Happy reading!
Sepanjang perjalanan, tak satupun dari mereka yang membuka pembicaraan. Raina, gadis itu tetap diam dalam kebingungannya akan perubahan cuaca tiba tiba itu. Tak hanya itu, ia pun sibuk menetralkan detak jantungnya yang entah kenapa seperti sedang melompat lompat.
"Duhh, ini jantung gue kenapa sii!? " batin Raina
Dan Rian? Cowok aneh itu hanya fokus pada jalanan lengkap dengan wajah datarnya.
Tak berapa lama kemudian,motor yang mereka kendarai berhenti di depan pagar hitam sebuah rumah minimalis yang tak lain adalah rumah Raina.
"Tau rumah gue darimana?" tanya Raina bingung saat sudah turun dari motor. Bagaimana tidak, sepanjang perjalanan mereka hanya diam dengan pikiran masing masing, Raina sama sekali tidak mengatakan dimana ia tinggal dan Rian memberhentikan motornya tepat di depan rumah Raina, seakan ia sudah hafal betul dengan alamat Raina.
"Ya tau aja," jawab Rian.
Demi kerang ajaib, Raina benar benar harus memiliki kesabaran ekstra dalam menghadapi makhluk yang satu ini.
Rian menyodorkan hp berlogo apel yang digigit itu pada Raina. Raina hanya diam, tak menanggapi apa yang sedang Rian lakukan.
Kriik krik
Keadaan hening beberapa menit, kedua manusia itu masih setia berdiri di depan pagar hitam rumah itu. Dengan posisi Rian yang masih menyodorkan tangannya dengan memegang handphone.
"Apasih lu? Ga jelas," ketus Raina memecah keheningan.
"Nomornya," jawab Rian singkat.
"Lo minta nomor gue apa nanyain nomor rumah sakit jiwa buat masukin elo!?"
Jawab Raina khas dengan nada ngegasnya."Pilihan pertama."
"Yaelah, tinggal bilang lo minta nomor gue aja susah benerr, nih!"
Kata Raina sambil merampas handphone dari tangan Rian kemudian menggerakan jarinya diatas papan keyboard untuk memasukan nomornya di handphone Rian. Sebenarnya, Raina tidak pernah suka membagi bagikan nomornya pada orang lain, terlebih orang tak di kenal. Sehingga, kontak pada handphonenya hanya berisi nomor ponsel keluarga dan orang orang dekat lainnya. Tapi, entah mengapa Raina langsung bersedia ketika Rian meminta nomor handphonenya. Seakan Rian sudah sangat dekat dengannya. Atau mungkin agar Rian, manusia menyebalkan itu segera pergi dari hadapan Raina."Ok, See you tomorrow," kata Rian dengan senyum tipis, sebelum melajukan motornya pergi dari hadapan Raina.
Senyum Rian yang sangat tipis itu tertangkap oleh kedua netra Raina. "Manis banget" batin Raina terpaku karena terpesona.
"Ih anjir, ngomong apa gue barusan, dasar cowok aneh," gerutu Raina pada dirinya sendiri kemudian memasuki rumahnya.
----
Raina memasuki rumahnya dengan langkah gontainya. Ia disambut dengan Mbok Lastri yang keluar dari dapur dengan senyuman ramahnya."Udah pulang non?"
"Iya Mbok"
"Non makan duluan ya... Kayaknya Bapak lembur hari ini"
"Iya mbok, tadi Raina udah dikabarin. Raina ke kamar dulu ya mbok," kata Raina ramah pada Mbok Lastri.
Memang, semenjak kepergian ibunda tercintanya, Mbok Lastrilah yang selalu menemaninya jika sang ayah tak di rumah atau keluar kota karena urusan pekerjaan. Mbok Lastri sangat menyayangi Raina, begitupun dengan Raina yang sangat menyayangi Mbok Lastri.
Mbok Lastri memiliki seorang anak perempuan, yang sepertinya lebih tua beberapa tahun dari usia Raina. Tetapi, Mbok Lastri bercerai dengan suaminya dulu dan hak asuh anaknya jatuh pada suaminya, dan kini mereka berdua pindah ke kota lain yang amat jauh dari tempat Mbok Lastri.
Bisa dibilang, Mbok Lastri menganggap Raina sebagai anaknya, begitupun Raina yang sudah menganggap Mbok Lastri seperti ibunya sendiri. Bahkan waktu kecil, Raina pernah tidak mau makan berhari hari hanya karena Mbok Lastri sedang izin pulang kampung sebentar. Oleh karena itulah, ayah Raina meminta agar Mbok Lastri tinggal menetap di rumah mereka dengan segala fasilitas dan biaya hidupnya ditanggung oleh ayah Raina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something In The Rain ☔
Fantasía"Saat aku menangis dibawah hujan, tiba tiba dia datang memelukku, menenangkanku dan kemudian kehidupanku berubah" -Raina Dwi Azrilia "Boleh saja kau tutupi tangisanmu pada yg lainnya, biarlah yang mengetahui betapa perihnya luka itu hanyalah aku...