21 :: my confrontation

256 35 4
                                    

Setelah menuntaskan panggilan alam, aku membilas tangan di wastafel, tersenyum kecil pada perempuan yang tengah memerhatikanku terang-terangan.

Aku sedang mematut diri di cermin ketika aku mendengar pertanyaan, "Pacarnya Rilo?" dengan nada meremehkan.

Aku meliriknya sekilas, lalu mengeluarkan compact powder dari dalam tas. "Iya."

"Gue nggak pernah lihat lo. Artis baru?"

Aku tidak suka ini, tapi aku tipe cewek yang kalau penasaran akan mengikuti sampai akhir, tidak kabur di tengah-tengah lalu tidak bisa tidur semalaman karena penasaran. "Bukan artis."

"Berarti dari keluarga bangsawan kayak Rilo juga?" tanyanya lagi saat aku sedang merapikan bedak di wajahku.

"Bukan, cuma dari keluarga biasa."

Perempuan itu menelengkan kepala, memerhatikanku yang sedang mengusapkan blush on. "Oh, berarti kolega Rilo? Punya perusahaan?"

"Bukan kolega, nggak punya perusahaan." Aku hanya memandangnya lewat cermin sambil meratakan lipstick-ku.

"Bukan artis dan dari keluarga biasa?" Kutangkap keheranan yang disengajakan dari suaranya. "Kok bisa pacaran sama Rilo? Kenal dari mana?"

"Temen kampus," jawabku sambil mengecapkan bibir, merapikan lipstick.

Perempuan itu menatap dari atas sampai bawah, lalu ke atas lagi. "Cuma temen kampus dan lo merasa pantas pacaran sama dia?" Nada merendahkan yang tidak disembunyikan kentara sekali membuat geli telingaku. "Yakin Rilo serius sama lo?"

Aku memasukkan lipstick ke dalam tas, lalu menghadapnya. Dia ingin konfrontasi? Ayo! Aku sudah bertekad untuk go public, jadi aku tidak akan hanya berpangku tangan membiarkan Rilo membelaku dan melindungiku.

Kutatap dia dari atas sampai bawah, lalu kembali lagi ke atas seperti yang tadi dia lakukan. Kulihat tubuhnya menegang kaku, seperti tidak menyangka aku akan balik scanning dia seperti itu.

"Terus siapa yang pantas?" Kutelengkan kepalaku, menyandarkan pinggul di wastafel dengan kedua tangan terlipat di dada. "Lo?"

Kulihat kedua tangannya terkepal mendengar nada merendahkan yang tidak kusembunyikan sama sekali.

"Memangnya kenapa kalau gue bukan artis?" Kuangkat dagu dengan angkuh, berharap bisa mengintimidasinya. "Memangnya kenapa kalau gue dari keluarga biasa? Memangnya kenapa kalau gue nggak punya perusahaan dan bukan princess millenial?" tanyaku retoris sambil menikmati wajahnya yang berubah merah, mengalahkan blush on yang dipakainya. "Rilo tahu itu semua dan dia nerima gue, tuh? Terus lo siapa, merasa yang paling tahu orang paling pantas buat Rilo?"

Dagunya terangkat balas menantangku. "Setidaknya gue udah kenal dia dari pertama kali dia terjun ke dunia ini. Gue kenal dia, dan gue kenal orang-orang di sekitarnya yang udah pasti lebih pantas dari lo mendampingi dia."

Aku mendengus, tertawa tanpa humor. "Kenal dia dari pertama kali dia terjun ke dunia ini?" Aku menatapnya meremehkan. "Maaf ya, gue bahkan udah kenal dia dari dia masih ngompol di celana dan nangis-nangis sama emaknya." Aku lalu berjalan mendekatinya. "Dan kalaupun dia nggak serius sama gue, setidaknya gue udah pernah jadi pacarnya dan membuat dia tergila-gila."

Aku memerhatikan wajahnya yang sudah merah padam dan tangannya yang terkepal di samping tubuh. Aku tersenyum miring, lalu berjalan ke pintu keluar.[]

my story of being rilo's best friendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang