Part 17

163 15 2
                                    

"Terima kasih kamu sudah menyelamatkan anak saya, nama kamu siapa ?"

"Bukan saya yang menyelamatkan adik kecil, tetapi semua atas kehendak Tuhan. Nama saya Gabriel om."

"Ya Tuhan memberikan pertolongan lewat kamu nak Gabriel. Sekali lagi om ucapkan terima kasih."

"Sama-sama om, sudah seharusnya kita saling membantu. Kalau begitu saya permisi."

"Tunggu, rumah kamu dimana biar om antarkan pulang."

"Saya harus mengurus kepulangan jenazah keluarga saya dulu om. Saya permisi."

Gabriel pun berlalu begitu saja dari hadapan Pak Hanafi.

"Segera ke rumah sakit nanti saya kirim alamatnya. Dan cari tahu semua tentang keluarga anak yang bernama Gabriel." perintah pak Hanafi pada orang suruhannya lewat telpon.

***

Suasana pemakaman telah sepi, semua pelayat telah pulang karena gerimis sudah turun sejak proses pemakaman selesai dilaksanakan. Tinggal lah seorang anak laki-laki yang sedang berjongkok di depan gundukan tanah yang masih basah. Di sampingnya terdapat dua gundukan yang masih baru dengan taburan bunga yang mulai mengering.

Dia Gabriel Damanta Pratama. Satu-satunya yang tersisa dari keluarga pratama sejak tragedi pembantaian yang menewaskan semua keluarganya. Jika saja ia tidak bersembunyi di ruang rahasia di balik rak buku, mungkin tidak ada lagi yang tersisa dari keluarga pengusaha bidang properti tersebut. Gabriel menyaksikan sendiri bagaimana keluarganya di bantai setelah beberapa orang berbaju hitam mendobrak paksa pintu depan rumahnya.

Ayah dan ibunya seketika tewas, dan neneknya berhasil selamat meski dalam kondisi kritis. Ia pun menelpon orang kepercayaan ayahnya untuk mengurus semuanya. Gabriel tak bisa keluar untuk saat ini karena takut dirinya akan menjadi incaran musuh sang ayah.

Setelah berhari-hari sembunyi, ia pun menemui neneknya di rumah sakit. Dengan melakukan penyamaran agar jejaknya tak diketahui oleh sang musuh yang saat ini pasti masih mencari dirinya, putra tunggal keluarga pratama sekaligus pewaris utama semua aset yang keluarganya miliki.

Namun baru saja ia menginjakan kaki di kamar tempat neneknya di rawat, ia kembali di telan kecewa. Tubuh ringkih yang dulu begitu sangat menyayanginya kini telah tertutup kain putih. Runtuh sudah semua pertahanannya, kini ia benar-benar sendiri.

"Apa yang harus Iyel lakukan sekarang ? Iyel tak punya siapa-siapa lagi," gumamnya lirih.

Gabriel pun menenggelamkan kepalanya di kedua kakinya. Bahunya semakin bergetar bersama isak tangis yang mulai terdengar. Bajunya yang telah basah tak ia hiraukan, ia semakin larut dalam kesedihannya.

Tak lama muncul dua orang pria berpakaian hitam di belakangnya. Ia pun menoleh dan menegakkan tubuhnya ke arah dua pria tersebut.

"Apalagi yang kalian mau ? Tidak cukup kah kalian membunuh semua keluarga saya !!" seru Gabriel marah.

"Bawa dia !!" perintah pria itu pada temannya mengabaikan semua ucapan Gabriel.

Keduanya menyeret paksa Gabriel dari area pemakaman. Gabriel pun pasrah, mungkin saat ini hidupnya benar-benar akan berakhir. Tak apa setidaknya itu lebih baik daripada ia sendirian. Di sana ia bisa kembali berkumpul dengan keluarganya.

"Target sudah ditangan kami," ucap salah seorang pria dengan handphone ditelinganya.

Ia menatap Gabriel sekilas yang tengah tertunduk di kursi belakang, di jaga oleh dua pria berbadan kekar di sampingnya. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan, entah kemana mobil itu akan membawa Gabriel. Gabriel sudah pasrah dan tak melakukan perlawanan.

". . ."

"Baik tuan, kami segera ke sana." ucapnya lagi. Panggilan terputus lalu ia menurunkan tangannya dan menyimpan handphone pada saku jas hitamnya.

"Ke Lembang Floating Market !" perintahnya pada pria dibelakang kemudi.

Pria itu pun mengangguk lalu menancap gas mobilnya melaju dengan kecepatan penuh.

"Tutup matanya, ikat kedua tangannya, jangan sampai dia kabur !" perintah pria di samping kemudi pada temannya di belakang begitu mereka sampai di tempat tujuan.

Lalu kedua pria di samping Gabriel melakukan tugasnya. Mata Gabriel ditutup dengan syal berwarna hitam dan kedua tangannya diikat menjadi satu oleh kedua pria di sampingnya.

"Bawa dia kehadapan tuan besar," perintahnya lagi.

Gabriel pasrah saat tubuhnya kembali di tarik pria yang ada di sampingnya, keluar dari mobil. Ia berjalan di antara kedua pria yang menuntunnya, entah kemana kedua pria itu akan membawanya. Tak berapa lama dirinya di dudukan di sebuah kursi kayu.

Ia mendengar derap langkah mendekati dirinya. Sebisa mungkin ia mengabaikan rasa takutnya. Kemudian ia merasakan seseorang memegang kedua bahunya erat, menepuk-nepuk pundaknya lalu menuntunnya untuk berdiri.

Orang itu perlahan membuka ikatan di kedua tangan Gabriel lalu membuka kain yang menutup matanya. Gabriel tak sanggup membuka mata, tak ingin melihat siapa sosok yang ada di hadapannya. Hingga bias suara itu membuatnya terkejut.

"Buka mata mu !"

***

_Diphylleia_

December RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang