12. Menjadi Tante dan Om

222 13 0
                                    

12. Menjadi Tante dan Om

"Dia kuat ya Ri? Kayak nyokapnya." ujar Binar, tangan kirinya menggenggam tangan Riana, dan sebelahnya lagi mengusap perut Riana.

Riana menunduk lesu. "Tapi gue pernah jadi ibu yang jahat banget buat dia Nar. Gue...gue hampir bunuh dia."

"Jangan pernah lakuin itu lagi." ujar Binar menggenggam kedua tangan Riana dengan kedua tangannya.

Riana mengangguk. "Janji?" tanya Binar.

"Janji." jawab Riana.

"Tapi..." ujar Riana lagi. "Perut gue bakal makin besar. Gimana gue sekolahnya?"

"Kemungkinan besar, kalau kepala sekolah tau, tindakan yang bakal mereka ambil ya nge-"

"DO gue?" Riana menyela sebelum Putra berhasil melanjutkan ucapannya.

"Iya. Lagi pula, kamu gak perlu lanjut sekolah kalau perlu. Setelah lulus nanti, aku bakal nikahin kamu. Aset perusahaan almarhum Papa juga bakal jatuh ketangan aku setelah aku lulus, seperti apa yang Papa tulis di surat wasiatnya. Termasuk perusahaannya, jadi aku gak bakal kuliah dan fokus kerja aja." ujar Tio mengusap rambut Riana.

Riana menoleh kearah Tio yang memang duduk di sampingnya sebelah kiri, sedangkan  di kanannya ada Binar yang duduk dibangku samping ranjangnya. Posisi Riana adalah duduk, karena pegal sekali selalu tiduran. "Kamu serius? Aku takut, keluarga kamu..gak mau nerima aku Yo." gumam Riana.

"Setelah keadaan kamu udah pulih, kita pulang ke Jakarta dan kita langsung temuin Mama. Aku yakin, Mama pasti bakal nerima kamu dengan baik, termasuk anak ini." Tio mengusap perut Riana yang rata.

"Kalau enggak?" tanya Riana ragu.

"Pasti. Aku jamin, Mama pasti Terima kamu. Kalau-pun Mama gak Terima kamu, aku bakal tetep nikahin kamu ada atau tanpa restu dari Mama."

"Yo.." Riana memeluk Tio dan bergumam terimakasih di curuk leher Tio.

"Ri..." panggil Binar membuat Riana melepas pelukannya dengan Tio.

Binar mengambil tangan kanan Riana dan menggenggam nya lembut. "Sorry kalau gue tanya ini....tapi Ri apa—lo bener-bener gak tau, siapa ayah dari bayi ini? Apa lo gak inget lo kebocoran sama siapa?"

"Nar." panggil Tio memperingati.

"Ini harus selesai Yo, bukan gue mau ngebuka luka Riana makin lebar. Tapi ini perlu kita selesain."

"Tapi gak sekarang Nar."

"Udah. Gapapa," Riana menarik Tio untuk kembali duduk dan beralih menatap Binar.

"Gue gak tau. Saking banyak-nya laki-laki yang tidur sama gue, gue jadi gak tau siapa ayah dari anak ini.....-terlalu banyak." pada kalimat terakhirnya, Riana berucap lirih.

"Ri...jangan ngomong gitu." ujar Binar.

"Tapi memang itu kenyataan nya Nar. Gue gak tau siapa ayah dari bayi ini, karena begitu banyak yang tidur sama gue, sampai gue gak tau. Bahkan gue gak bisa hitung udah berapa banyak cowok yang nidurin gue."

"Udah, jangan dibahas lagi. Kita bahas ini nanti aja. Yang penting Riana sehat dulu, dan bayinya juga sehat. Baru kita omongin lagi." ujar Raka.

Binar menatap Riana dengan padangan menyesal. "Sorry Ri, gue nggak bermaksud—"

"Gapapa Nar, gue maklumin kok, wajar lo tanya gitu."

"Sorry."

Riana bergumam 'gapapa' sambil menepuk punggung tangan Binar yang ia genggam.

TENTANG KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang