19. Red Butterfly

4.4K 683 160
                                    

「Baca pelan-pelan」

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

「Baca pelan-pelan」


"Hyunjin di dalam."

Lelaki dengan jas dokter itu tersenyum kecil kepada chan, "masuklah. Gue harap lo udah sadar dengan semua ini."

Chan mengangguk kecil. Changbin menepuk pundak teman dekatnya itu dan berlalu pergiㅡ meninggalkan chan yang masih menatap ruangan berpintu putih di hadapannya.

Dia tidak pantas mendapatkan cinta dari hyunjin. Manusia brengsek sepertinya tidak pantas mendapatkan kasih sayang dari seseorang yang sangat polos dan tulus.

Pintu berwarna putih itu pun terbuka. Denyut nyeri di jantungnya makin terasa seiring dengan langkah kaki yang kian mendekat.

Suara monitor detak jantung mengalun menyapa telingannya. Jemari lentik dengan infus di permukaannya, serta selang oksigen di hidung. Hyunjin masih terlihat sangat cantik mesti dalam keaadan yang bisa dibilang tidak baik.

Seret kursi yang terletak tak jauh, chan duduk. "Hyunjin, sorry."

"Aku ga pantas untuk kamu. A- aku udah berjanji, ke kamuㅡ ke kita, tapi nyatanya aku ga bisa menuhin."

"Semua yang udah aku lakuin,"

"Aku lebih banyak menyakiti kamu,"

Terlalu banyak rasa bersalah yang memenuhi dirinya, itu sangat menyakitkan. Tapi ada yang lebih sakit lagi dibandingnya, dia yang tengah terbaring lemahㅡ hyunjin.

Punggung tangan yang muda di kecup terus menerus. Chan langsung terbang dari london dan belum mengganti pakaiannya. Otaknya penuh dengan hyunjin dan kali ini dia membulatkan sebuah tekad bahwa hyunjin yang akan menjadi titik fokusnya sekarang.

Saat chan genggam erat jemari hyunjin, satu jari disana bergerak kecil.

"Kamu dengar?" Senyumnya lirih, "bangun ya? Ayo kita belajar masak lagi."

"Roti isi? Mau?" Tuturnya pelan. Teringat dengan wajah hyunjin yang begitu sumringah memakan roti isi buatannya, membuatnya merasa orang yang paling pintar memasak sedunia.

"Maaf."

"Apa yang udah kulakuin dengan anak setulus kamu."

.







Cuaca hari ini begitu kelabu. Sudah sejak tiga hari yang lalu matahari selalu tertutupi oleh awan. Seperti enggan untuk menyapa orang-orang di bawah sana.

Lelaki dengan balutan jaket kulit hitam itu berjalan di lorong rumah sakit. Tapi sebelum masuk ke ruangan yang dituju, terlebih dahulu dia menghampiri sang sahabat yang tengah berdiri menatap hamparan rumput luas yang terletak di belakang rumah sakit.

Chan mengintip dibalik pintu, changbin di sana hanya terdiam dan membiarkan angin menari diantara rambutnya. Kaca mata yang biasanya bertengger di hidung mancung lelaki itu, disimpan di saku jas putihnya. Tatapan matanya kosong, hanya pohon besar yang telah menempati taman belakang rumah sakit yang menjadi titik fokusnya.

Snowshoes ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang