Hari ini Latte dan Langit kembali latihan dance untuk class meeting nanti. Latihan ini untuk mematangkan lagi beberapa gerakan antara dirinya dan Langit. Mereka kali ini latihan di rumah Langit, Langit beralasan rumahnya sepi karena hanya ada bibinya saja. Setelah mengambil pakaian ganti di rumah Latte, mereka bergegas ke rumah Langit.
"Eum, gue punya satu catetan buat lo. Dalam menari kita sangat perlu mengkhayati isi lagu. Lo liat 'kan pas gue nari kemaren? Di lagu ini otomatis tentang kesedihan jadi lo juga harus ikut sedih, dalami setiap liriknya," kata Latte yang benar-benar serius. Latte tidak pernah main-main dalam menaruh sebuah rasa dalam setiap nyanyian atau tariannya.
"Ok, Latt, gue coba. Gue emang ngeasa kurang sih," kata Langit yang tersadar bahwa rasanya belum begitu dalam, kecuali rasa cintanya untuk Latte, mungkin seperti ujung dunia yang sulit diukur panjangnya.
"Let's start."
Mereka pun mulai menari. Setelah mendengar masukan dari Latte, Langit terdorong untuk bisa mendalami setiap lirik lagunya. Pada bagian reff terakhir, ia melihat Lattte sampai menangis. Langit berpikir bahwa Latte selalu menari dengan totalitas, namun sayangnya Latte belum mencintainya secara totalitas. Setelah lelah latihan berkali-kali, akhirnya mereka memutuskan untuk beistirahat terlebih dahulu.
"Latt, abis ambil repor nanti liburan bareng gue ya?" ajak Langit pada Latte yang masih meminum air putih.
"Gak bisa, Lang, mau ketemu ibu," tolak Latte. Dalam lubuk hatinya, Latte merasa tidak enak dalam menolak ajakan Langit.
"Emang ibu lo dimana, Latt?" Langit memberanikan diri untuk bertanya.
"Bandung."
"Mungkin udah saatnya gue buat cerita," kata hati Latte.
"Ibu gue cerai sama ayah gue pas kelas 7, tenang ajah kecuekan gue bukan karena masalah itu kok, gue gak kaya orang lain. Pada dasarnya gue jutek dari lahir. Gue gak pernah tahu apa masalah mereka cerai, kata ibu gue gak usah tahu dan otomatis gue nurut. Cuma Haris yang bisa ngertin gue di saat gue lagi terpuruk kek gitu. Pas akhir semester kelas 9, gue ngerasa kalau ibu butuh ketenangan. Jadi, gue mutusin untuk ibu tinggal di Bandung ajah sama adiknya. Ibu juga bisa kerja disana dengan tenang, semetara gue tinggal sendiri di rumah bekas tante gue itu. Gue dapet kiriman satu bulan sekali dari ibu sama tante gue. Makanya gue pengen class meet buruan kelar, kangen gue sama ibu," curhat Latte sepanjang jalan kenangan.
"Yang sabar ajah, Latt, 'kan ada gue? Lain kali kalo ada masalah apa gitu cerita ajah sama gue, gue siap jadi bahu lo," kata Langit sambil mengelus rambut Latte.
"Butuh waktu, Lang, buat ngungkapin ini semua. Oh ya, gue manggung di cafe omnya Haris itu juga nambahin uang jajan gue supaya bisa hemat uang dari ibu."
"Ya udah, Latt, intinya bilang apa pun yang lo butuhin ke gue, btw lo masih inget gak sama perjanjian yang lo buat malem itu? Bukan apa-apa, Latt, soalnya lo tadi nangis, hehe ... ," Latte langsung terkejut mendengar pernyataan Langit tadi. Latte tidak menyangka perjanjiannya itu malah menyusahkan dirinya, astaga mimpi apa Latte semalam?
"Eh iya, inget kok," jawab Latte sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Janji gak oleh diingkari loh," kata Langit yang semakin membuat Latte salah tingkah.
Langit mendekatkan wajahnya ke arah wajah wanita manis di depannya itu. Langit memandang sejenak wajah Latte dengan penuh ketulusan, begitu pun Latte yang mendadak blushing saat itu. Tanpa basa-basi Langit segera mendaratkan bibirnya ke bibir Latte. Hanya 30 detik kejadian itu berlangsung, Latte langsung melepaskan ciuman itu karena sangat risih dan semakin membuatnya salah tingkah.
"Btw, sorry. Gue cuma, ya lo tahu lah, Latt," kata Langit kepada Latte yang masih tetdiam.
"Eh iya, gak pa pa. Resiko gue juga bikin tuh perjanjian," Latte sontak tersadar dari diamya.
"Btw, peranjian ini gak bakal berlaku pas lo tampil nanti," Latte sedikit lega mendengar pernyataan Langit tadi.
Setelah mereka selesai, Langit langsung mengantar Latte pulang. Sepanjang jalan Latte tidak henti-hentinya mengingat kejadian tadi. Rasanya seperti kenyataan yang sulit dipercaya. Langit pun berpikiran sama akan hal itu, Latte terlihat lucu pada saat kejadian tadi berlangsung. Sungguh humor yang receh bagi pasangan yang sedang di mabuk asmara.
"Ngapain juga gua buat perjanjian konyol kek gitu? Aduh Latte bikin susah idup lo ae sih! Enak, tapikan ... Astaga, pikiran gue kek tai pula! Ngelantur jadinya 'kan?" kata hati Latte yang memaki dirinya sendiri.
---
Double again ye, tataw lah gue pengen cepet-cepet corona ilang. Tugas tiap hari ada ajah, semoga bisa ilang sebelum ramadhan nih biar ramadahnnya pada lancar, aamiin. Biar gue gak susah juga ngatur waktu antara ngetik sama ngerjain tugas:( Lop you buat pembaca setia, babay:)
-WW
YOU ARE READING
PRIORITAS
Novela JuvenilPerjuangan secara singkat, tidak bisa meyakinkan Vanila Latte pada cinta tulus Langit Biru. Namun seiring berjalannya waktu gunungan es juga bisa mencair. Ketika hati mereka mulai menyatu, prioritas mereka tergangu. Bisikan orang-orang sekitar meman...