Hari ini Ify dan Rio kembali di pertemukan. Mereka memang sempat janjian sebelumnya, sekalian mengambil sertifikat dari kantor tempat mereka magang. Namun mereka akan bertemu di lapangan Gashibu.
Rio telah sampai terlebih dahulu, sementara Ify masih di perjalanan. Tidak mudah bagi Ify untuk bepergian sendiri seperti ini. Ia harus mencari alasan agar terlepas dari pengawasan keluarganya, terutama dari Gabriel.
Ify harus memakai hoodie di tengah hari yang terik ini agar tidak dikenali siapa pun. Ia takut akan ada orang yang membuntutinya seperti biasa, lalu melaporkan semua kegiatannya hari ini kepada orang tuanya.
"Maaf nunggu lama," ucap Ify begitu sampai di tempat yang telah dijanjikan.
Kedatangan Ify yang tiba-tiba sontak membuat Rio terperanjat dari duduknya. Terlebih penampilan Ify yang seperti laki-laki membuat Rio terus memandangi sosok yang kini berdiri di sampingnya. Kacamata yang menghiasi mata indah Ify pun semakin menyempurnakan penyamarannya.
Ify terkekeh melihat Rio yang menatapnya dari atas hingga bawah lalu ke atas lagi. Terus seperti itu berulang-ulang. Jika Rio tidak mengenali dirinya berarti penyamarannya berhasil, mungkin. Semoga saja tidak ada yang mengenali dirinya di sini.
"Boleh duduk?" tanya Ify yang hanya di balas anggukan kaku oleh Rio.
Ify pun mendudukan dirinya di samping Rio. Lalu ia berdehem sejenak untuk menormalkan kembali suaranya.
"Jadi gimana?" tanya Ify dengan nada suara seperti biasa.
"Ka..kamu Ify?" tanya Rio yang baru menyadari bahwa orang di sampingnya adalah Ify.
"Iya ini aku," jawab Ify seraya melepas kacamata beningnya.
"Fyuhh.. Aku fikir begal," ujar Rio polos.
Plakk
"Mana ada begal pake permisi!" seru Ify gemas.
"Ya lagian kamu pakaiannya kayak gitu, kan aku gak tau kalau itu kamu," jawab Rio.
"Kalau gak begini aku gak bisa ketemu kamu."
"Kenapa?"
"Karena kamu nyebarin rumor kalau kita pacaran, jadi aku makin susah buat lepas dari pengawasan keluarga ku."
"Maaf, aku gak bermaksud. ."
"Gapapa, aku ngerti kok," sela Ify. "Hanya caranya yang salah," lanjutnya.
"Maksudnya?"
"Kamu harus jelasin semua ini di depan orang tua aku. Mereka ingin dengar langsung dari kamu."
"Boleh?"
Ify mengangguk. "Tentu saja, papa yang minta kamu datang ke rumah."
"Oke, aku pasti datang. Aku gak pernah main-main sama perasaan aku. Aku benar-benar suka sama kamu Ify, aku cinta sama kamu sejak pertama aku lihat kamu," ucap Rio penuh kesungguhan. Tangannya menggenggam erat kedua tangan Ify.
'Aku pun demikian.' batin Ify.
Ify menundukan kepalanya.
"Hey, kenapa?" tanya Rio.
"Kamu yakin suka sama aku ?" tanya Ify balik seraya menatap mata Rio yang teduh.
"Tentu saja."
"Tapi kenapa?"
"Cinta itu tak butuh alasan Fy, dia datang dengan sendirinya tanpa kita minta. Jadi aku gak tau kenapa aku bisa suka bahkan cinta sama kamu." jelas Rio.
"Tapi, kita berbeda." lirih Ify. Ia kembali menundukan kepalanya.
Jujur dalam hatinya ia pun memiliki perasaan yang sama dengan Rio. Tetapi ia tak bisa menampik perbedaan di antara mereka. Ify takut pada akhirnya ia kembali merasakan kehilangan. Meski ia tahu dari tatap mata Rio ia melihat kesungguhan, namun perbedaan itu bagaikan jurang yang sangat dalam memisahkan keduanya.
"Kamu dan aku yang tak seiman." lanjut Ify.
Rio pun mengerti apa yang Ify takutkan. Namun bagi Rio tak ada yang bisa menghalangi datangnya rasa yang baru pertama kali ini ia rasakan dan mampu membuatnya begitu bahagia.
Rio pun berusaha meyakinkan Ify, bahwa perasaannya bukan hanya sekedar ucapan belaka. Ia akan membuktikan kesungguhan hatinya untuk memiliki gadis yang menjadi cinta pertama baginya.
"Tapi itu bukan alasan untuk aku tidak memperjuangkan kamu Fy. Kasih aku kesempatan, aku akan berjuang untuk kita," pinta Rio.
"Tapi. ."
"Sssttt. . Kita belum mencobanya, kita berjuang sama-sama."
Rio pun menghapus air mata yang membasahi wajah Ify. Lalu ia menarik tubuh Ify ke dalam pelukannya membuat Ify semakin terisak.
"Jangan nangis, princess." ucap Rio seraya mencium puncak kepala Ify.
***
Saat ini Gabriel tengah menemani pak Hanafi di kolam belakang rumah. Pria paruh baya yang sedang berenang itu perlahan menghampiri Gabriel yang berada di tepi kolam dengan setengah kakinya di masukan ke dalam air.
"Abang gak mau berenang sama papa?" tanya pak Hanafi.
"Males ah,"
"Yaudah papa lanjut berenang lagi kalau begitu."
"Eehhh tunggu dulu pa, Iyel mau nanya sesuatu sama papa."
"Mau nanya apa?" tanya pak Hanafi seraya mendudukan dirinya di samping Gabriel.
Gabriel pun menyerahkan handuk putih yang ada di tangannya kepada pak Hanafi.
"Papa beneran nyuruh Rio untuk datang ke sini?"
"Tentu saja, papa harus tahu siapa orang yang berani menyukai gadis kecil papa," jawab pak Hanafi tegas.
"Bukankah papa sudah mengetahuinya, dia adalah anak dari keluarga Haling."
"Tentu saja papa tahu, kamu tak perlu khawatir." ucap pak Hanafi seraya menepuk pundak Gabriel.
Meski Gabriel bukan anak kandungnya, tetapi pak Hanafi tak pernah memberikan perlakuan yang berbeda terhadap Ify maupun Gabriel. Keduanya ia perlakukan secara adil layaknya anak kandungnya sendiri.
Pak Hanafi melanjutkan kegiatan berenangnya yang sempat tertunda. Meninggalkan Gabriel yang masih termenung dengan tatapan kosongnya.
'Gue gak akan pernah lupa siapa mereka.' batin Gabriel.
***
Uuuuuu aku kembali
Tolong ingatkan jika ada typo dan kesalahan dalam penulisanTerima kasih sudah setia menanti December Rain
I love you
_Diphylleia_
KAMU SEDANG MEMBACA
December Rain
RandomTentang cinta, bukan sekedar rasa ingin memiliki namun pada hakikat nya sebuah ketulusan mencintai itu adalah bagaimana kita bisa merelakan orang yang kita cintai untuk sebuah pengabdian. Meski pada akhir nya sakit karena luka itu ada, namun jangan...