09

66 28 4
                                    

"Mungkin mereka melakukan semacam permainan truth or dare." Jim tersenyum tipis ke arahku.

"Terus profesor Metro ambil dare gitu?" tanyaku-menanggapi perkataannya.

"Bisa jadi, makanya mereka berdua akur," kata Jim sembari membuka jendela kamar.

"Ah, yang bener kamu?" tanyaku- menanggapi perkataan Jim yang mungkin dia buat-buat.

"Beneran, Fank. Aku mau mandi dulu, ya." Jim beranjak keluar dari kamar tidur.

Aku masih berusaha mencari jawaban atas rasa penasaranku kepada profesor Metro, yang seketika berubah menjadi akur dengan profesor Jay. Padahal, jika dilogika itu tidak akan mungkin. Ibarat singa dan tikus bisa jadi teman itu hanya dalam dongeng saja. Dalam kenyataannya singa masih tetap menjadi pemangsa dan tikus menjadi mangsanya.

Menurutku akhir-akhir ini banyak sekali kejadian yang aneh. Sejak kematian Alex, hidupku berubah 180 derajat. Seperti menerima karma karena perbuatanku terhadap Alex. Apa mungkin Alex menyimpan dendam kepadaku? Jadi, walaupun dia sudah menjadi arwah, tetapi dia juga masih jahil untuk menakuti diriku.

Key sudah pulang ke rumah dengan membawa beberapa lembar daun syah. Aroma daunnya sangat harum. Daunnya kecil membentuk love dan itu sangat enak sekali jika dipandang. Kemudian Key membawanya ke dapur untuk ditumbuk dan diberikan ke aku sebagai obat.

Tidak terlalu lama aku menunggu, Key datang dengan obat daun syah tersebut. Kemudian dia mengoleskan daunnya ke bagian perutku yang terluka. Lantas dengan hitungan detik perutku sudah sembuh. Bekas lukanya saja sudah hilang. Ini benar-benar nyata dan sangat ajaib.

Jim dan Key tersenyum simpul melihat raut wajahku yang kaget karena obatnya dapat menyembuhkan dalam hitungan detik. Dengan malu, aku ikut tersenyum sambil menggaruk- garuk kepala.

"Setelah ini kamu mau ke mana, Fank?" tanya Key dengan serius.

"Belum tahu ... mungkin akan berkeliling sambil mencari udara segar," jawabku kepada Key. Aku juga masih bingung ingin melanjutkan perjalanan ke mana. Tujuan awal memang ingin mencari virus, tetapi melihat keadaan sekarang yaitu profesor Metro yang malah membenci diriku. Profesor Metro juga mengeluarkan aku dari fikfan. Apakah aku masih bertanggung jawab atas tugas yang ia berikan? Sungguh aku masih bingung dengan keadaanku sekarang.

"Kalau begitu kamu ikut kami saja, Fank," ajak Jim dengan senyum khasnya.

"Ke mana?" tanyaku sambil mengerutkan alis.

"Ah, jalan-jalan saja, mungkin ada informasi tentang perkembangannya Jay. Lagian kalau kamu Berjalan sendirian takutnya ada musuh yang menyerang mendadak," jawab Jim menjelaskan kepadaku. Perkataannya yang terakhir membuat diriku merasa terendahkan.

"Okelah." Aku langsung menunduk. Jim dan Key hanya tertawa melihat tingkahku.

***

Kami bertiga sudah siap untuk berkeliling hari ini. Kali ini kami akan menuju ke sebuah rumah milik seorang mantan detektif king yang bernama Nez. Jim dan Key ingin mengetahui lebih dalam tentang Jay. Makanya dia ingin mengajakku ke sana.

Hal ini bukan hanya mereka berdua yang untung tetapi juga aku. Biasanya seorang detektif lebih banyak pengetahuannya daripada orang biasa. Bahkan detektif juga lebih tahu tentang rahasia kelemahan atau pun kelebihan dari seseorang yang ia incar.

Nez adalah seorang detektif perempuan. Dia sangat tegas, ganas, cerdik, dan gesit. Dia juga sangat cantik. Apalagi saat berkelahi, dia sudah tidak bisa dibilang perempuan lagi. Karena penampilannya seperti laki-laki alias tomboy. Itu adalah ciri-cirinya Nez menurut Jim dan Key, sedangkan aku yang mendengarnya semakin tertarik kepadanya.

Tertarik bukan berarti muncul perasaan cinta. Tetapi kata tertarik diartikan sebagai kata penasaran terhadap detektif yang satu ini. Bisa jadi, karena informasi yang ia berikan, aku bisa mendapatkan alasan tentang perubahan dari profesor Metro.

Terlihat di depan terdapat sebuah gubuk. Halamannya penuh bunga yang sudah bermekaran. Kemudian Jim segera mengetuk pintunya dan Nez membuka pintu tersebut. Nez terlihat kaget terhadap kedatanganku. Dari raut wajahnya ia sangat membenciku.

Tanpa basa-basi dia menyerangku. Aku yang tanpa persiapan langsung terjatuh begitu saja. Sedangkan Jim dan Key langsung menenangkan Nez agar ia berhenti menyerangku.

"Tunggu ...." Aku bangkit seraya tersenyum untuk mencairkan suasana.

"Detektif fikfan!" tegas Nez kepadaku.

"Sudah-sudah, dia itu baik Nez. Dia juga tidak akan macam-macam kepadamu," kata Key menenangkan Nez yang masih emosi melihatku.

'Ternyata benar, Nez kalau marah sangat menyeramkan seperti singa,' batinku.

"Pembunuh!"

"Penghianat!" Aku sudah dua kali mendengar kata penghianat. Yang pertama oleh profesor Metro dan yang kedua oleh Nez. Aku sempat terpancing, tetapi dengan sekuat tenaga kutahan amarahku agar semuanya tidak semakin memburuk.

"Kalau kamu punya masalah terhadap salah satu anggota fikfan, aku mewakili seseorang itu untuk meminta maaf kepadamu," kataku dengan bijak.

"Anggota fikfan tidak semuanya sama, jadi tolong jangan samakan aku dengan orang yang kamu maksud." Aku berbicara dengan nada yang cukup serius.

Setelah mendengar perkataanku, Nez mulai tenang. Kemudian ia meminta maaf kepadaku. Nez segera menyuruh kami bertiga untuk masuk ke dalam. Kemudian Nez ke dapur untuk memberikan kami minum dan beberapa camilan.

Jim dan Key segera berbicara tentang tujuannya ia datang ke sini. Nez mendengarkan Jim dan Key dengan seksama. Jim dan Key terdengar beberapa kali bertanya, sedangkan Nez dengan sabar menjawabnya secara detail.

"Jay sekarang telah berkembang pesat. Menurut kabar yang aku terima, Jay sekarang telah berdamai dengan Metro." Nez berbicara dengan sangat serius.

"Apa kamu tahu penyebabnya Jay dan Metro bisa berdamai?" tanya Jim yang sepemikiran denganku.

"Menurutku, Jay melakukan itu agar bisa menguasai kota Hinan seluruhnya. Tetapi, bisa jadi ada tujuan lain yang ingin ia capai," jelas Nez.

"Mungkin saja, Jay juga ingin menghancurkan markas fikfan. Anggotanya sekarang tinggal berapa?" Nez menatapku tajam.

"Tinggal aku dan profesor Metro." Aku menundukkan kepala.

"Kalian saja yang bodoh. Profesor Metro seharusnya sudah mengeluarkan kalian semua awal-awal. Sayang, profesornya jenius, tetapi anak buahnya konyol semua," kata Nez sambil tertawa lepas.

"Hahaha ... tentu saja kamu benar." Aku ikut menertawakan diriku sendiri.

"Lantas sekarang, apa yang harus aku lakukan agar Jay tidak seenaknya menguasai Hinan?" tanyaku kepadanya.

"Hah! itu hanya sia-sia saja. Lebih baik sekarang kamu tiduran saja di rumah. Bukannya kamu sudah bukan anggota fikfan lagi?" Aku tersadar oleh perkataan Nez barusan. Dia benar, aku telah dikeluarkan dan untuk apa aku susah-susah mengalahkan Jay lagi?

'Tidak, aku berasal dari Hinan. Mau tidak mau aku harus melindungi kota kelahiranku,' batinku.

"Maafkan aku yang sudah lancang bertanya begitu kepadamu." Aku segera bangkit dan keluar dari rumahnya. Di teras, aku memandangi bunga mekar yang membuat diriku sedikit tenang.

Kemudian Jim datang dan menyuruhku untuk masuk kembali. Namun tawaran tersebut aku tolak dengan sopan. Hatiku masih sakit akibat perkataan Nez walaupun itu benar. Tetapi, setelah kudengar perkataan Nez tentang Hinan yang berikatan dengannya, dengan spontan aku kembali masuk dan mendengarkannya.

Detektif Absurd[COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang