Arin tiba dirumahnya dengan keadaan yang bingung sekaligus tidak menyangka jika Riki yang selama ini ia anggap sebagai kakaknya malah berbalik menyukainya. Tetapi jika boleh jujur, Arin menyayangi Riki. Ia menyayangi Riki hanya sebagai seorang adik yang menyayangi kakaknya, tak lebih dari itu.
"Astaga lupa, gue kan belum prepare buat besok." Keluh Arin.
Dengan gerakan secepat kilat, gadis itu beranjak pergi menuju lemarinya. Ia mengambil koper berwarna krem, kemudian membukanya. Arin memilih-milih baju yang akan ia kenakan selama dirinya berada di Jakarta. Ia mengambil beberapa pasang baju, dilengkapi dengan celana, CD, dan kacamata kuda.
Tak lupa juga, gadis itu mengambil beberapa perawatan kecantikannya.
"Powerbank gue?!" Pekik Arin ketika ia lupa memasukan power bank nya.
Arin melangkahkan kakinya menuju ke meja riasnya, ia mengambil powerbank disertai dengan charger, dan tak lupa juga headset. Gadis itu membawa powerbank hanya untuk jaga jaga, takut ponselnya mati ketika masih didalam perjalanan sehingga ia tidak bisa mengabari keluarganya.
Kring kring kring
"Siapa lagi yang nelpon gue?" Gumam Arin.
Arin mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas kasurnya, kemudian ia mengernyitkan dahinya, pasalnya seseorang yang menelponnya itu tidak ada didalam daftar kontak yang ia simpan. Ia mengangkat telepon itu, kemudian membiarkan si penelpon yang berbicara duluan.
"Maaf karena sudah membuatmu nangis."
"Ini siapa ya? Saya ga kenal anda. Tolong jangan hubungi saya lagi."
"Nanti kamu akan tau siapa saya ketika kamu sudah berada di Jakarta. Temui saya di monumen Nasional."
Tiiiittttt, seketika sambungan telepon terputus.
Temui dia di Monas? Dia pikir dia siapa? Orang penting?
Setelah semuanya telah selesai dibereskan, Arin terlupa jika ia belum membeli cemilan untuk stok selama di perjalanan. Dengan langkah semangat 45, ia pergi keluar rumah hanya dengan mengenakan piyama panda kesukaannya, kemudian bernekat pergi ke supermarket yang tak jauh jaraknya dari rumahnya.
Orang-orang dijalanan melihat Arin dengan tatapan aneh. Pasalnya sekarang masih jam 2 siang, tetapi gadis itu malah sudah mengenakan piyamanya.
Karena Arin tergolong orang yang cuek, jadi gadis itu lebih memilih untuk masabodo.
Sesampainya di supermarket, ia membeli Snack yang bisa dibilang sangat banyak. Mulai dari Snack ringan, roti-rotian, permen, minuman, dan pop mie. Rencananya, besok gadis itu akan pergi ke Jakarta dengan menggunakan pesawat. Pesawat nya mulai take off pada pukul 10.00 WIB. Ia sudah membeli tiket pergi dari seminggu yang lalu.
"Huh, akhirnya gue udah belanja semuanya." Ucapnya santai sambil terus berjalan menuju perkarangan rumahnya.
Kring kring kring
Gadis itu mengangkat ponsel yang sedari tadi ia genggam, kemudian ia melihat siapa yang menelponnya. Arin bingung tidak karuan, pasalnya nomor itu adalah nomor yang tidak ia kenal.
Ia mengangkat telepon itu.
"Saya minta maaf."
"Saya tidak kenal anda. Berhenti menghubungi saya." Ucap Arin sambil mematikan sambungan telepon seluler itu.
Raut wajahnya menunjukan jika gadis itu sedang badmood. Sepertinya ia akan gila jika terus-terusan ditelpon oleh sang penelepon misterius.
Kring!
1 notifikasi pesan masuk di ponselnya. Gadis itu mengeluh, kemudian dengan sangat terpaksa ia membaca pesan itu.
"Kamu memang tidak mengenali saya sekarang. Tapi harus kamu ketahui, kamu dan saya pernah menjalin hubungan lebih dari teman."
***
Siapa pengirim pesan misterius itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Argarin 2
Teen FictionSEQUELNYA ARGARIN !!! DIHARAPKAN MEMBACA ARGARIN YANG PERTAMA DULU!!! ----- Jujur saja, setelah kamu pergi meninggalkan ku, aku jadi trauma untuk memulai cinta yang baru lagi. Aku jadi malas jika harus beradaptasi lagi dengan laki-laki yang berusaha...