PERANTARA

106 5 0
                                    

Saya mengenal seorang lelaki bernama Ia.

Ia tumbuh sebab dihujani caci.

Ia dihidupi buah segara dada yang kini batasnya telah kasat mata.

Ia, sungguh.

Ia bermuka dua.

Satu muka ia kenakan di dalam "keramaian".

Di "keramaian", Ia bermunafik baik-baik saja.

Padahal, pada "keramaian" itu banyak ucap terasa belati baginya.

Satu muka lagi ia kenakan tatkala sendiri.

Pada kesendirian, Ia mengakui bahwa Ia sedang tidak baik-baik saja.

Ia berkeluh, Ia berkesah, tentang kenapa ini terjadi padanya.

Pada kesendirian, Ia begitu ringkih.

Padahal saya tahu, Ia adalah seorang lelaki yang tidak lemah.

Malang nian Si Ia.

Ia yang permintaannya sederhana.

Sesederhana Ia memberi tanpa berharap balas.

Ia yang permintaannya cukup sederhana.

"Aku akan memberi madu, tapi jangan memberiku empedu"










Ditulis pada hari terakhir
bulan Februari dengan semoga.
Semoga lekas membaik.

DIKSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang