O7

342 180 103
                                    

°|•°'Author pov

"Sinha-yaa! " Lelaki itu berlari kearah gadis yang baru saja dipanggil namanya. Memuluk dengan erat tubuh kecil itu setelah sekian lama tidak berjumpa.

"Ck.. Kau kemana saja sih? Tiba tiba menghilang bagai ditelan bumi hingga rasanya sangat sulit untuk hanya sekedar menemuimu. Aku merindukanmu asal kau tau. "

Ujar gadis tersebut yang diketahui adalah Sinha. Lalu membalas pelukan lelaki yang sudah lama menjabat sebagai sahabatnya.

"Huftt, aku tidak kemana mana. Kau saja yang selalu sibuk dengan lelaki itu. " Jawab Jimin setelah melepaskan pelukanya dari Sinha. Wajahnya ditekuk sembari mempoutkan bibir bawahnya kesal.

"Kau kan tau Jimin kalau saat itu aku sedang dalam masa pendekatan dengan Namjoon. Dan seharusnya di saat seperti itu kau membantuku untuk bisa berkencan denganya, bukan malah menjauh.

Kau kan sahabatku dan aku masih membutuhkanmu tau? " Ucap Sinha sembari melihat kearah lain enggan untuk menatap wajah sang sahabat.

Namum, kata kata terakhir yang gadis itu ucapkan sepertinya sudah membuat sang lawan bicara salah tanggap. Karena saat ini wajah yang Jimin tampakkan seketika berubah kelam.

"Tapi kan sekarang kau sudah resmi menjadi kekasihnya seperti yang kau bilang tadi. Jadi kau tidak membutuhkanku lagi. Bukan begitu? " Balas Jimin lalu menarik dagu Sinha agar mereka bertatapan kembali.

"T-tidak, bukan begitu... Kau kan sahabatku jadi kau harus selalu ada di saat aku membutuhkanmu. Bukankah itu devinisi dari seorang sahabat? " Sinha berucap sembari mengalihkan tatapannya kembali.

"Jadi selama ini kau menganggapku sebagai sahabatmu hanya agar kau bisa memanfaatkan diriku? Yang dimana kau hanya akan mencariku di saat sedang membutuhkan bantuan saja?

Aku bukan benda yang jika sudah bosan atau rusak kau bisa membuangnya begitu saja. Aku tahu tugas sahabat adalah untuk selalu ada disisi sahabatnya jika dia sedang membutuhkan.

Tapi aku juga punya perasaan Sinha.. Apakah kau tahu apa yang aku rasakan selama ini?! " Balas Jimin dengan sarkas dan nada bicara yang menggebu gebu.

Sinha hanya menatap Jimin dengan matanya yang berkaca kaca menahan tangis. Sedangkan Jimin yang merasa hawa di sekitarnya semakin memanas memilih untuk pergi meninggalkan gadis yang masih mematung dihadapanya.

°|•°'Sinha pov

Aku menangis dipelukan Namjoon. Membenamkan wajahku di dada bidangnya dengan tangan Namjoon yang mengelus rambutku perlahan. Masih tidak percaya atas apa yang baru saja terjadi beberapa saat yang lalu.

"Joon.. Apakah Jimin membenciku? " Tanyaku dengan lirih dan gelenganlah yang aku dapat sebagai jawaban.

"Tidak.. Aku yakin Jimin tidak membencimu. Justru dia sangat menyayangimu makanya tadi dia bersikap seperti itu. Karena Jimin takut jika suatu saat nanti akan kehilangan sesosok sahabat sepertimu. "

Balas Namjoon sembari mengusap sesekali air mata yang masih jatuh di pipiku. Aku terdiam dan berpikir sejenak atas apa yang dikatakan olehnya.

"Tapi selama hampir dua bulan dia selalu menghindar dariku. Ditambah dengan ucapanya tadi lalu meninggalkanku begitu saja... Bukankah kalau sudah begitu artinya dia membenciku?! " Aku berucap dengan nada tinggi sembari melepas pelukan kami.

Mundur beberapa langkah dari hadapan kekasihku sembari mengusap air mataku dengan kasar.

"Tapi buktinya saja Jimin masih mau menemui mu. Aku tau Jimin punya alasan untuk semua itu, sesama lelaki aku bisa merasakan apa yang dia rasakan. " Balas Namjoon dengan begitu tenang, hingga membuat berbagai pertanyaan mulai muncul di benakku.

End of Story ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang