Pukul delapan malam, Rian melihat jam dinding di ruangan. Dia berdiri dan berusaha bergerak dengan susah payah. Sendi-sendinya nyeri setelah berkelahi dengan Alex. Rian berjalan tertatih menuju sofa, mendudukkan diri lalu mengacak rambutnya frustrasi. "Persetan dengan teka-tekinya!"
Lelaki itu terlihat kebingungan. Meraba semua sakunya untuk mencari sebuah benda, tidak lupa area sofa juga tidak luput dari ketelitiannya. "Ah, sial! Aku lupa kalau ponselku hancur."
Rian terdiam. Dia tidak bisa menghubungi bawahannya, artinya dirinyalah yang harus mengurus semuanya sendirian. "Sial!" rutuknya frustrasi.
Ini belum batasnya. Rian berusaha menjernihkan pikiran, mengingat teka-teki yang dilontarkan oleh Alex beberapa saat lalu. "Tempat yang tak berguna tapi menyimpan banyak cerita?" gumamnya.
"Tempat lusuh dengan benda-benda kenangan, pasti yang dia maksud adalah gudang belakang." Rian terlihat kembali memikirkan kata-katanya. "Tidak mungkin semudah itu."
Tapi tidak ada salahnya memastikan. Rian sudah memutuskan kalau ia akan mencoba mencari Angelia di gudang belakang.
Perlahan-lahan Rian bangkit, dia kesusahan berjalan karena salah satu kakinya patah, seluruh tubuhnya yang nyeri membuatnya memekik, "B*jingan sialan!"
Dengan usaha penuh lelaki itu keluar ruangan, menuruni satu persatu anak tangga tangga sambil berpegangan erat seperti tua renta. Setelah berusah payah menyusuri rumah luas itu, Rian sampai di bagian belakang. Di sana ada bangunan tua tidak terpakai.
Lelaki itu sangat mengetahui seluk-beluk rumah Alex karena dulu mereka pernah menjadi sahabat sebelum semuanya hancur karena kesalahpahaman.
Rian mencoba membuka pintu ruangan. Tidak terkunci. Tidak mungkin Angelia ada di sini. Tetap dengan keyakinan kalau Angelia berada di sana, Rian membuka pintu lebar-lebar sampai menimbulkan suara berderit yang begitu nyaring. Dia menyusuri setiap sudut ruang lembab itu. Nihil. Tidak ada siapapun.
"Benar, kan, kalau tidak semudah itu. Alex terlalu merepotkan," gumam Rian.
Sekali lagi Rian mencoba berpikir di mana Alex menyembunyikan Angelia. Mungkin saja dia hanya dibodohi dengan teka-teki aneh itu. "Pasti ada sesuatu."
Rian kembali masuk ke kediaman Alex Cordova untuk menyusuri setiap sudut rumah. Dia berhenti mencari saat tiba-tiba teringat sesuatu. "Tempat tak berguna, ya?" tanyanya pada diri sendiri.
"Tempat yang tidak pernah dia kunjungi dalam rumah ini. Penuh cerita? Cerita tentang Helena. Pasti studio fotonya," putusnya. Rian begitu yakin kali ini, pasti Angelia ada di sana.
Rian melewati beberapa ruangan dan berhenti tepat di depan pintu besar berwarna ungu, warna kesukaan Helena, ruangan kesukaan wanita itu. Coba dibukanya pintu itu. "Terkunci. Sial! Finger print."
"Angelia!" teriaknya. "Angelia!"
Brugh!
Brugh!
Pintu itu sudah coba didobrak oleh Rian, tapi tetap tidak terbuka. Lelaki itu kembali ke ruang kerja Alex, mengambil pistol dari tempat sampah di sudut ruangan untuk membuka paksa pintu itu.
Dor!
Alat keamanan itu rusak setelah ditembak oleh Rian. Pintu di depannya sedikit terbuka. Dia langsung membuka pintu itu tanpa persiapan. Tiba-tiba saja sebuah pisau sudah melayang ke arah Rian dan nahasnya pisau itu berhasil menancap pada perut kirinya. "Sial!"
Khuk! Rian memuntahkan sedikit darah dan langsung di sekanya.
Dengan sigap Rian mencabut pisau itu, melepas kemeja dan merobeknya untuk membalut luka sementara. Rian meningkatkan kewaspadaan, siapa yang tahu kalau ada jebakan lain. Baru beberapa langkah memasuki ruangan sudah ada tiga orang yang mengepung Rian dengan mengacungkan pistol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Angel 2
Ficção Adolescente[COMPLETE] Book 1 : Beautiful Psychopath (Dark Angel) Book 2 : Dark Angel 2 Angelia Kharisma Rajendra Putri semata wayang dari Albert Jonathan Rajendra dan Alexandra Rosabel. Menjadi pribadi yang tertutup setelah menginjakkan kaki di bangku SMP, ban...