14

26 8 2
                                    

Pagi ini kami berempat sudah bersiap-siap untuk berkeliling. Melihat keadaan kota dan menghirup udara segar. Bukan hanya itu, kami berkeliling untuk mencari informasi tentang virus Blek.

"Selamat pagi, Kek," sapaku saat melihat kakek sedang menyiram bunga anggreknya.

"Pagi, kalian mau ke mana?" tanya kakek yang melihat kami berpakaian rapi dan wangi.

"Kami ingin berkeliling-keliling saja di sekitar sini, Kek," sahut Jim dengan senyum ramahnya.

"Kami pergi dulu, Kek," ucap Nez berpamitan kepada kakek.

"Yasudah, hati-hati." Kami mengangguk sambil meninggalkan sebuah senyuman kepada kakek.

Kami segera berjalan menuju pertigaan yang tidak jauh dari penginapan. Awalnya Nez ingin melihat tempat Jay tewas. Namun, aku dengan Key tidak mau. Alasannya, tidak lain karena jalan yang dilalui jauh dan itu tidaklah penting.

Sekarang kami memilih berjalan lurus. Mencari informasi di daerah sana. Namun, agar orang-orang di sini tidak curiga, maka kami memutuskan untuk berpencar.

Aku mendapat tugas untuk mencari informasi ke daerah yang jarang penduduknya. Awalnya, aku merasa enggan. Untuk apa mencari informasi di tempat yang jarang penduduknya. Bukankah, itu hal yang konyol?

Tanpa lama-lama, aku segera berjalan menuju daerah tersebut. Berjalan sendirian sambil menahan kengerian akibat tatapan sinis dari penduduk di sini.

Aku berkeliling sambil memperhatikan orang yang menurutku banyak memberi informasi. Ya, seperti seorang pemuda yang tubuhnya kekar yang sepertinya sehabis pulang dari laut karena ia membawa sebuah jaring berisi ikan.

Aku segera mendekati pemuda tersebut. Menarik napas panjang dan mengeluarkannya dengan sangat perlahan. Kalau mengembuskannya terlalu kencang yang ada pemuda tersebut bisa terbang karena napasku.

"Pagi, Tuan," sapaku dari belakang. Namun, dia sama sekali tidak menjawab sapaanku. Berharap sekali untuk dijawab, menengok saja tidak.

"Pagi, Tuan!" sapaku dengan nada yang sedikit tinggi. Lagi-lagi pemuda tersebut tidak menyahut maupun berbalik. Lantas, dengan cepat aku menepuk bahunya dan dia berbalik.

"Pagi, Tuan," sapaku kembali.

"Apa?" Pemuda tersebut menjawab dengan nada yang cukup keras. Aku memikirkan bahwa dia ingin bertanya karena penasaran atau merasa terganggu akan sapaanku.

"Mohon maaf sebelumnya, apa bisa aku meminta waktumu sebentar?" tanyaku dan dia hanya mengangguk. Ada rasa kesal di hatiku, berbicara sopan dan panjang, tetapi jawabannya hanya begitu.

"Nama Tuan siapa?"

"Scover," jawabnya singkat.

"Oh, apa kamu tahu tentang Virus Blek?" tanyaku langsung pada inti permasalahan yang sedang aku hadapi. Namun, dia hanya diam dan menatap diriku dengan sinis.

"Maaf, aku sedang sibuk." Scover langsung pergi tanpa menjawab atau memberi sedikit informasi kepada diriku.

Aku pun kembali berjalan dan memperhatikan sesuatu hal yang ada di sekitar sini. Tidak perlu waktu lama, aku melihat seorang kakek sedang berjalan perlahan menuju ke sebuah rumah. Aku semakin penasaran dengan kakek itu. Kemudian, langsung saja kuhampiri dirinya.

"Pagi, Kek!" sapaku dan dia menengok.

"Ada apa, Nak?" tanyanya dengan nada yang cukup halus.

"Kakek ingin ke mana?" Kakek itu berjalan perlahan dan aku mengikutinya di samping.

"Ingin ke rumah itu." Tunjuk kakek ke salah satu rumah yang telah usang. Aku diam dan hanya mengikutinya.

Aku dan kakek masuk ke rumah usang ini. Kemudian, kakek menuju sebuah ruangan yang banyak sekali tersimpan barang-barang tua. Aku melihat kakek mengambil sebuah foto dan memeluknya. Bahkan, ia sampai meneteskan air mata.

Aku mencoba mendekati kakek. Menatap air matanya yang membasahi kulit pipi yang telah keriput itu. Aku merasakan kebingungan dan kesedihan. Bingung bahwa tujuan awalku ingin bertanya tentang masalah virus. Sedih karena melihat kakek ini menangis.

"Kakek kenapa menangis?" tanyaku membuat kakek membuka mata dan merenggangkan foto yang ia peluk.

"Kakek kangen dengan anak laki-laki kakek," jawabnya singkat. Kakek menghapus air mata yang tersisa di pipi. Lalu, ia pun bercerita.

"Sudah berpuluh-puluh tahun, aku tidak pernah melihat anak laki-lakiku itu. Sejak aku berpisah dengan istriku, terakhir kali itulah aku melihatnya. Mungkin sekarang dia juga sudah tua atau bahkan ia sudah mempunyai anak," jelasnya yang membuat diriku teringat oleh ayah dan ibu yang pergi meninggalkanku.

"Boleh aku melihat fotonya, Kek?" tanyaku dan kakek mengangguk. Dia meninggalkanku di ruangan ini. Sepertinya kakek ingin membereskan rumah ini.

Segera kumasukkan foto ini ke saku dan menghampiri kakek yang sedang membersihkan rumah. Aku segera merapikan barang-barang di rumah ini. Rasanya itu sangat menghabiskan energi. Aku sangat kasihan jika kakek membersihkan rumah ini seorang diri. Jadi, aku membantunya, walaupun nanti teman-temanku akan marah karena melenceng dari tugas.

"Kek, aku mau nanya. Apa kakek tahu tentang kabar dari masalah Hinan?" Kakek menghentikan aktivitasnya dan diam sejenak.

"Oh, apa tentang virus Blek tersebut?" Sudah kuduga, pasti virus tersebut telah banyak yang mengetahui keberadaannya di Hinan.

"Apa kamu mau bertanya di mana virus itu?" lanjutnya dan aku menatap kakek keheranan. Apa dia bisa membaca pikiran orang lain seperti Pak Zak?

"Iya, Kek. Aku kehilangan petunjuk, apa kakek mau membantu diriku?" Kakek tersenyum dan mengangguk.

"Berjalanlah kamu di Hutan Pelangi, cari kunci untuk membuka dimensi lain, virus itu tidak ada di dunia kita," ucap kakek lalu ia meninggalkanku.

***
Aku melihat Nez, Jim, dan Key berjalan ke arah tempat kumenunggu. Pakaian mereka kotor dan sepertinya sangatlah letih. Setelah sampai di depanku, mereka duduk dan Key meraih paksa air minum yang sedang kupegang.

"Kalian kenapa?" Aku mengambil kembali air minum dari Key.

"Panjang ceritanya, Fank. Kamu dapat informasi apa?" jelasnya yang membuat aku tertawa. Sebenarnya memang tidak ada yang lucu, tetapi melihat wajah kusutnya aku malah tertawa keras.

"Aku tahu di mana virus itu!" tegasku dan mereka langsung memasang wajah serius.

"Di mana?" tanya mereka bersamaan.

"Di hutan pelangi." Aku memasang wajah puas, seperti menang dalam mendapatkan informasi ini.

Kemudian Nez berdiri dan menarik tanganku. Jim dan Key ikut berdiri dan berjalan mengekori aku dengan Nez. Nez berjalan sangat cepat menuju penginapan sampai aku tidak bisa mengikuti langkahnya.

Sampai di penginapan, Nez melepaskan tanganku dan menghampiri kakek. Kemudian, aku, Jim, dan Key langsung diajak ke ruang perpustakaan. Kakek dan Nez segera mencari sebuah buku yang tersusun rapi di rak. Kami bertiga hanya diam dan menatap Nez dengan kakek yang sibuk mencari buku.

"Ada apa, sih?" tanyaku dan Jim hanya menggeleng.

"Tunggu saja, nanti kita juga akan tahu," sahut Key dengan tenang. Key duduk di kursi tempat kakek membaca buku.

Aku memukul bahunya keras. Dia menahan sakit dan Nez langsung menatap kami tajam. Nez segera berdiri dan berjalan menuju kami. Rasa takut menyelimuti hatiku.

"Daripada kalian hanya diam di situ, lebih baik membantuku dengan kakek mencari buku," tegasnya membuat kami segera merapat ke buku-buku yang tersusun rapi.

"Buku apa yang dicari, Nez?" tanyaku yang disetujui oleh anggukan Jim dan Key.

"Emang penting, ya?" tambah Key dan tatapan tajam Nez itu adalah sebuah jawaban dari pertanyaan Key.

#Stayterus sama Fank yaa :)
#Please ... tinggalkan vote dan kommennya agar aku bisa semangat melanjutkan perjalanan si Fank ini. Kalian kommen pasti saya akan membalasnya.
#Terima kasih banyak atas waktu luangnya telah membaca Fank. I love you buat kalian :)

Detektif Absurd[COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang