Langit masih santai saja akan apa yang telah ia perbuat kepada Latte semalam. Langit tahu, Latte tidak akan berani memusuhinya hanya karena kejadian tadi malam. Justru Langit yakin, Latte akan termotivasi bahwa ia juga bisa hidup tanpa Haris, juga bisa menjadi wanita yang kuat seutuhnya, dan bisa menjadi ketua OSIS yang layak.
"Gak usah marah sama yang semalem. Gue tahu, lo bukan cewe baperan 'kan?" tanya Langit yang masih saja memojokkan Latte.
"Diem lu! Jangan bikin mood gue jadi ancur!" jawab Latte tanpa memandang wajah Langit.
Tiba-tiba Rahsya datang tanpa diundang, tidak lain dan tidak bukan ingin merecoki rumah tanga Latte dan Langit. Rahsya suka saja jika melihat mereka berdua sedang marahan, apalagi dengan Latte. Lucu saja melihat Latte marah kepada laki-laki, mukanya yang ditekuk membuat siapa saja gemas.
"Ya ampun, kalian tuh so sweet banget sih. Gue jadi iri deh sebagai jomblo, ngenes amat hidup gue," kata Rahsya sambil berpura-pura menangis.
"Dih, Rahsya, diem deh! Kalo bisa usir tuh Langit," kata Latte yang membuat Rahsya dan Langit tertawa.
"Kok gitu, Latt? Jangan gitu lah, jangan marah sama gue," Langit yang akhirnya berlutut di samping tempat duduk Latte.
"Ututututu, pangeran sedang memohon kepada putri jutek yang juteknya seluas bumi tercinta kita ini," kata Rahsya yang makin ngelantur.
"Tai lu, Sya! Akting lo tuh burik, gak usah sok drama queen. Diem udah!" kata Latte yang kesal dengan teman sebangkunya yang satu itu.
"Buat lo Langit, gak usah lebay. Berdiri sekarang, gue udah lupain kejadian semalem, gue gak marah sama lo," kata Latte yang akhirnya berani memandang wajah Langit.
"Nah, gitu dong. Btw, lo gak lupa 'kan perjanjian yang lo buat?" Latte mematung seketika dan bergelut dengan pikirannya sendiri. Langit benar-benar membuat Latte kesal, kenapa ia masih mengingat perjanjian itu?
"Wah perjanjian apa nih? Kepo deh gue," tanya Rahsya yang sukses membuat Latte melayangkan pukulannya ke tangan Rahsya.
"Anjay! Bangke lu, Latt. Orang cuma nanya juga," kata Rahsya sambil mengelus-elus bekas pukulan Latte tadi.
"Makanya gak usah kepo. Btw, Lang, gak usah buka kartu. Iya gue masih inget, masih berlanjut. Gue bukan pengecut," kata Latte yang pasrah pada keadaan.
---
Bel pulang sekolah pun berbunyi. Tetapi Latte dibuat heran saat itu, kenapa Langit mengganti pakaiannya menjadi olahraga? Latte awalnya sungkan untuk bertanya karena perjanjian konyolnya yang makin membuatnya risih di depan Langit. Namun karena penasaran, Latte menanyakan hal itu kepada Langit. Mumpung di kelas memang tinggal mereka berdua saja.
"Kenapa ganti olahraga?" tanya Latte to the point.
"Ada pelantikan anggota sama ambalan Paskibra," jawab Langit sambil menali tali sepatunya.
"Eh astaga, gue yang OSIS malah lupa ada pelantikan. Btw, sampe jam berapa?" tanya Latte yang bermaksud mengajak pulang bersama, karena hari ini Latte memakai angkot. Namun bukan semata-mata ingin nebeng, ia juga ingin quality time dengan Langit.
"Habis maghrib gue balik."
"Gue tungguin lo!" kata Latte memaksa.
"Gak usah, Latt. Lo pulang ajah, bukan maksud gue ngusir, tapi nanti kelamaan," kata Langit takut Latte tidak betah jika menunggunya.
"Gue rapat OSIS sampe jam 5, jadi gue gak bosen-bosen amat nungguin lo, tenang ajah," Langit tersenyum seketika.
Seorang Latte menunggu Langit? Ini adalah titik luluh Latte terhadap Langit. Di samping rapat OSIS, Latte selalu memikirkan bagaimana keadaan Langit? Pelantikan Paskibra tentulah membutuhkan kekuatan fisik yang ekstra. Entahlah, belakangan ini rasa khawatir Latte terhadap Langit semakin membeludag.
Setelah tepat jam 5, Latte langsung ke lapangan samping sekolah, yang dimana itu adalah tempat pelantikan Langit. Badan Langit saat itu sudah berlumuran lumpur, wajah penuh debu, keringatnya bercucuran, sudah seperti gembel.
Ketika badge ambalan sudah dibagikan, barulah pelantikan selesai. Langit yang langsung melihat Latte dari kejauhan, langsung menghampirinya dengan tidak sabar.
"Gembel!" ledek Latte sambil tersenyum.
"Biarin! Tapi tetep ganteng 'kan?" kata Langit sambil mengacak rambutnya sendiri layaknya model sampo.
"Huuuueeeek! Najis! Dah, nih minum," sambil menyodorkan botol air minum.
"Makasih gadis manis gue," Latte seketika tersenyum.
"Pulang ke rumah lo dulu, bersihin badan lo, baru anter gue pulang. Gak menerima penolakan dan jawaban," kata Latte yang selalu saja memaksa, namun Langit tetap suka.
Mereka pun langsung pulang menuju rumah Langit. Setelah sampai, Langit dan Latte langsung disambut hangat oleh ibu Langit, yaitu Tari.
"Eh, Langit, kotor banget kamu," kata Tari sambil memegang bahu Langit.
"Biasa mah, anak cowo," kata Langit.
"Loh ini siapa, Lang?" tanya Tari.
"Ouh iya tante, saya Latte temennya Langit."
"Kok temen sih? Calon dong," kata Langit yang membuat Latte geram.
"Kamu Langit, jangan suka godain anak orang ah," kata Tari.
"Ya udah, nanti Latte masak bareng sama tante sekalian makan bareng Langit."
"Boleh tante."
Langit sungguh bahagia malam ini. Lagi-lagi Latte membawa warna baru dalam kehidupan Langit. Latte juga berpikiran sama dengan Langit, hari ini Latte benar-benar merasakan kembali arti keluarga yang sesungguhnnya.
---
Yippie update lagi, lagi-lagi Wur dengerin lagu "Tatu" sambil ngetik. Gak tau lah belakangan ini kondisi hati Wur belum membaik:) Tapi buat readers setia Wur, makasih banget, gak nyangka udah ratusan:( Kalian yang bikin Wur semangat nih, jadi jangan tinggalin gue ya, ditinggal itu sakit:) Dan hal yang paling gue takut adalah kehilangan, eum so sad:( Follow akun gue, komen, vote and share story ini ke temen, pacar, selingkuhan, pokoknya semua lah:v
-WW
YOU ARE READING
PRIORITAS
Teen FictionPerjuangan secara singkat, tidak bisa meyakinkan Vanila Latte pada cinta tulus Langit Biru. Namun seiring berjalannya waktu gunungan es juga bisa mencair. Ketika hati mereka mulai menyatu, prioritas mereka tergangu. Bisikan orang-orang sekitar meman...