Skala prioritas itu adalah bagaimana seseorang bisa membedakan sesuatu yg menjadi kebutuhan dan keinginan. Adapun ciri-cirinya ialah, kebutuhan itu satu, namun keinginan tak terhingga. Sedangkan sifatnya, yaitu, kebutuhan itu sangat urgen dan harus didahulukan, sedangkan keinginan tak begitu penting dan bisa ditunda. sementara itu, penyebab timbulnya (keduanya) secara umum hanya satu, yaitu media. Namun, bentuk dan modelnya beraneka warna. Bagaimana membedakan antara keduanya? Untuk membedakannya, berikut akan dipaparkan beberapa contoh yang kerap kita sadari atau tidak, telah menjadi rutinitas dan kebiasaan sehari-hari, bahkan membudaya dalam metabolisme kehidupan.
Makan adalah suatu kebutuhan, tetapi keinginan seseorang untuk makan dengan berbagai jenis makanan tertentu adalah suatu keinginan. Bagaimanapun, seseorang tak akan bisa dan tak akan pernah bisa memuaskan hasrat serta keinginannya untuk makan setiap jenis makanan, karena makanan itu sendiri jenisnya sangat banyak dan tak terhingga. Bahkan satu jenis makanan memiliki berbagai macam bentuk, berbeda sesuai daerah atau tempat dan kebiasaan atau adat istiadat.
Demikian juga minuman. Sudah lazim diketahui bahwa minuman sendiri bermacam-macam bentuk dan jenisnya, ada teh, kopi, sirup, jus dll. Namun, bukankah fungsi dari minuman sendiri adalah untuk menghilangkan dan melenyapkan dahaga? Tapi terkadang seseorang lebih memilih untuk minum ice tea, atau hot coffee di kafe atau restoran tertentu daripada hanya sekedar minum kopi dan teh di warung.
Atau contoh yang lain seperti Handphone, bukankah sebenarnya yang kita butuhkan adalah fungsi dari Handphone tersebut? Yaitu komunikasi yang dilakukan via pesan atau suara untuk sekedar mengirim dan memperoleh informasi atau berita, apakah itu hoax atau fakta.
Lantas mengapa masih ada saja beberapa manusia yang bersusah payah untuk bisa mendapatkan handphone dengan merk yang bagus-mulus, keluaran terbaru, multifungsi, bisa ini-itu dan lain sebagainya. Sebenarnya yang mereka beli itu fungsi atau gengsi??
Selain contoh tersebut masih berjibun contoh yang lain seperti pakaian, perhiasan, kendaraan, penampilan, bahkan hubungan sex sekalipun yang semuanya dibalut dengan sihir indah nan memukau yang mereka sebut "fashion and lifestyle" Yang dibingkai dengan istilah "modernis".
Mungkin sebenarnya yang mereka konsumsi adalah rasa puas dan kebanggaan. Karena pada dasarnya, dimasyarakat kita sekarang ini, fungsi dari objek konsumer bukan terletak pada nilai guna atau manfaat suatu barang atau benda yang dibeli, melainkan tanda atau simbol yang disebarluaskan oleh iklan-iklan gaya hidup masyarakat di media online dan offline.
Berbicara terkait hal ini, aku jadi teringat dengan Jean Baudrillard, seorang tokoh berkebangsaan Prancis , ia adalah analis budaya kontemporer, dan analis teknologi komunikasi. Salah satu teori penting yang dirumuskan oleh Baudrillard adalah tentang sistem nilai obyek yang menggantikan produksi dalam teori konsumerisme Marx dan dasar masyarakat kapitalis. Baudrillard mengatakan bahwasanya, "mode kegiatan ekonomi tidak didasarkan pada kebutuhan yang dibangun untuk memproduksi tetapi lebih pada kebutuhan yang dibangun untuk dikonsumsi sehingga merupakan cara baru untuk melihat dimana suatu obyek memperoleh nilai."
Nilai suatu barang atau benda tergantung dengan bagaimana tujuan seseorang mendapatkannya, apakah diproduksi sebagai kebutuhan atau dikonsumsi sebagai pemenuhan keinginan. Jika yang diutamakan adalah kebutuhan berarti ia lebih mendahulukan fungsi, pun sebaliknya, jika ia lebih mengedepankan pemenuhan keinginan, maka ia lebih memilih kepuasan diri.
Memang apapun tujuannya, suatu nilai akan tetap kembali kepada seseorang dalam menyikapinya. Namun, sikap yang begini-begitu, acapkali banyak dimanipulasi oleh "simbol dan tanda" yang dibikin oleh Media, sehingga hal tersebut membentuk pola pikir dan persepsi yang berbeda.
Hal yang sering ditemukan dalam realita kehidupan sekarang adalah masyarakat lebih mempercayai sesuatu yang abstrak daripada yang sejati. Bagaimana bisa membuktikannya? Mudah saja. Misalnya, kini seseorang akan merasa lebih percaya diri dan bangga memakai barang bagus "bermerek" yang ditunjukkan melalui simbol-simbol tertentu daripada memakai barang lain sejenis yang lebih murah serta memiliki fungsi yang sama. Pada akhirnya, orientasi konsumsi yang semula ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup berganti gaya hidup.
Jadi jelas sudah, dibawah era kapitalis lanjut, Mode of Production kini telah digeser oleh Mode of Consumption. Sehingga semua aspek kebutuhan manusia tidak lebih hanya sebagai objek semata. Melalui objek tersebut, seseorang dalam masyarakat konsumer lebih menemukan makna dan eksistensi dirinya. Mereka lebih merasa hidup, bahkan lebih merasa keren dan trendy dilingkungannya.
Kerancuan pandangan semacam ini kian hari makin menjadi-jadi. Akibatnya terkadang sedikit susah membedakan antara asli dan mitasi ataupun fana dan sejati. Parahnya hal ini tidak hanya terjadi dalam konteks produksi-konsumsi, namun merambah ke dalam masalah "komunikasi".
Tak diragukan lagi, kini pola pikir sebagian masyarakat kian melarat untuk dimengerti. Terkadang berita dan informasi "sampah" Mendapat tempat dihati sebagian publik ataupun rakyat bahkan diantaranya ialah para pejabat, ketimbang berita dan informasi yang nilai urgensinya wajib dibedah dan ditelaah untuk kepentingan ummat.
Bukan bermaksud fasis dan mengecap kapitalis. Bukan juga melarang untuk bersikap hedonis dan terlihat modis layaknya kaum borjuis. That's your life, opo jare karepmu!. Tak ada hak bagiku untuk menceramahi ataupun menggurui. Setiap kita memiliki pandangan dan jalan pikiran yang tak sama, dan mustahil untuk diseragamkan dalam satu frame warna.
Namun, jika kita tak ingin tersiksa menghadapi hal yang demikian, lakukan dan penuhilah segala sesuatu sesuai kebutuhan, bukan keinginan. entah itu dalam hal produksi-konsumsi atau berita-informasi. Meski sekedar untuk kesenangan ataupun ikut-ikutan, namun tak usah terlalu berlebihan, karena endingnya hanya akan menjadi beban penat pikiran hingga tak jarang berbuah penyesalan yang melelahkan.
Sampang, Maret 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Opini Pagi
RandomHanya pendapat pribadi, siapa saja bebas beropini asal jangan rusuh dan gaduh hingga bikin suasana keruh. siapapun bebas berekspresi baik secara lisan atau tulisan asal jangan punya niatan bikin orang lain malu dan sakit hati karena Hujatan! begitul...