Part 26

198 16 2
                                    

Ify menggenggam dua buah kalung dengan kedua tangannya. Kalung dengan bandul ukiran nama sepertinya, itu yang Ify rasakan di kedua telapak tangannya.

Perlahan ia membuka matanya, menatap ke arah Rio yang masih menatapnya seraya tersenyum. Senyum yang begitu manis dan hangat, membuat Ify ikut tersenyum juga.

Perlahan ia bangkit dari duduknya, berdiri di hadapan Rio dengan tangan masih menggenggam keduanya.

"Beri aku waktu untuk meyakinkan semuanya, karena aku tak ingin kembali memilih yang salah," ucap Ify.

Dan. .

Sreett. .

Dengan sekali hentakan Ify menarik kalung yang ada di leher Rio. Rio terpaku menatap tangan Ify yang kini menggenggam kalung yang baru saja ditariknya. Rio tahu ini kemungkinan yang akan terjadi.

Ify masih tersenyum menatap Rio. Lalu ia memakai sendiri kalung itu di lehernya. Kalung yang cantik dengan bantul bertuliskan Rify di tengah talinya. Lalu Ify mengambil satu lagi kalung yang masih dalam genggaman Rio, memakaikannya di leher jenjang laki-laki bergingsul itu. Kalung yang sama dengan yang ia pakai.

Rio mendongak melihat Ify yang tengah memakaikan kalung pada lehernya. Ia masih belum bisa mencerna maksud dari semua yang Ify lakukan. Rio masih menunggu hingga gadis cantik itu selesai.

"Kalungnya bagus," ucap Ify setelah selesai memakaikan kalung itu di leher Rio.

Lalu ia kembali duduk di samping Rio. Ia menatap tulisan yang menjadi bandulnya.

"Rify ?" tanya Ify.

"Rio-Ify," jawab Rio.

"Aku khusus pesan kalung itu untuk kita, tetapi. ." lanjutnya menggantung.

"Aku bukan nolak kamu, tetapi tidak juga nerima kamu. Aku mau kita jalani saja dulu, selagi meyakinkan perasaan aku. Karena aku gak mau kamu hanya sekedar pelarian buat aku. Aku mau memilih kamu karena memang hati aku yang milih, bukan karena hal lain," sela Ify.

"Jadi kamu gak marah sama aku ? Gak benci sama aku ?" tanya Rio.

Ify terkekeh pelan.

"Kenapa aku harus marah ?"

"Karena aku udah lancang suka sama kamu," jawab Rio seraya menundukan kepalanya.

"Kamu gak salah, siapa pun berhak menyukai seseorang. Karena perasaan itu datang tanpa kita minta," ujar Ify.

"Tapi aku takut setelah ini kamu akan menjauh," cicit Rio.

"Hei kenapa pula aku harus menjauh ?" tanya Ify seraya terkekeh.

"Gak ada alasan buat aku menjauh dari kamu, justru aku sangat berterima kasih karena kamu selalu baik sama aku," lanjutnya.

Rio mendongakan kepalanya, menatap Ify yang kini tengah tersenyum ke arahnya.

"Benar kamu gak marah ?" tanya Rio lagi.

"Enggak Rio."

"Jadi kita masih temenan ?" Rio mengangkat jari kelingkingnya.

"Iya, kita masih temenan," jawab Ify seraya menautkan jari kelingkingnya pada kelingking Rio.

Keduanya pun kembali tertawa. Lega, itu lah yang Rio rasakan, begitu pula dengan Ify. Keduanya seperti telah melepaskan beban masing-masing. Meski tak berakhir sebagai sepasang kekasih, namun biarlah waktu yang mengubah semuanya. Entah akan berakhir bersama atau saling meninggalkan.

***

Pukul 21:00 keduanya baru tiba di rumah kost, beruntung pintu gerbang belum di kunci oleh penjaga kost. Namun penjaga lain telah menunggu kedatangan mereka dengan wajah yang sulit di artikan.

Cakka telah menunggu di balkon depan kamarnya. Balkon yang menjadi pemisah antara kamar Ify dan kamar Rio.

Dan ketika melihat Cakka Ify berlalu begitu saja tanpa mengucap sepatah kata pun. Ify tak mau mendengar ceramah Cakka yang sudah bisa Ify tebak isinya. Ia memilih berlalu setelah berpamitan terlebih dahulu pada Rio.

"Aku masuk dulu," pamit Ify yang hanya dibalas anggukan oleh Rio. Ify pun berlalu menuju kamarnya.

Setelah melihat pintu kamar Ify yang telah kembali tertutup, Cakka pun menghampiri Rio yang masih terdiam di tempatnya memperhatikan pintu kamar Ify yang telah di tutup oleh pemiliknya.

"Sorry gue udah bawa Ify seharian," ucapnya pada Cakka yang kini tengah menatapnya tajam.

Cakka mengalihkan pandangannya, menyandarkan tubuhnya pada tembok yang ada di sampingnya.

"Seharusnya lo tahu batasan, jangan samakan Ify dengan cewek yang lain. Karena dia berbeda."

Setelah mengucapkan peringatan itu Cakka pun berbalik menuju kamarnya, meninggalkan Rio begitu saja.

Rio sadar kesalahannya hari ini karena ia telah membawa Ify pulang hingga malam. Namun ia tak mengerti apa arti kata "berbeda" yang tadi Cakka ucapkan.

"Hhhahhh," Rio menghela pasrah.

Ia pun kembali meneruskan langkah menuju kamarnya untuk segera istirahat. Biar lah Rio akan memikirkan ucapan Cakka nanti setelah otaknya kembali normal lagi.

Untuk saat ini Rio ingin merasakan bahagia yang tersisa, mengingat setiap detik yang ia lalui bersama Ify seharian ini. Rio tersenyum saat menatap kalung bertuliskan Rify yang menggantung di lehernya. Bayangan ketika Ify memakaikannya kembali berputar di kepalanya, hingga ia tak menyadari pintu kamarnya telah di buka oleh sang kakak.

"Pulang-pulang senyum sendiri, udah gila ya dek," ledek Marsal.

Namun Rio tak mendengar apa yang diucapkan kakaknya itu. Ia terus tersenyum seraya menatap kalung yang ada di tangannya.

"Jangan-jangan dia gila beneran."

Marsal pun bergidik melihat kelakuan adiknya. Dengan sengaja ia menutup pintu kamarnya dengan kencang hingga menimbulkan suara yang membuat Rio tersadar dari lamunannya.

Jeblugg !!

Ceklek

Marsal mengunci kamarnya.

"Eee. . Ehhh buka pintunya, gue masih di luar !!" seru Rio.

Dugg

Dugg

Dugg

Rio menggedor pintu kamarnya.

"Kak buka pintunya !"

"Gue gak mau tidur bareng orang gila !" teriak Marsal dari dalam.

***

Penonton yang kecewa mana suara nya ??

Mwuehehehe

Terima kasih sudah baca

Mohon ingatkan jika ada typo dan kesalahan tanda baca

Salam sayang,

_Diphylleia_

December RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang