Seminggu kemudian organisasi OSIS telah melaksanakan seleksi dan pelantikan angota OSIS. Dan apa? Latte ternyata terpilih menjadi salah satu bagian dari organisasi OSIS. Satu bulan Latte menjadi menjadi anggota OSIS, membuat dirinya dipenuhi dengan kesibukan. Latte saat ini tengah mengerjakan proposal untuk class meeting 1 bulan mendatang. Ketika Latte mengajukan proposalnya ke WAKA kesiswaan, proposalnya ditolak mentah-mentah dan dicoret-coret sehingga ia harus mengetik ulang dan berdiskusi kembali dengan teman-teman OSIS-nya.
"Eh, Latt, ngajuin proposal? Keknya akhir-akhir ini lo sibuk batt," tanya Langit sambil menunjuk proposal Latte. Tiba-tiba Latte membanting proposalnya ke tanah di samping ruang WAKA kesiswaan.
"Kalo udah tahu gak usah nanya! Gue capek, gak usah nambah-nambah capek gue!" jawab Latte dengan nada tinggi berbalut emosi. Latte pun langsung meninggalkan Langit yang masih mematung melihat proposal Latte.
Pulang sekolah Latte terpaksa harus berembug lagi bersama teman-temannya. Dengan lelah yang sangat melekat di diri Latte, Latte berusaha profesional menjalani diskusinya ini tanpa menampakkan lelahnya. Latte harus menyelesaikan diskusi proposal sampai sehabis maghrib. Dengan matahari yang telah tenggelam, Latte pulang menyisakan keringat yang menetes tiada henti. Bau parfum yang seharusnya wangi, digantikan bau asam oleh-oleh dari diskusi proposalnya. Walaupun ia sudah di rumah, ia masih harus mengetik ulang hasil diskusinya tadi, rasanya bisa sampai pagi ia menyelesaikannya.
Langit yang teringat akan proposal Latte pun berniat pergi ke rumah Latte untuk mengembalikan proposal itu. Sebenarnya mengembalikan proposal hanya alibi saja, yang sebenarnya ia ingin lakukan adalah mengecek bagaimana kondisi Latte. Latte terlihat sangat kacau hari ini.
Ketika Langit mengetuk pintu, pintu rumah Latte tidak kunjung dibuka. Karena khawatir terjadi apa-apa, Langit langsung membuka pintunya dan mencari Latte di kamarnya. Dilihat dari kejauhan, Latte sedang menundukkan kepalanya di depan laptop-nya. Langit pun mendekat dan mengangkat kepala Latte agar ia tahu bagaimana keadaan Latte. Tidak disangka, Latte sudah mimisan saat itu. Darah segar terlihat mengalir dari hidungnya yang sudah sampai ke tangan dan bajunya.
"Astaga, Latt, kenapa sampe kek gini? Udah ayo ke kamar mandi," kata Langit yang begitu cemas.
Langit mermbersihkan darah yang mengalir dari hidung Latte, dan yang membekas pada tangan serta bajunya. Saking lemasnya Latte, setelah Langit selesai mermbersihkan, Latte harus jatuh pingsan pada dada bidang Langit. Langit seketika menidurkan Latte di kasurnya. Langit merasa sangat tidak tega ketika memandang wajah Latte. Tidak berpikir panjang, ia langsung melanjutkan ketikan Latte yang belum selesai tadi. Langit melanjutkan proposal Latte sampai menginjak jam 12 malam tanpa henti. Setelah selesai dan merasa lelah, Langit memilih tidur di meja belajar Latte.
Latte yang terbangun pada jam 2 pagi, seketika terkejut melihat Langit yang masih berada di rumahnya. Dalam hatinya terbesit tanya, untuk apa ia berada di rumahnya sampai semalam ini? Ketika Latte mengambil laptop-nya berniat melanjutkan proposalnya, ternyata proposalnya sudah selesai. Merasa bersalah, Latte mengeluarkan air matanya perlahan. Sungguh, Langit adalah kepala batu. Setelah tadi siang Latte memaki Langit, dirinya masih saja berbuat kebaikan yang menurut Latte sangatlah konyol. Latte pun perlahan membangunkan Langit dari tidurnya.
"Eh, Latt, udah mendingan?" tanya Langit yang baru saja bangun dari tidurnya.
"Ngapain lo selesein proposal gue?" tanya Latte tanpa menjawab pertanyaan Langit tadi, sungguh kecuekan yang hakiki.
"Gue gak tega, lo sampe mimisan tadi," jawab Langit yang masih mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Udah pindah ke kamar belakang sanah," perintah Latte tiba-tiba dengan nada memaksa, namun peduli.
"Gak usah deh, Latt. Gue pulang ajah," bukannya Langit menolak, ia hanya takut merepotkan Latte.
"Ini masih jam 2, tunggu sampe jam 5 subuh, titik!" Langit hanya pasrah mendengar paksaan Latte tadi, sudah seperti rentenir saja caranya memaksa.
---
Latte pun kembali menyerahkan proposalnya ke WAKA kesiswaan. Dan ternyata proposalnya tersbut disetujui oleh WAKA kesiswaan. Karena merasa sangat berterima kasih, Latte berniat mengajak Langit jalan-jalan. Entahlah sejak kapan Latte berani mengajak laki-laki untuk jalan dengannya, kecuali Haris.
Latte pun ke kantin menemui Langit, tidak lupa juga ia melepas pin OSIS kebanggaannya. Latte hanya tidak enak jika terus memperlihatkan hal-hal yang berhubungan dengan OSIS di depan Langit. Teman-teman Langit pun saat itu peka dengan meninggalkan mereka berdua. Seandainya saja semua teman sepeka itu.
"Pulang sekolah sampe nanti malem kita jalan, titik!" kata Latte to the point dan seperti biasa, dibumbui pemaksaan.
"Tiba-tiba banget, Latt?" tanya Langit terheran-heran, tidak seperti biasanya Latte seperti ini.
"Gue tunggu depan rumah gue, jam setengah 5 harus udah nyampe! Kalo kagak gue batalin!"
Latte langsung meniggalkan Latte dengan sedikit rasa malu, sejak kapan Latte bisa salah tingkah? Sedangkan Langit hanya terdiam dengan sejuta kebahagiaan.
---
Huhu makin sepi ae lapak story gue:( Tapi gak pa pa deh, tetep semangat. Sukses butuh proses. Dan buat pembaca setia jangan bosen-bosen yah, ILY 3000:*
"Mencintai dalam Sepi" jadi temen gue untuk ngetik part ini, sumpah sad banget:( Semangat buat kalian yang lagi ngerjain tugas, semua 'kan indah pada waktunya:)
-WW
YOU ARE READING
PRIORITAS
Teen FictionPerjuangan secara singkat, tidak bisa meyakinkan Vanila Latte pada cinta tulus Langit Biru. Namun seiring berjalannya waktu gunungan es juga bisa mencair. Ketika hati mereka mulai menyatu, prioritas mereka tergangu. Bisikan orang-orang sekitar meman...