Manusia Penyangga Luka

774 20 5
                                    


Fajar menyongsong raga tuk bergerak.
Menapakkan tumpu meninggalkan jejak.
Wujudkan asa tak minta iba.
Demi seonggok manusia yang terberingsut oleh dunia.
Tak lain dan tak bukan, tak punya apa-apa.

Mengeluh? Tidak. Tidak pernah ia mengeluh.
Meski setiap saat ia memeras peluh.
Bosan? Ya. Ia sempat merasa bosan.
Bosan dengan keadaan yang tidak sejalan.
Lelah? Itu pasti.
Lelah dengan nafas yang dihirup begitu susah.
Menyerah? Tak sama sekali.
Karena masih ada manusia lain yang tak berharap ia menyentuh pasrah.

Luka demi luka yang ada mulai dijeda.
Mengganti dengan sugesti diri penuh emosi.
Sugesti jiwa yang membuka doa.
"Aku dan anak istriku harus hidup membaik".

Subhanallah...
Sungguh mulia engkau duhai lelaki penyangga luka.
Mengorbankan jiwa raga demi nyawa-nyawa yang menengadah meminta jatah turuti kufur tak tahu syukur.
Sungguh mulia engkau duhai lelaki penyangga luka.
Menyita waktu damai demi melangkah mencari berkah.

Wahai Dzat Yang Maha Cinta..
Dengarlah rintihan tua itu ditemaram malam.
Tersungkur menangis berlinang air mata..
Menengadah memohon
"Yaa Rabbku...
Tuhan Yang Maha Cinta.. Ampunilah aku dan keluargaku...
Panjangkanlah umurku.. Agar aku mampu menghidupi keluarga sebagaimana yang Engkau amanahkan kepada hamba.."

Wahai Dzat Yang Memiliki Cinta..
Dengarlah nafas tua yang merintih dalam bersuara..
Kabulkanlah segala permintaannya..
Beliauku..
Lelakiku..
Manusia penyangga lukaku..

DIKSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang