"Latt, pulang sekolah jalan yuk!" ajak Langit.
"Gak! Gue mau keluar sekolah jam 2 lebih!" jawab Latte asal.
"Latt, itu 'kan belom waktunya pulang?"
"Bodo amat, gue mau tetep bolos!"
"Gue ikut."
"Dih apaan coba? Gak! Ini bukan urusan lo," kata Latte yang terus saja ngegas.
"Lo nanti sendirian, gue mau jagain lo! Lagi pula gue bawa motor, motor ama sepeda kencengan mana coba? Udah sama gue ajah." rayu Langit
"Fine," jawab Latte pasrah.
"Kalo ketahuan gimana?"
"Masuk BK, dapet poin, parahnya orang tua lo dipanggil, dan yang paling parah lo di D.O," jawab Latte santai.
"Nanti kita ijin beli kertas apa gitu, terus taro tas lo di jok motor. Nanti tas gue, gue titipin si Rahsya. Lo bilang ke satu kelas gak usah panggil guru, paling tuh guru kagak masuk kalo kagak dipanggil. Paham 'kan?" jelas Latte dengan mantap.
Aksi kabur pun dimulai. Untung saja teman satu kelas benar-benar menghargai Latte, dengan cara satu kelas tutup mulut kemungkinan ketahuan sangat kecil. Satpam juga tidak terlalu ketat dalam menjaga gerbang, sehingga aksi kabur terlancarkan.
Langit pun mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, jarak dari sekolah ke bandara pun cukup jauh. Untung jalanan tidak begitu macet karena ini belum jam pulang sekolah. Setelah sampai ke bandara, mereka berlari sekuat tenaga untuk mencari Haris. Latte mulai panik dan lelah, mencari Haris sangat sulit di tengah keramaian bandara. Sampai akhirnya mereka menemukan Haris. Latte pun langsung memeluk Haris di tempat Haris berdiri.
"Vanil? Udah gue bilang gak usah bolos," kata Haris yang tidak habis pikir pada kuda nil kecilnya.
"Udah gue bilang gue bakal tetep ke sini!"
"Ya udah maafin gue harus ninggalin lo."
"Please gak usah bahas itu, gue cuma mau meluk lo buat muasin diri gue selama 2 tahun ke depan," Latte pun memeluk Haris dengan erat.
Haris pun mencium kening Latte, Langit hanya tersenyum melihat pemandangan itu. Baginya, melihat Latte bahagia ia juga bahagia, begitupun ketika melihatnya sedih Langit ikut sedih.
"Buat lo, Langit. Tolong jagain kuda nil gue nih selama gue gak ada, dia bandel soalnya," kata Haris kepada Langit yang masih saja bercanda.
Latte membelakangi Haris, ternyata ia menangis secara tidak karuan. Haris kemudian membalikkan tubuh Latte.
"Gak usah nangis, cengeng! Udah gue pamit ya?" itu adalah kalimat terakhir yang Haris ucapkan.
Setelah Haris pergi, Latte dan Langit memutuskan untuk mempir sebentar di cafe terdekat. Melihat Latte yang memandang ke depan dengan tatapan kosong, Langit akhirnya membuka percakapan di antara mereka.
"Haris itu berarti banget ya buat lo?"
"Dia lebih dari berarti. Dia yang ngajarin gue indahnya dunia luar, dia juga yang ngeluarin gue dari kesendirian," ucap Latte dengan wajah yang sendu.
"Semoga langgeng ya sampe nikah?" kata Langit yang membuat Latte sedikit terkejut.
"We just friends, walaupun Haris segalanya, he still my best friend. Kita udah kenal dari SD, dia partner terbaik hidup gue."
"Kenapa gak jadian ajah?" Langit menaikan satu alisnya.
"Gak kepikiran sama sekali, bagi gue dia cukup jadi sahabat gue, gue cuma gak mau kehilangan dia."
Setelah mengobrol panjang dengan masih sedikit rasa canggung, mereka pulang ke rumah masing-masing. Latte bertekad memulai hidup baru, hidup tanpa Haris 2 tahun ke depan.
"Eh, Van, btw kemaren lo bolos gak ketahuan deh kayanya, soalnya guru terakhir kagak masuk," kata Rahsya
"Nah, syukur deh." kata Latte lega.
"Terus soal Haris gimana?" tanya Rahsya. Bukan maksud Rahsya lancang, namun ia tahu Latte sedang terpukul dengan keadaannya. Walaupun mereka tidak terlalu akrab, sedikit Latte bercerita kepada Rahsya mengenai Haris.
"Gue bisa sendiri, kok. Kalau pun harus tanpa dia," jawab Latte agak terbata-bata.
"Keknya penyebab lo bisa tanpa Haris, itu Langit. Dia yang bakal jagain lo, gue yakin kalian bakal cocok. Vanila kalo ketemu sama Langit, pasti bakal jadi gadis manis yang selalu cerah setiap harinya."
"Gue tahu ada Langit, tapi gue mau ngikutin alurnya ajah. Gak mau terlalu nyari cowo buat gantiin Haris," kata Latte.
"Yakinin hati lo, gimana pun lo harus memilih."
Latte seperti biasa pergi ke kantin, ia lebih suka sendiri dalam menikmati sesuatu. Ia jadi kepikiran atas apa yang Rahsya katakan tadi, rasanya perasaannya tidak pernah jelas untuk Haris. Ditambah sekarang ada Langit, yang membuat Latte dirundung kepastian.
"Hei, Latt," sapa Langit.
"Ngapain?" tanya Latte benar-benar jutek.
"Cuma mau ngobrol. Btw lo ikut ekskul apaan?" tanya Langit yang memandang damai Latte yang tengah memakan mie ayam.
"Seni musik, entar juga gua bakal ikut OSIS," sontak jawaban Latte membuat Langit terkejut.
"OSIS? Serius?. Ya, gini loh, Latt. OSIS pasti banyak anak yang benci, termasuk gue," Latte tertohok seketika.
"Benci itu urusan kalian, bukan urusan gue!" bentak Latte karena merasa direndahkan.
"Terus, lo ikut apa?" tanya Latte.
"Gue ikut PASKIBRA. Gue tau orang-orang bakal bilang, buat apa ikut gituan? Indonesia udah merdeka, itu yang selalu mereka bilang. Tapi gue pengen nunjukin kalo gue cowo yang kuat, fisik gue otomatis juga bakal kelatih banget," jawab Langit.
Sedikit demi sedikit bangunan kokoh yang Latte dirikan mulai runtuh. Ia mulai membuka diri untuk Langit.
---
Ekhem thank's yang udah mau stay tuned. Kira-kira Langit beneran benci Latte gegara OSIS gak ya? Tapi gue bener 'kan? Pasti banyak anak yang benci tuh organisasi, gue spoiler dikit nih. Masalah ekskul mereka justru bakal jadi sesuatu yang besar. Makanya jan lupa vote, komen. follow akun gue, dan share. Jangan jadi silent reader dong:)
Lopyu buat yang baca:*
-WW
YOU ARE READING
PRIORITAS
Teen FictionPerjuangan secara singkat, tidak bisa meyakinkan Vanila Latte pada cinta tulus Langit Biru. Namun seiring berjalannya waktu gunungan es juga bisa mencair. Ketika hati mereka mulai menyatu, prioritas mereka tergangu. Bisikan orang-orang sekitar meman...