CHAPTER 15

8 1 0
                                    


Selama Latte berada di rumah ibunya, ia menceritakan semua yang berkaitan dengan kehidupanya selama di Jakarta termasuk mengenai Langit. Ibu Latte tidak mempermasalahkan Latte dekat dengan siapa saja, ibu Latte mendukung sepenuhnya jika Latte memiliki hubungan dengan Langit. Latte agak risih ketika ibunya secara terang-terangan mendukung hubungannya dengan Langit. Bertemu saja belum pernah, bagaimana bisa ibunya sepenuhnya mendukung? Itulah yang membuat Latte tidak terima jika ayahnya menceraikan ibunya, ia berpikir ibunya kurang baik apa kepada ayahnya?

---

Satu minggu tela berlalu, sattnya Latte kembali ke rumahnya setelah bertemu ibunya. Kemmbali ke kehidupan yang sedikit berwarna karena kedatangan Langit. Yang selalu membawa kecerahan tanpa mendung sedikit pun.

Malam ini Langit datang ke rumah Latte, tujuannya simpel saja, hanya ingin memastikan gadis manisnya baik-baik saja. Namun, ada tujuan lain, bahkan tujuan yang paling penting untuk hari ini.

"Gimana liburannya, Latt?" tanya Langit membuka pembicaraan. Sementara Latte masih fokus dengan gadget-nya, Langit mengumpulkan nyali untuk satu tujuan ini.

"Lancar," jawab Latte singkat.

Tiba-tiba Langit mendekatkan wajahnya ke telinga Latte, betapa tegang dan bingungnya Latte saat itu. Latte hanya diam karena tidak tahu apa maksud Langit yang sebenarnya. Dan pada akhirnya, pertanyaan Latte terjawab sudah.

"Latt, jadi pacar gue ya?" Latte seketika terkejut dan masih dalam keadaan mematung.

Jantung Latte berdetak dua kali lebih cepat, gugup, dan lidahnya kelu, entah kalimat apa yang harus Latte ciptakan. Latte seketika menjauhkan posisinya dari Langit untuk menetralisir rasa gugupnya.

"Wait! Gue, masih butuh waktu, Lang," kata Latte asal saja, ia tidak bisa memutuskannya saai itu juga, takut salah jalan.

"Ok, Latt, gue bakal tunggu lo. Bukan gue lancang gantiin posisi Haris dari hidup lo, tapi gue gak bisa nahan perasaa ini lagi,"

Semalaman ini Latte tidak bisa tidur untuk berpikir keras, kepalanya serasa ingin pecah. Ingin sekali Latte memberi tahu Haris, namun kenapa hatinya berat? Dengan segala pertimbangan ekstra, akhirnya Latte memberi tahu Haris, semoga dengan ini ia dapat segera memutuskan.

By phone

"Ris."

"Ye, ada apa, Nil?"

"Langit nembak gue."

"Terus lo terima kagak?" tanya Haris berat dan terkesan tidak rela.

"I don't know so bad, makanya gue bilang ke elo."

"Gini ya, Nil. Lo nyaman sama Langit apa kagak? Terus kalo lo jauh-jauh dari Langit kangen apa kagak? Dan lo juga harus bisa jaga komitmen, karena cinta bukan sesuatu yang dibuat untuk nyakitin seseorang."

"Gue takut bakal ngecewain dia."

"Hey, apa salahnya mencoba? Gue yakin Langit itu yang terbaik buat lo."

"Ok, Ris, thank you so much. You're my best friend."

"Best friend, as always," kata hati Haris.

Semua yang dikatakan Haris berbohong, dalam hatinya ia menolak keras Latte menjadi milik orang lain. Bertahun-tahun Haris memendam perasaan ini, hasilnya ia harus kehilangan. Namun Haris tidak egois, Latte juga mempunyai jalan hidupnya sendiri. Sebagai sahabat yang baik, Haris tidak mau mengecewakan Latte, jika Latte bahagia, ia juga harus bahagia. Berpura-pura bahagia lebih baik, dari pada harus menyaiti pihak lain. Di saat itu juga, Latte sudah yakin atas keputusannya.

---

Pagi telah tiba, dan Langit sudah sampai tepat di depan pintu rumah Latte. Latte takut sebenarnya akan keputusannya, namun ia pikir ini adalah yang terbaik.

"Kok matanya merah sih? Kantong matanya juga item, kenapa?" tanya Langit yang sebenarnya berniat menggoda Latte.

"Semalem gak bisa tidur."

"Pasti mikirin pertayaan gue semalem?" tanya Langit sambil terkekeh.

"Anjir! Kagak tuh!" jawab Latte sambil blushing.

"Halah blushing gitu, mau ngelak gimana lagi?" kata Langit yang terus saja memojokkan Latte.

Ketika Latte hendak memukul Langit, niatnya justru berubah memeluk Langit. Langit tentu saja mengindahan pelukan itu, pelukan paling membuatnya hanyut dan tidak mau lepas.

"Jadi gimana?" tanya Langit yang merujuk pada pertanyaannya tadi malam.

"Gue mau," jawab Latte tanpa gagu.

Langit lantas memeluk Latte tambah erat, rasanya gadis manis yang selama ini ia perjuangkan sudah benar-benar menjadi miliknya. Baginya, Latte adalah segalanya sekarang atau pun nanti. Langit tidak akan meninggalkan Latte, menurutnya laki-laki yang berani meninggalkan perempuan saat ia sedang sayang-sayangnya, adalah perbuatan yang tidak bisa dibenarkan. Wanita adalah makhluk yang rapuh, bagaimana bisa laki-laki tega membuat wanita bertahan dengan segala kesakitan yang telah mereka perbuat? Setiap tetes air mata wanita, menandakan bahwa ia benar-benar hancur. 

---

Okok, gue balik. Sekarang gue sadar, karir lebih penting sekarang dari pada mikirin cinta, cuma buat sakit, so? Lupain cinta! Makasih buat readers setia, gue lagi gedeg banget nih ama orang yang sok care, dasar muka dua! Jujur ajah, paragraf terakhir chapter ini isi hati gue sebagai seorang cewe, gue rasa kalian sebagai cewe juga ngerasain:)

-WW

PRIORITASWhere stories live. Discover now