Sajak Sembilan Puluh Hari

217 5 0
                                    

Sajakku ini kutulis untuk sesuatu yang pantas untuk dikenang.

Perihal sebuah saksi perjalanan sembilan puluh hari di perkotaan.

Datang dengan kemunafikan beralas "Aku tidak apa-apa."

Menaruh separuh keluh dipangkuan ibu, lalu tidak lama lagi aku pergi.

Aku perhi atau ibu yang pergi?

Entahlah. Yang jelas, di halaman kamar sewaan itu kami berpisah.

Pisah rumah, pisah dapur, pisah segalanya, lalu ganti kehidupan bersama kawan dan ibu baru.

Laun tapi pasti.

Pahit yang semula amat terasa menjelma menjadi cinta yang begiu sulit dilupa.

Sajak ini sengaja ditulis untuk sesuatu yang tulus.

Di perjalanan ini, banyak sekali hal baru yang terkadang haru.

Manusia-manusia yang begitu lugu, lugas, dan tegas banyak jujurnya.

Manusia-manusia yang murah cinta dan penuh baik.

Bersyukur sekali bisa mengenal berbagai jenis manusia itu.

Sajakku ini ku tulis agar tidak terkikis.

Prihal pelajaran hidup diantara riuh ramainya kota.

Bocah kecil dengan miliyaran tekad.

Menyambung hidup agar terus berlanjut.

Kesana kemari membawa barang dagang di tengah lalu lalang manusia berbahagia.

Sedang ia, berusaha mencari bahagia diantara gelak tawa yang mekar.

Pilu sekali melihatnya.

Sajakku ini kurangkai agar tetap tersemai.

Lelaki tua dibalik gelapnya langit Tuhan.

Ia manusia hebat.

Membawa sekarung harapan anak dan isterinya bisa makan.

Jelas sekali lelah diwajahnya. Tak samar meski di dalam larut.

Di tepian jalan, ia merehat sejenak tubuh yang seharian penuh mencari rezeki yang diturunkan Sang Maha Kaya.

Ia belum pulang selarut itu.

Benar-benar tidak adil di kota ini.

Yang hidupnya makmur benar-benar subur.

Yang hidupnya sulit, benar-benar terhimpit.

Sajakku ini terangkai dengan jutaan syukur.

Pernah dipertemukan dengan manusia hebat dalam menuai kasih.

Tentang ini semua, terimalah persembahan dan salam cinta dariku.

Terimalah jutaan maaf yang mengalir dari mulutku.

Terimalah, terima.

Sajakku ini ku tulis untuk sesuatu yang pantas untuk dikenang.

Prihal sebuah saksi perjalanan sembilan puluh hari di perkotaan.

Pergi dengan kemunafikan beralas "Aku tidak apa-apa."

Salam Rindu, Ai(rin)








Teruntuk kawan-kawanku. Terima kasih banyak telah hadir dan menjadi warna dalam hidup yang singkat ini. Terima kasih atas makna yang kawan-kawan berikan. ILYA(I Love You Always)💖

DIKSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang