03

145 49 14
                                    

Penguasa itu mulai mendekat ke arah kami. Dia mendongakkan kepalaku dan memegang luka di tangan kananku. Sekarang aku bisa melihat wajahnya dengan sangat jelas dan tatapannya sangatlah tajam dan berwibawa.

"Siapa kalian?"

"Kami hanya seorang pengelana yang tersesat, Pak," jawabku berbohong kepadanya.

"Jawab dengan jujur! Aku bisa membaca semua pikiranmu. Cepat katakan kepadaku apa maksud dan tujuan kalian datang ke Kota Chaya?" tegasnya sambil memukul kepalaku.

"Hem ... itu, Pak." Aku tidak tahu ingin menjawab apa kepadanya. Jika saja dia bisa membaca pikiran orang mengapa ia bertanya kepadaku. Bukankah itu membuang waktu dan energinya saja? Sungguh penguasa yang aneh.

"Kami hanya numpang lewat, Pak," jawab Alex dengan suara melemah.

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipinya Alex. Aku sangat tidak tega Alex diperlakukan seperti ini, tapi aku juga tidak tahu hal apa yang akan aku lakukan. Menghubungi profesor Metro dan meminta bantuan, itu adalah hal yang mustahil. Semua tas yang kami bawa tertinggal saat bersembunyi di balik semak-semak itu.

"Fikfan!" seru penguasa, dihadapan kami berdua.

Aku dengan Alex saling bertatapan. Aku tidak percaya, penguasa itu dengan cepat bisa menebak bahwa kami dari tim detektif fikfan. Penguasa itu berdiri dan tertawa dengan sangat keras. Seolah-olah sesuatu hal yang ia rencanakan datang dengan sendirinya tanpa melakukan suatu usaha apa pun. Kemudian penguasa itu keluar dari ruangan dan entah kemana perginya.

Alex berdiri dan berjalan mendekati dinding-dinding ruangan ini. Sesekali ia menyentuh dinding tersebut dan mulutnya tidak henti-hetinya membaca sebuah mantra. Aku yang penasaran terhadap sikapnya, langsung menghampiri dirinya.

Tiba-tiba penguasa itu datang kembali ke ruangan ini. Dia sekarang tidak sendirian, melainkan bersama seorang laki-laki yang gagah. Bisa jadi itu adalah temannya. Kami berdua hanya memandangi mereka dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Fikfan!" tegas laki-laki itu. Dia mengulangi kata-kata penguasa aneh itu dengan senyuman sinis.

"Kau kalah! Kau memang tak pandai bersembunyi!" Penguasa dan laki-laki itu tertawa dengan sangat keras. Semua kata-kata yang mereka keluarkan membuat kami semakin penasaran. Apa maksud mereka?

"Siapa yang kalah?" Alex berjalan ke arah mereka. Mereka tidak menggubris pertanyaan dari Alex. Aku sangat mual dengan senyum sinis dari mereka. Seolah-olah ini adalah sebuah permainan teka-teki. Untukku ini sungguh tidak adil.

Mereka berdua menyuruh para penjaga memasukkan kami ke ruang bawah tanah. Aku mencoba memberontak walaupun tahu bahwa akhirnya juga akan kalah dan hanya menghabiskan energi saja. Bagiku itu tidak masalah, asalkan aku sudah berusaha untuk memberontak dan kemenangan atau kekalahan itu hanyalah sebuah bonus.

Berbeda dengan Alex, ia tetap tenang dan mengikuti perintah dari penguasa dan laki-laki gagah itu. Saat sampai di dalam penjara, ingin sekali aku bertanya tentang sikapnya yang aneh dari biasanya.

Takutnya kepalanya jadi encer gara-gara kemarin jatuh saat melawan penjaga Chaya. Jika dia memang benar-benar berubah, tidak ada lagi seseorang yang membantu aku saat menjalankan tugas seperti ini.

Alex duduk di sudut penjara ini. Dia menjauh dariku. Mungkin dia sedang bermeditasi untuk meminta pertolongan kepada profesor Metro. Untuk masalah ilmu, Alex memang sudah banyak mendapatkan ilmu dari profesor Metro dibandingkan dengan aku. Dia juga sudah sangat mahir jika berurusan dengan penjara ataupun masalah saat menjalankan tugas dari profesor.

Jadi, aku sudah tidak khawatir akan mati. Karena Alex punya banyak ide untuk mengalahkan musuh yang menghambat tugasnya. Kini aku hanya memandangi luka yang semakin lama tak kunjung sembuh. Malahan luka itu semakin membiru dan terkadang terasa sangat nyeri.

"Fank, aku tahu caranya agar kita berdua bisa keluar dari sini." Alex mulai berbicara dengan serius. Dugaanku memang sangat tepat, dia pasti akan menemukan jalan keluarnya. Dia memang sahabat yang bisa diandalkan.

"Apa caranya?" tanyaku dan berharap semoga saja bukan masalah umpan-mengumpan kepada musuh.

"Seperti biasa, Fank." Alex tersenyum puas.

"Sekali-kali kamulah yang jadi umpan masa aku terus."

"Aku tidak yakin kamu bisa di posisiku, Fank. Nanti rencananya bisa hancur dan kita akan mati karena kebodohanmu."

Kini kami berdua membuat sebuah peta konsep untuk pelancaran rencana kami. Sebenarnya yang membuat hanya Alex, aku hanya melihat dan mengangguk untuk tanda mengerti saja. Untuk menjadi umpan itu taruhannya juga nyawa, seharusnya Alex harus berterima kasih kepadaku.

Walaupun aku tidak pandai dalam berpikir dan menyusun rencana, tapi setidaknya aku ahli dalam masalah mengelabui musuh. Keahlian yang satu ini yang membuat diriku masih percaya diri saat menjalankan tugas dari Profesor Metro.

Perutku terasa sangat sakit. Bukan sakit karena virus ataupun penyakit, tapi sakit ini muncul karena aku kelaparan. Dari tadi siang hingga sekarang tengah malam, belum juga perutku ini terisi dengan makanan. Tadi yang terpikirkan hanya bagaimana caranya agar bisa selamat dari mara bahaya, makanya aku sampai melupakan keadaan perutku.

"Lex, aku lapar. Aku ingin ma-"

"Aku bukan ibumu, Fank! Bukan hanya kamu saja yang lapar," potong Alex cepat.

"Aku hanya memberitahu saja kepadamu. Kalau aku itu sedang lapar," kataku kepada Alex.

"Tidak usah ngegas bicaranya!" tegur Alex dengan nada yang meninggi.

"Yang ngegas siapa? Jelas-jelas kamu!" kataku membela diri.

"Selain lelet, suka ngegas, kamu itu memang tidak pintar, Fank," sindir Alex seraya

"Lambat? Kalau lambat, kenapa aku selalu jadi umpan dalam menjalankan tugas?"

"Karena aku kasihan saja, udah capek-capek bertugas tidak kebagian apa-apa. Yasudah aku kasih jatah umpan saja." Dia mulai meledekku.

"Oh, yaudah, baik. Aku akan keluar dari sini tanpa rencanamu." Aku mulai kesal dengannya.

"Silakan. Aku tidak peduli!" seru Alex sembari berbaring di lantai yang dingin ini.

Aku benar-benar marah kepadanya. Dia sangat merendahkan harga diriku. Aku juga punya hati, memang benar pasti dia hanya becanda. Akan tetapi, itu bukanlah hal yang patut untuk dibuat leluconan.

Kuputuskan untuk segera tidur dan tidak menyapanya hingga besok pagi. Jika saja dia tidak mau meminta maaf, maka aku tidak akan berteman lagi dengannya. Bukan hanya Alex yang meremehkan kemampuanku, tapi profesor juga sering mengatakan hal yang sama.

Apalagi jika aku berbuat salah, Alex dan profesor akan marah-marah dengan bersamaan. Terkadang itu sangat menyakitkan. Jika saja Alex yang berbuat salah, tentu saja profesor akan mengaitkan kesalahannya terhadap diriku. Alex memang menang banyak jika masalah menarik perhatiannya profesor. Bukannya aku tidak bisa menarik perhatiannya profesor, tapi memang profesornya saja yang tidak tertarik kepadaku.

Saat aku ingin memejamkan mata, tiba-tiba aku mendengar perbincangan dari penjaga Chaya. Hal itu membuat diriku merasa takut dan membatalkan keputusan untuk memutuskan persahabatanku dengan Alex. Kemudian dengan suara yang sangat pelan, kubangunkan Alex dari tidurnya.

Detektif Absurd[COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang