Seusai bertemu dengan Wilia, gadis itu merutuki kebodohannya sendiri. Ia menangis sejadi-jadinya dihalte bis sambil menunggu hujan berhenti. Ia masih tidak menyangka jika Arga, mantan kekasihnya disaat ia SMA dulu masih sangat mencintainya. Ia juga tidak menyangka jika Arga menderita penyakit selama 3 tahun belakangan ini, bahkan sekarang Arga sedang melakukan operasi.
Gadis itu mengambil ponselnya, kemudian ia membuka galery nya. Memperhatikan deretan foto-fotonya bersama Arga. Kala itu, mereka berdua terlihat sangat bahagia, tidak ada kesedihan, tidak ada kebencian, yang ada hanya ketulusan dan kasih sayang.
Hingga pada saatnya tiba ketika Arga memutuskan untuk pergi, gadis itu masih saja tetap mencintai Arga. Ia tidak peduli rasa sakit serta beban yang ia terima dan rasakan. Cinta nya tulus, walaupun hubungannya berakhir tidak mulus.
"Arga, kenapa ga bilang dari awal kalo Arga sakit? Kenapa harus tinggalin aku?" Lirihnya sambil terus menangis. Sepertinya Arin memang masih sangat sangat mencintai Arga. Ia bahkan tidak membenci apa yang sudah Arga lakukan kepadanya.
Kring Kring Kring
Ponselnya berbunyi, menandakan ada yang menelponnya. Itu nomor Wilia, iya Wilia. Bagaimana ia bisa tau jika itu nomor Wilia? Ya karena nomor seseorang yang mengirimi pesan dengan yang menelponnya sekarang itu sama, sudah pasti itu nomor Wilia.
Langsung saja gadis itu segera mengangkat sambungan teleponnya.
"Halo wil."
"Arin, kamu dimana?"
"Gue di halte Monas."
"Saya ke sana sekarang."
"Eh ada apa? Kenapa lo keliatan lagi panik banget."
"Dari tadi Arga memanggil-manggil nama mu mulu. Tante Sonya menyuruh saya untuk membawa kamu kesini."
Tante Sonya itu mamanya Arga.
"Hah? Yaudah cepetan."
"Iya sabar. Saya otw sekarang."
Sambungan telepon seluler itu terputus. Tangisan Arin malah semakin menjadi-jadi, ia memikirkan keadaan Arga, ia hanya ingin Arga tetap sehat. Tidak apa-apa jika ia tidak bisa bersama, setidaknya Arin masih bisa tau jika keadaan Arga baik-baik saja.
Sekitar 10 menit kemudian, mobil yang dikemudikan Wilia sampai. Arin menaiki mobil itu, kemudian mobil melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan ibu kota terlihat sepi, akibat hujan yang mengguyurnya.
"Gimana keadaan Arga sekarang Wil?" Tanya Arin panik. Sejujurnya dalam kondisi seperti ini, ia sudah tidak peduli dengan dirinya sendiri. Ia hanya memperdulikan keadaan Arga.
"Arga kritis Rin, tapi tadi sebelum Arga kritis Tante Sonya sempat mendengar kalau Arga memanggil-manggil namamu mulu." Ucap Wilia sambil terus fokus mengendarai mobil.
"Astaga.." lirih Arin sedu.
"Jangan panik Rin, yakin saja jika Arga dapat sembuh. Doakan yang terbaik untuk saudaraku ya."
"Tanpa lo minta gue bakal terus doain yang terbaik buat Arga."
Akhirnya Wilia dan Arin sampai juga dirumah sakit tempat Arga dirawat. Setelah Wilia memarkirkan mobilnya, ia berdua langsung berlari menuju ke ruang rawat Arga.
Sesampainya disana, hanya ada Tante Sonya dan Om Frans saja. Mereka berdua adalah orang tuanya Arga. Tante Sonya terlihat sedang menenggelamkan wajahnya berkalut didalam kesedihannya.
Sesaat setelah Wilia dan Arin datang, Tante Sonya langsung berjalan menghampiri Arin, kemudian ia memeluk Arin erat-erat.
"Makasih nak, sudah mau menjenguk Arga kesini." Ucapnya parau. Arin tersenyum simpul lalu melepaskan pelukannya.
"Arin khawatir sama Arga Tante." Ucap gadis itu sambil menampilkan raut wajah khawatirnya.
"Arga sedang dimasa kritisnya nak. Tapi tadi sebelum dia kritis, dia sempat memanggil-manggil namamu."
"Maaf tante, kalo Arin lancang. Sebenarnya penyakit apa yang Arga derita?"
"Arga menderita penyakit paru obstruktif kronis."
"Astaghfirullah."
"Iya nak, ini karena dari Arga masih SMP, itu anak sudah merokok. Pas SMK baru deh kena penyakit itu."
Arin melihat Arga yang sedang tidak sadarkan diri diatas ranjang ruang rawatnya. Ia memperhatikan Arga dengan seksama, raut wajah Arga terlihat tenang, pria itu juga masih terlihat tampan walaupun sedang sekit sekalipun.
Dokter yang menangani Arga terlihat sangat serius. 2 suster yang ikut menangani Arga juga terlihat sedang sibuk, ada yang menyatat sesuatu dibalik papan jalannya, dan ada juga yang sibuk mengganti infus.
Arin hanya bisa berharap jika Arga lekas sembuh. Hanya itu.
Dokter itu berjalan keluar menghampiri keluarga Arga. "Nyonya Sonya?"
"Iya Dok saya sendiri."
"Keadaan pasien sekarang sedang koma. Saya tidak bisa memastikan sampai kapan pasien akan koma. Tetapi saya mempunyai perkiraan jika umur pasien tidak akan lama lagi. Ini dikarenakan kondisi paru-paru pasien yang sudah rusak."
"Dok, sembuhkan anak saya dok. Saya mohon." Ucap Sonya sambil memohon, air matanya berlinang begitu saya.
"Iya Dok, saya mohon." Sambung Frans. Frans memeluk Sonya, berusaha menenangkan istrinya.
"Minta kesembuhan kepada Allah, karena saya hanya manusia biasa. Saya disini hanya berusaha, selebihnya Allah yang memutuskan. Terimakasih ya Bu, saya pamit dulu."
Rasanya seperti ditusuk ribuan pisau begitu mendengar kalimat "Umur Arga tidak akan lama lagi." Arin hanya bisa menangis dalam diam. Gadis itu berdoa supaya Arga cepat pulih. Cepat sehat kembali.
"Cepat sembuh, sayang."
***
Dah lah mls
KAMU SEDANG MEMBACA
Argarin 2
Ficção AdolescenteSEQUELNYA ARGARIN !!! DIHARAPKAN MEMBACA ARGARIN YANG PERTAMA DULU!!! ----- Jujur saja, setelah kamu pergi meninggalkan ku, aku jadi trauma untuk memulai cinta yang baru lagi. Aku jadi malas jika harus beradaptasi lagi dengan laki-laki yang berusaha...