CHAPTER 9

13 2 2
                                    



"Hai, Latte," sapa Langit yang baru saja datanga, dan tepat jam setengah 5.

"Dateng juga lo, on time lagi," kata Latte yang sebenarnya sudah menunggu dari tadi.

"Harus dong. Btw kenapa lo ajak gue jalan? Ouh gue tahu, lo udah mulai luluh ya sama gue?" goda Langit yang berhasil membuat pipi Latte memerah layaknya kepiting rebus.

"Ish! Najis mughaladah tau gak? Lagian lo gak mau? Ya udah, gue batalin!" sebenarnya ia tidak sungguh-sungguh mengatakan itu, tetapi itu hanya untuk mencairkan suasana saja.

"Halah ngambek nih ceritanya," kata Langit sambil mencolek pipi Latte.

"Anjir! Udah lah ayo berangkat," kata Latte yang berusaha menutupi wajah malunya.

Mereka berdua pun pergi ke taman kota. Sebenarnya Latte bukan semata-mata hanya ingin berterima kasih kepada Langit, namun ia hari ini juga ada keperluan mengisi acara. Konser amal untuk pengumpulan dana perbaikan panti asuhan ini, adalah projek Latte bersama teman-teman satu komunitasnya.

"Ok, Lang. Kenalin ini Kak Ali, jadi dia partner nge-dance gue," kata Latte yang bermaksud agar Langit tidak salah paham. Ternyata Latte mulai takut kehilangan Langit.

"Hei bro, btw gak usah cemburu. Latte ade gue kok, cewe gue banyak kali. Tenang ajah," kata Ali yang memang adalah fakboy. Walau begitu, Ali adalah dancer yang hebat, dan sifatnya yang humoris membuat Latte betah memiliki partner seperti Ali.

"Anjay fakboy lu, bang," kata Langit sambil terkekeh.

"Orang ganteng mah bebas," kata Ali yang membuat Latte pura-pura muntah.

"Tai lu!" umpat Latte.

Kini giliran Latte dan Ali naik ke atas panggung. Rambut sebahu, crop top, celana jeans pendek, dan sneakers berwarna pink membuatnya tampil menawan hingga membuat Langit tidak berkutik. Dengan latar lagu "I Know What You Did Last Summer" dari Shawn Mendes ft. Camila Cabello, Latte menari dengan penuh gairah, begitupun Ali yang mengimbanginya. Dance kontemporer yang mereka suguhkan begitu dalam untuk segi pengkhayatan. Prinsip Latte dalam menari adalah rasa, entah kenapa Latte selalu mengutamakan rasa saat menari, namun mengabaikan rasa saat berhadapan dengan cinta. Mereka berdua terlihat mesra satu sama lain, namun kembali lagi bahwa itu hanya profesionalitas.

"Great!" puji Langit dengan satu kata, namun bermakna.

Latte kembali mengenakan hoody-nya, hoody yang merupakan pemberian dari Haris. Berwarna merah dan bertuliskan "I am Always Beside You" pada bagian dadanya. Sedikit pun Latte belum pernah bisa untuk tidak melibatkan Haris dalam setiap langkahnya. Semua tentang Haris adalah bab yang tidak pernah mungkin ia hilangkan dari buku perjalanan hidupnya.

Mereka berdua berlanjut memakan mie ayam kesukaan Latte di warung taman kota tersebut. Latte merupakan penggila pedas, tidak heran ia sampai menaruh 8 sendok makan saus pedas, dan 5 sendok teh sambal ke dalam mie ayamnya. Secara tidak langsung Latte membuat pedagang mie ayam bangkrut karena saus dan sambalnya dihabiskan oleh Latte.

"Latt, jangan banyak-banyak, nanti sakit perut," kata Langit yang masih ngeri akan merahya kuah Latte tersebut.

"Bodo amat!" jawab Latte cuek sambil meneruskan makannya.

Langit hanya terkekeh melihat kelakuan gadis manisnya itu. Perlahan-lahan hasrat Langit untuk memilki Latte begitu besar. Ia mau Latte menjadi gadis manis yang ceria seutuhnya, tanpa bayang-bayang Haris lagi. Bukan Langit ingin menyingkirkan posisi Haris, namun bagaimanapun juga Latte mempunyai kehidupannya sendiri.

"Udah jam 11, Latt," kata Langit.

"Mau pulang gitu? Nanggung, kita genepin sampe jam 12 dini hari ajah," jawab Latte yang memang masih ingin di luar.

"Ok, gue yang nentuin tempatnya deh," kata Langit antusias.

Udara dingin malam itu, membuat Latte tidak mau melepas segenap pelukannya kepada Langit. Hingga akhirnya mereka tiba di suatu tempat, taman bermain masa kecil Langit.

"Kenapa milih tempat ini?" tanya Latte.

"Pengen berbagi kebahagiaan gue pas masa kecil. Taman bermain ini tempat dimana gue bisa bahagia. Dan gue mau lo senantiasa bahagia, jangan karena Haris lo jadi terpuruk," jawab Langit sedikit menyindir Latte mengenai Haris.

"Ngomong emang gampang. Tapi gue 'kan bilang, Haris itu......," belum sempat Latte menyelesaikan bicaranya, Langit menyambarnya begitu saja.

"Haris apa? Lo tuh lemah! Cengeng!"

Latte mulai tersulut emosinya, namun ia bukan wanita lemah seperti apa yang Langit katakan tadi. Latte tiba-tiba memojokkan Langit ke tembok dekat prosotan. Lalu ia mendekatkan wajahnya ke telinga Langit.

"GUA BUKAN CEWE LEMAH! SIMPEN OMONG KOSONG LO TADI! KITA BIKIN PERJANJIAN, LO LIAT GUE NANGIS, CIUM GUE!" kata Latte dengan penuh penekanan, dan tanpa memikirkan akibatnya.

Latte langsung pergi meninggalkan Langit yang mengisyaratkan bahwa Latte ingin pulang. Sepanjang jalan Latte memaki dirinya di dalam hati. Konyol sekali perjanjian Latte tadi, sementara Langit? Entah kenapa rasanya ingin tertawa saja, Langit hanya berniat memotivasi Latte agar tidak terus sedih jika sangkut paut dengan Haris. Namun apalah daya, perjanjian Latte tetaplah perjanjian yang harus ditepati. Langit seketika menang banyak. Walau begitu, tidak semata-mata Langit ingin membuat Latte terus menangis hanya karena perjanjian itu.

---


Uwu Latte gila batt dah:( Emang ya, kalo udah sangkut paut sama cinta bisa jadi gila seketika. Pengen gitu jalan bareng doi kek Latte sama Langit, huhuhu:( Dah lah, halu mulu dah gw:v

Btw, buat pembaca setia lop you 3k uwu:* Jan lupa follow akun gue, vote, komen, and share this story. Semangat melawan corona btw:)


-WW

PRIORITASWhere stories live. Discover now