04

102 47 9
                                    

"Kamu tahu kan dua pemuda yang tadi sore kita tangkap."

"Iya, katanya mereka dari tim detektif fikfan. Makanya tadi Pak Zak manggil Profesor Rey, kan Profesor Metro kota Hinan musuhnya Profesor Jay."

"Jelas. Bisa jadi Profesor Rey akan memberitahu ke Profesor Jay bahwa tim fikfan sudah ada di markasnya."

"Tadi juga Pak Zak bilang bahwa mereka berdua akan dibunuh besok, tepat di hadapannya Profesor Jay."

"Pastilah! Mereka kan masuk sendiri ke dalam sarang macan. Salahnya mereka sendiri tidak hati-hati. Ha-ha-ha."

Alex yang sedari tadi aku bangunkan hanya meliuk ke kanan dan kiri saja. Dia tidak menggubris kehadiranku. Malahan dengan sangat keras, dia memukul tangan kananku yang terluka dengan sangat keras.

Plak!

"Akhh .... " Aku menjerit keras. Para penjaga yang tadi berbincang-bincang kini mereka datang menghampiri diriku. Alex juga tidak terbangun walaupun ada suara jeritan yang sangat keras. Kemudian dua penjaga itu masuk ke dalam penjara untuk melihat kondisiku.

Tiba-tiba Alex memukul kepala kedua penjaga tersebut hingga pingsan. Lalu ia mengambil pakaian milik penjaga itu untuk ia kenakan. Begitu pun denganku yang mengikutinya untuk mengenakan pakaian mereka.

Kini kami berdua naik untuk melarikan diri. Di depan pintu untuk keluar dari ruang bawah tanah, terdapat sebuah leser pendeteksi keamanan. Tugas kami berdua adalah menghindar dari leser tersebut jika ingin selamat dari sini.

Bagi Alex iki adalah hal yang mudah, ia hanya akan melompat dan selamat dari leser tersebut. Namun, tidak bagiku, ini adalah hal yang sangat sulit. Aku tidak bisa bergerak dengan sangat cepat. Sekarang aku akui bahwa lambat adalah sifat dari Fank.

Alex melompat dengan sangat cepat. Dia sudah sampai di seberang leser dan menunggu diriku. Sekarang giliranku yang memulai pertempuran ini. Satu leser sudah bisa kulalui. Tinggal lima leser lagi dan kami berdua akan segera selamat dari sini.

Ngngg ...! Ngngg ...!

Leser itu mengenai tubuhku. Alex langsung melompat dan menggendong diriku untuk segera bersembunyi. Kami berdua masuk ke dalam ruang persenjataan. Di sana banyak sekali alat-alat canggih seperti penemuannya Profesor Metro. Namun, alat ini lebih canggih 10 kali lipat dari alat milik Profesor Metro galak itu.

Dari luar ruangan terdengar suara keributan. Mereka semua sedang mencari seorang penyusup yaitu kami. Ada salah seorang penjaga yang melaporkan bahwa tahanan fikfan sudah tidak ada di penjara. Hatiku berdegup sangat kencang, penjaga itu melaporkan tentang kami, tepat di depan ruang persenjataan, tempat persembunyian kami.

Alex membaca sebuah mantra agar pikiran kami tidak bisa dibaca oleh Pak Zak tersebut. Dia bukanlah seorang profesor, tampilannya sangat sederhana dan berwibawa. Tapi, dia bisa membaca pikiran orang, kemampuannya itu yang membuat musuhnya harus berhati-hati.

"Cari tim fikfan tersebut sampai ketemu."

"Baik, Prof."

"Kemampuanku akan aku gunakan untuk melacak mereka, Rey."

"Silakan."

Alex mengajak diriku untuk melompat lewat jendela ruang persenjataan ini. Padahal aku ini sangat takut ketinggian, tapi demi keselamatan aku akan melakukannya. Pertama Alex yang melompat dan disusul denganku.

Kami berdua akhirnya bisa keluar dari markas tersebut. Tapi, ini bukan berarti kami berdua bisa bebas dari Pak Zak dan Profesor Rey itu. Salah seorang penjaga yang di luar markas tersebut sempat melihat aksi kami saat melompat dari jendela.

Dengan berteriak, penjaga itu memanggil penjaga lain. Salah satu dari mereka juga ada yang memberitahu kepada Pak Zak dan Profesor Rey atas keberadaan kami. Lantas kami segera berlari ke arah samping markas tersebut sambil mencari pintu keluar.

Dor! Dor!

Penjaga itu menembak kami berdua dengan peluru yang sangat mematikan. Peluru jas adalah sebuah peluru yang bisa mematikan seseorang dengan satu detik saja. Hal itu membuat diriku semakin panik dan pasrah. Keseimbanganku mulai goyah. Peluru itu sudah sangat dekat, mungkin sekitar lima sentimeter saja, untung saja Alex dengan sangat gesit menyelamatkan diriku.

"Ka-kan, Fank." Suara Alex terdengar tidak jelas.

"Apa? Ngga jelas!" teriakku.

"Belok ke kan ... sini."

"Kiri? Oke, Lex."

Kemudian tanpa pikir panjang aku langsung belok ke kiri. Betapa kagetnya, Alex yang ada di belakangku malah berbelok ke arah kanan. Aku ingin balik dan menyusul Alex, tapi rombongan penjaga itu sudah sangat dekat denganku.

Berlari terus-menerus tanpa tahu jalanan ini. Aku memang selalu sial, jalan ini buntu. Di depan hanya ada tembok besar, sedangkan di belakang para penjaga tetap terus mengejar diriku. Aku yang selalu mengandalkan Alex dalam situasi darurat ini, harus berusaha berpikir sendiri.

Bersembunyi bukan pilihan yang tepat. Jarak rombongan penjaga itu tinggal lima meter saja. Sekarang keputusanku sudah bulat untuk melawan rombongan itu walau menggunakan satu tangan saja. Memasang sikap kuda-kuda dan kutunjukkan bahwa Fank, pemuda umpan juga bisa berkelahi.

Buk! Buk!

Anak buah Pak Zak ini mempunyai kelemahan di bagian kakinya. Satu tendangan ke arah kakinya saja, mereka semua langsung terjatuh. Kini mereka secara bersamaan langsung menembakkan peluru jas ke arahku.

Jantung berdegup sangat kencang, begitu pula dengan pikiran yang berpikir sangat keras. Dengan gesit, aku meliuk-liukkan tubuh untuk menghindari tembakan itu.

Wush! Wush!

Peluru itu sepertinya mengenai bagian atas kepalaku. Aku berteriak dan menangis dengan sangat keras. Tidak kusangka bahwa ajal datang dengan sangat cepat.

"Alex, aku mati, Lex." Tangisku membuat rombongan penjaga itu tertawa sangat keras. Kupikir mereka menertawakan cara matiku yang sangat mengenaskan. Namun, ternyata itu semua salah.

"Ini seorang fikfan? Hah!"

"Pemuda lemah!"

"Detektif? Nangis? Hahahaha!"

Bagian atas kepala yang terkena tembakan tersebut langsung kupegang dan ternyata baik-baik saja. Hanya rambut panjang kesayanganku terasa hangat. Botak, satu kata yang terlintas saat meraba seluruh rambutku. Topi yang menempel juga bisa hangus saat terkena peluru jas tersebut.

Kemudian Alex berlari membawa sebuah kayu ke arahku. Dia memukul kepala rombongan penjaga sampai mereka pingsan. Selanjutnya, ia tertawa dengan keras saat melihat rambutku botak karena terkena peluru jas tersebut.

Kuambil topi dari kepalanya. Aku sangat kesal terhadap sikap Alex barusan. Seenaknya dia tertawa tanpa memikirkan perasaan orang yang ia ketawai. Kemudian aku membicarakan awal rencana kami untuk kabur dari markas ini sebelum Pak Zak dan Profesor Rey datang. Lantas kami berdua bergegas untuk keluar dari sini.

"Jangan lari kalian!" Profesor dan Pak Zak mengejar kami. Peluang kami untuk melarikan diri bisa dibilang cukup besar. Jarak kami dengan mereka sekitar 50 meter. Namanya juga seorang profesor pasti punya seribu satu cara untuk menjebak musuhnya.

Tiba-tiba kami berdua masuk ke dalam jaring yang kasat mata. Ditariklah kami berdua ke atas, seperti makanan untuk para hewan. Kemudian mereka berdua tertawa puas dan kami berdua akan dibunuh besok pagi. Hidup kami berdua akan berhenti di kota Chaya ini.

Detektif Absurd[COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang