Part 6

275 14 2
                                    

Siang ini setelah meminta izin untuk pulang lebih awal, kini Rio tengah menunggu kakaknya, di sekitaran perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan pesawat terbang, PT. Dirgantara Indonesia. Menurut seseorang yang sempat dihubunginya tadi, kakaknya tengah meliput suatu acara di pabrik tersebut. Marsal memang magang di salah satu stasiun televisi lokal di kota Bandung. Karena itu setiap harinya selalu meliput berita di tempat yang berbeda-beda. Tak heran jika ia sering terlambat pulang.

Flashback On

Dua orang anak laki-laki berwajah nyaris serupa tengah bermain sepeda di halaman depan rumahnya. Namun tiba-tiba salah satunya terjatuh dan menangis sambil memegangi lututnya yang lecet.

"Hiks. .kakak sakit," tangisnya tersedu.

Lalu anak laki-laki yang tengah mengayuh sepedanya itu berhenti kala mendengar adiknya menangis. Ia pun berlari ke tempat adiknya terjatuh tadi dan meninggalkan sepedanya begitu saja.

"Kan kakak udah bilang tadi Lio pelan-pelan kayuh sepedanya. Sini kakak tiupin lukanya." kata sang kakak seraya meniup luka di kaki adiknya. Sementara adiknya masih saja terisak.

"Kita pulang yuk bial di obatin mama di lumah," ajak sang kakak.

Adiknya hanya mengangguk lalu meletakkan satu tangannya di pundak sang kakak untuk berdiri. Dan dengan sabar sang kakak menuntun adiknya yang berjalan sedikit pincang akibat luka pada lututnya. Sesekali ia terisak saat merasakan perih di kakinya.

Sesampainya di teras rumah sang kakak mendudukan adiknya pelan-pelan.

"Lio tunggu sini kakak panggil mama bental ya," kata sang kakak seraya berlalu hendak membuka pintu rumah.

"Jangan lama-lama kak," pinta sang adik yang di jawab anggukan oleh sang kakak.

Belum sempat ia membuka pintu rumah nya tiba-tiba ia mendengar suara orang tua nya di dalam sana, tengah bertengkar. Bunyi pecahan kaca juga lemparan benda-benda di dalam rumah membuatnya enggan untuk membuka pintu. Ia pun bergegas kembali menghampiri adik nya. Dan dengan penuh kasih sayang ia memeluk adiknya seraya menutup kedua telinga adiknya dengan tangan kecilnya.

"Lio jangan dengelin apa pun selain suala kak Acel ya, Lio jangan takut kak Acel akan jagain Lio."

Rio kecil pun mengangguk. Ia cukup mengerti apa yang terjadi di dalam rumahnya ketika kakaknya memeluk dirinya seperti ini. Acel selalu memeluknya kala kedua orang tua nya tengah bertengkar.

"Kak Acel janji ya kita akan sama-sama telus, Lio gak mau sendili." pinta Rio tulus.

"Iya kakak janji kita akan selalu sama-sama," jawab Acel disertai senyum manisnya.

Flashback off

Rio menghela nafasnya mengingat kenangannya bersama Marsal diwaktu kecil. Rio rindu masa itu. Marsal yang selalu memeluknya, Marsal yang selalu menemaninya, Marsal yang selalu menyayanginya sepenuh hati.

Tak berapa lama muncul sosok laki-laki yang tengah memegang sebuah kamera di tangannya. Ia berjalan menuju motornya yang terparkir tepat di sebelah motor Rio.

"Ngapain lo di sini,"tanya nya sinis.

Rio yang tengah menundukan kepalanya seketika mendongak saat mendengar suara yang sangat dikenalnya.

"Gue nungguin lo," jawab Rio singkat.

"Ciihh ngapain lo nungguin gue. Lo pasti bolos dari tempat magang lo itu ya. Iya deh yang dipungut orang kaya bisa sesukanya." kata Marsal sarkas.

Ia sangat malas untuk bertemu dengan Rio saat ini. Sejak kejadian itu dia selalu menghindari adik kembarnya tersebut. Marsal tak ingin mengorek kembali luka di hati nya. Kepergian mama nya juga Rio waktu itu belum bisa ia maafkan.

"Langsung aja deh mau lo apa, gue gada waktu," tanya Acel jengah melihat Rio yang hanya diam sambil menundukan kepalanya.

"Bisa gak kita gak kayak gini kak," lirih Rio.

"Maksud Lo ?"

"Jangan buat nenek sedih melihat kita yang kayak gini. Nenek nungguin lo pulang, setidaknya di depan nenek jangan tunjukin kebencian lo sama gue." lanjut Rio.

Lalu Rio pun pergi begitu saja tanpa memperdulian Marsal dengan tatapan kosongnya. Jauh di dalam hatinya Marsal tidak ingin seperti ini. Dia pun sangat rindu dengan adiknya. Namun egonya tak bisa ia lawan. Sakit hatinya belum bisa dia maafkan.

Malam itu pertengkaran kedua orang tuanya kembali menjadi pengiring tidur mereka. Marsal dan Mario telah berada di balik selimut di satu tempat tidur yang sama. Meski sempit karena seharusnya Marsal tidur di tempat tidur di atasnya, tetapi ia ingin menemani adiknya. Marsal memeluk Mario seperti biasa, menutup kedua telinga Rio dengan tangan mungilnya. Sementara Rio telah terisak sejak ia mendengar suara-suara kencang kedua orang tuanya yang tengah bertengkar.

"Kak Acel adek takut, hiks. ." lirih Rio

"Sstt adek jangan takut ada kakak di sini, adek gak sendiri." jawab Marsal seraya mengusap pelan rambut Rio.

"Jangan tinggalin Rio kak," pinta Rio pilu. Marsal menggeleng pelan.

"Kak Acel gak akan tinggalin Rio, kita akan terus sama-sama, janji" kata Marsal seraya mengangkat jari kelingkingnya. Rio pun menautkan jari kelingkingnya.

"Janji."

"Sekarang adek bobo besok kita sekolah,"

Rio pun mengangguk lalu memejamkan kedua matanya. Setelah meyakinkan bahwa Rio telah tertidur pulas Marsal kembali ke tempat tidurnya. Ia pun perlahan terlelap.

"Seandainya malam itu gue benar-benar jagain lo, kita gak akan kayak gini Yo," gumam Marsal. Ia teringat kala pagi itu ia terbangun tanpa ada Rio di tempat tidurnya.

"Rio ayo bangun udah pagi." kata Marsal seraya menengok ke tempat tidur yang ada di bawahnya.

Namun ia tak menemukan sosok adiknya yang biasanya masih tertidur pulas kala ia terbangun di pagi hari. Marsal pun segera turun dan berlari ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Namun lagi-lagi kosong. Tidak ada Rio di dalamnya.

"Rio, adek dimana ?" teriaknya panik.

Marsal pun berlari ke luar kamarnya, menuruni tangga menuju ruang makan berharap adiknya ada di sana tengah menunggunya untuk sarapan. Namun lagi-lagi tidak ia temukan Rio di sana. Marsal beranjak menuju depan rumahnya, namun seketika langkahnya terhenti kala melihat sang ayah tengah duduk dengan kepala tertunduk dan kedua tangan menutupi wajahnya.

Rasa khawatir semakin menyergap hatinya. Ada apa ? Kenapa rumahnya sesunyi ini ? Perlahan ia mendekati ayahnya lalu duduk di samping sang ayah.

"Ayah, Rio mana ? Mama mana ? Kenapa rumahnya sepi sekali ?" tanya Marsal bertubi-tubi. Ia menggigit bibir bawahnya guna menahan isakannya. Marsal tahu pasti telah terjadi sesuatu saat ia tertidur malam tadi.

"JAWAB AYAH !!" bentak Marsal karena ayahnya hanya diam mengacuhkan pertanyaannya.

"Rio sama mama pergi, kamu jangan mencari mereka lagi," jawab sang ayah dingin. Lalu ia pun beranjak meninggalkan Marsal yang masih terpaku di tempatnya. Tanpa penjelasan apa pun semua meninggalkan Marsal sendiri.

Marsal menggelengkan kepalanya beberapa kali mencoba mengusir kenangan menyakitkan itu dari fikirannya.

"Lupain, Lo harus lupain semua nya Marsal !!" seru nya pada dirinya sendiri.

Tak ingin kembali terlarut akan masa lalu, ia pun bergegas untuk pulang. Melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, Marsal berharap bisa sedikit memperbaiki suasana hatinya yang kacau.

***

Haii haii aku kembali, wkwkwkwk
Maaf pendek ya part ini cuma Acel sama Rio
Semoga kalian tetep suka ya

_Diphylleia_

December RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang