13

27 9 0
                                    

Bayangan tersebut seperti memeluk tubuhku dan Key. Puluhan pisau yang ingin melukai kami seketika melayang di sekeliling bayangan. Kemudian dalam sekejap puluhan pisau itu hancur lebur.

Aku berdiri dan memperhatikan bahwa orang berpakaian hitam itu masih berdiri di sudut bangunan yang gelap. Ternyata orang tersebut sedari tadi memperhatikan kami. Apalagi saat bayangan tersebut muncul dan berusaha menahan serangannya.

Bayangan yang selalu hadir di saat aku kesulitan, sudah menghilang. Orang tersebut tidak lagi menyerang kami berdua. Namun, tiba-tiba bayangan itu kembali hadir di belakangnya orang tersebut.

"Bayangannya muncul lagi, Key," bisikku dan Key mengangguk.

"Terus sekarang kita harus ngapain?" tanyaku dengan nada yang rendah.

"Ikut aku!" tegas Key dan aku mengekorinya.

Kami sudah berada di samping orang tersebut. Jarak kami dengannya mungkin sekitar lima meter saja. Namun, ia tidak menyadari bahwa kami berada di dekatnya.

Bayangan tersebut ternyata mengganggu orang tersebut. Ia menggelitik orang tersebut tanpa berhenti. Orang itu tertawa dan kami berdua secara spontan langsung terkejut.

"Aku kenal dengan suaranya," kataku pelan.

"Aku juga," kata Key tidak ingin kalah.

"Terus, kita harus ngapain?" tanyaku kepada Key.

"Pertama kita harus bisa memanfaatkan situasi ini. Kedua, dari arah belakang aku akan menusuk jantungnya-" Key belum selesai berbicara.

"Terus aku ngapain," selaku cepat.

"Diam dulu! Kamu diam aja dulu di sini, mumpung bayangannya masih menggelitik si munafik tersebut. Aku akan dengan cepat membunuhnya." Jim mulai mendekat ke orang tersebut.

Aku bersandar di tembok sambil memperhatikan gerak-gerik Key. Kenyataannya, bayangan tersebut berhenti menggelitik saat Key sudah mengangkat pisaunya.

"Mampus!" umpatku.

Key memberi kode untuk aku keluar dan membantu dirinya. Namun, itu semua sudah terlambat. Orang tersebut lebih dahulu mengambil alih pisaunya. Aku diam-mematung-melihat kesengsaraannya Key.

Tubuh Key seketika kaku saat diberi jurus kris. Aku semakin panik. Kembali lagi seperti dahulu, aku harus menjadi umpan sebagai pengecoh orang tersebut.

"Woi! Sini kalau berani, hadapi aku!" teriakku dan orang tersebut berbalik badan.

"Apa belum cukup tusukan tadi, Fank?" tanya orang tersebut dan aku menelan ludah kasar.

"Hah, aku ngga takut sama kamu, Jay!" tegasku dan dia langsung membuka topengnya.

"Oh, ternyata kamu sudah tahu," ucapnya sambil tersenyum puas.

"Dasar! Kamu harus merasakan akibat dari perbuatanmu, Jay! Kamu pembunuh!" teriakku dan ia hanya tertawa keras.

Aku segera mengambil pisau yang berceceran di jalan. Memegang pisau tersebut dengan erat dan ingin membalas perbuatannya yang keji tersebut. Alex, dia adalah temanku. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah rela jika Alex mati dan Jay tidak mati juga. Nyawa harus dibalas dengan nyawa.

Aku berlari menuju Jay. Rasanya pisau ini sudah sangat haus untuk meminum darahnya Jay. Langsung saja, dengan sekuat tenaga aku tusuk jantungnya. Namun, Jay tidak merasa sakit sedikit pun.

Aku mundur dengan perlahan. Melihat ke arah pisau yang aku gunakan untuk membunuh dan pisau tersebut bengkok. Rasanya ini sangat tidak mungkin. Namun, Jay juga profesor sama seperti Profesor Metro.

Detektif Absurd[COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang