14. Alasan

221 14 1
                                    

14. Alasan

"Barang gak pada ada yang ketinggalan kan semuanya?" tanya Raka.

"Gak ada." jawab semuanya.

Tujuh orang itu langsung masuk kedalam mobil setelah menata koper mereka. Dipaling belakang ada Raka, Putra, dan Adhan, ditengah ada Riana, Tio, dan Kanya. Didepan ada Binar, ia yang meminta tadi divilla agar dirinya duduk didepan saja.

Hari ini, hampir 2 minggu mereka di bali, mereka akan pulang kembali ke Jakarta. Karena keadaan Riana sudah membaik, begitupun kandungannya. Riana sudah membaik, keadaan mereka sudah membaik, semuanya baik-baik saja. Pertengkaran hebat kemarin sudah selesai, namun, satu dari mereka belum selesai.

Ya. Binar, alasannya masih sama, Iqbal belum juga memberi kabar, membalas pesannya, atau mengangkat telfonnya.

Binar membuka room chat nya dengan Iqbal. Sudah puluhan, atau bahkan ratusan pesan yang ia kirim dari berbagai aplikasi chat yang Iqbal miliki. Mulai dari whatsapp, line, instagram, bahkan Twitter yang memang menyediakan room chat.

Bal, kamu kenapa? Kenapa kamu kayak ngilang gini? Aku kangen Bal, aku kangen kamu, banget.

Please, bales pesan aku Bal. Aku selalu nunggu balasan kamu, jangan bikin aku berfikiran yang enggak-enggak tentang kamu.

Binar menatap kesamping kiri mobil memperlihatkan jalanan. Keningnya ia sandarkan di kaca. Rongga dadanya menyempit mengingat yang melakukan ini ada Iqbal, pacarnya.

Menghela nafas dan berusaha untuk tenang, itulah yang dilakukan Binar.

"Nar." panggil Kanya.

"Hem?"

"Are you okey?"

"Ya. Gue cuma ngantuk aja." Binar menyandar pada bangku mobil dan memejamkan mata, sebenarnya ia tidak mengantuk hanya merasa pusing saja.

Adhan mencolek bahu Riana. "Dia semalem tidur jam berapa?"

"Gak tau." jawab Riana.

"Kemaren pas gue mendusin mau minum jam setengah satu, dia masih melek main hape." Kanya bantu menjawab.

Mereka berbicara dengan suara pelan. Agar tidak didengar oleh Binar.

"Nangis lagi?" tanya Riana yang dijawab gelengan oleh Kanya.

"Binar kenapa si sebenarnya?" tanya Putra berbisik.

"Hooh. Dia kenapa? Aneh banget di rumah sakit nangis-nangis gitu." tanya Raka. "Kalian kalau ada masalah jangan main rahasia-rahasian dong, kita kan juga pengen tau dan mau bantu."

"Biasalah, namanya juga orang pacaran, pasti ada berantemnya kan." kata Riana.

"Jadi dia lagi berantem sama Iqbal?" tanya Adhan. Riana dan Kanya sama-sama mengangguk.

"Gara-gara?" tanya Tio.

"Iqbal gak ngabarin dia sedari pas Riana masuk rumah sakit sampai sekarang." jawaban Kanya sukses membuat para laki-laki itu mengumpat pada Iqbal.

"Kalau tuh bocah balik bakal gue hajar abis-abisan." geram Raka.

"Sama! Gue bakal bantu bikin tulang lehernya patah, tenang aja Rak." Putra menepuk pundak Raka, dan mereka bertos.

Dibalik kantung hoodie, tangan Adhan mengepal keras. Tentu saja dia marah, geram, tidak terima jika sahabatnya diperlakukan semena-mena oleh laki-laki. Dalam hati Adhan berjanji akan menghajar Iqbal seperti apa yang ingin Raka dan Putra lakukan.

TENTANG KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang