Part 23. Kejutan kecil

178 10 4
                                    

Sejak aksi duet di acara pameran pendidikan beberapa hari yang lalu, kini Ify dan Rio tampak semakin dekat. Rio pun tak segan untuk bergabung dengan Cakka dan teman-temannya, baik ketika di kantor maupun di rumah kost. Bahkan terlihat lebih akrab daripada dengan teman satu sekolahnya, termasuk Dea. Sikap welcome yang Cakka dan teman-temannya tunjukan membuat Rio lebih nyaman bergabung bersama mereka.

Dan sejak itu pula rasa sakit hati dan kekecewaan Ify karena ditinggalkan oleh Aldo perlahan memudar. Hadirnya Rio membuat Ify melupakan kesedihannya. Perhatian kecil yang Rio berikan mampu membuatnya tersipu. Meski Ify belum mau membuka hatinya, tetapi ia tidak menolak kehadiran Rio dalam hidupnya.

Seperti saat ini Ify dan Rio tengah duduk berdua di bawah pohon besar di sekitaran area parkir, tempat awal mereka berkenalan dulu. Rio mengeluarkan sesuatu dari tas gendongnya lalu menyerahkan benda itu kepada Ify.

"Buat kamu."

"Apa nih ?"

"Buka aja."

Ify pun membuka kotak berwarna biru langit tersebut. Di dalamnya terdapat jam tangan cantik berwarna senada.

"Wah bagus banget," seru Ify senang.

"Kamu suka ?" tanya Rio.

Ify pun mengangguk antusias.

"Sangat suka !"

"Sini aku pakaikan."

Rio pun mengambil jam yang diserahkan Ify lalu memasangkannya di tangan kiri Ify.

"Makasih Rio," ucap Ify.

"Sama-sama." jawab Rio disertai senyum manisnya.

"Cieee yang berduaan aja, bikin jiwa kejombloan gue bergetar," koor Agni.

Sontak membuat Ify dan Rio menoleh.

"Apaan sih Ag," ujar Ify malu-malu.

Agni, Sivia, Shilla, Alvin dan Cakka menghampiri keduanya. Mereka baru kembali dari mushola setelah melaksanakan kewajiban mereka. Kebetulan Ify sedang halangan, karena itu ia menunggu teman-temannya di sini bersama Rio.

"Kode tuh Kka, minta cepet dihalalin," goda Sivia yang kini tengah menaik turunkan kedua alisnya sambil menatap ke arah Agni.

Agni pun dengan gemas menoyor kepala Sivia.

"Halalin pala lu !"

Sementara Cakka hanya mendelik ke arah Agni dan Sivia.

"Balik yuk udah mau masuk," ajak Cakka seraya mengusap kepala Ify.

Mereka pun kembali ke Lab karena jam makan siang telah usai.

***

Gabriel menggenggam erat handphone ditangannya. Satu fakta yang baru saja ia dapatkan tentang seseorang dan hubungannya dengan masa lalu keluarganya. Setelah sekian lama mencari tahu siapa dalang dibalik kematian keluarganya yang tragis, hari ini dia menemukan jawaban yang tak terduga. Sungguh kebetulan yang memihak padanya.

Meski dirinya kini tinggal bersama keluarga Umary, namun tidak lantas meninggalkan kasus keluarganya begitu saja. Gabriel masih berhubungan dengan orang-orang kepercayaan orang tuanya. Tentu saja tanpa sepengetahuan siapa pun, termasuk pak Hanafi.

Sebagai pewaris tunggal keluarga pratama, ia ingin mencari keadilan atas kematian keluarganya yang kasusnya terhenti begitu saja. Meski ia hanya mengandalkan orang kepercayaan ayahnya untuk memantau perkembangan kasus itu, karena sejak tragedi itu Gabriel menghilangkan jejak dengan mengganti nama belakangnya dan ikut bersama keluarga Umari. Gabriel tak ingin identitas aslinya sebagai putra tunggal keluarga Pratama terbongkar.

Gabriel menghembuskan nafas beratnya. Ia harus menghubungi Cakka.

Tuutt. .

". . ."

"Awasi Ify, jangan biarkan dia terlalu dekat dengan siapa pun selain kalian !"

". . ."

Tutt. 

Gabriel memutuskan panggilan sepihak. Ia merebahkan dirinya di sofa lalu mengacak rambutnya kasar.

Pak Hanafi yang baru saja masuk rumah heran melihat tingkah Gabriel yang uring-uringan sendiri. Ia pun mendudukan dirinya di samping Gabriel.

"Kamu kenapa kok grasak grusuk sendiri ?" tanya pak Hanafi.

Gabriel yang tak menyadari kehadiran pak Hanafi di sampingnya terloncat kaget hingga kakinya naik ke bantalan sofa.

"Astaga papa ngagetin aja, kapan masuknya ?" teriak Gabriel seraya mengelus dadanya yang masih berdebar kencang. Apakah ini yang namanya jatuh cinta ? Oke abaikan.

Pak Hanafi mengusap telinganya yang terasa berdengung karena teriakan Gabriel yang membahana.

"Ish kamu kebiasaan teriak-teriak kayak di hutan ! Itu turunin dulu kakinya, ngapain malah nangkring di situ ?!" tegur pak Hanafi.

Gabriel yang baru menyadari posisinya kini hanya nyengir seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia pun kembali duduk dengan benar di samping pak Hanafi.

"Habisnya papa ngagetin aja udah mah gak ketauan masuknya, tiba-tiba ada di samping Iyel. Kan kaget Pah."

"Kamu tuh yang dari tadi garasak grusuk mulu jadi gak kedengeran kan pas Papa buka pintu. Ngapain sih emang ?"

"Ehehhe gak ngapa-ngapain sih pah cuma emmm lagi kangen aja sama Ify. Iya kangen, Ifynya gak bisa dihubungi," jawab Gabriel bohong.

"Halah jauh saja di kangenin kalau dekat berantem mulu." pak Hanafi mendelikan matanya ke arah Gabriel.

Gabriel mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya seraya memperlihatkan deretan gigi putihnya pada sang papa. Syukur lah papanya tidak curiga dengan alasan yang ia berikan.

***

Dikit gapapa ya 🙏🙏

Terima kasih yang udah baca

_Diphylleia_

December RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang