya nggak mau jadiin lo pacar, tapi Rilo nggak ngebolehin gue nembak lo."

Aku hanya bisa menganga. "Terus? Lo takut sama dia?"

"Dimusuhin Rilo itu banyak risikonya. Walaupun gue sayang sama lo, tapi gue lebih sayang eksistensi gue di mata orang-orang. Lo ngerti maksud gue?"

Aku terdiam di sisa perjalanan pulang. Sejak itu aku tahu apa alasan aku hanya berakhir pada tahap PDKT. Semuanya berakar dari satu nama. Rilo.[]

my story of being rilo's best friendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang